Zombie 10 - Underground Tunnel

2323 Words
Zombie 10 - Underground Tunnel Xavier melihat kondisi di luar gudang penyimpanan laboratorium. Kondisinya masih ricuh. Para zombie masih terus berkeliaran di depan. "Kita belum bisa keluar, masih banyak zombie diluar sana," ucap Xavier saat melihat kondisi diluar sana. "Coba gue lihat," Jessica maju dan mengintip keluar gudang penyimpanan. "Memang sih di luar sana masih sangat banyak zombie. Tapi mau sampai kapan kita disini? Mereka akan terus seperti itu. Kecuali ada suara dari tempat lain, yang memancing mereka menuju ke sana. Kalau kita disini terus. Sepertinya dari hari ke hari jumlah mereka akan semakin banyak. Akan lebih sulit lagi untuk kita keluar dari sini," jelas Jessica. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita harus memaksakan keluar gitu? Apa elo bisa jamin kita selamat?" Tanya Mark. Sepertinya dia masih takut. "Ya, kita harus cepat keluar dari sini. Situasi disini enggak aman. Mungkin saat ini hanya di tempat gue yang aman. Ya untuk sementara sih. Meskipun enggak terlalu nyaman, tapis setidaknya kita aman di sana." Untuk sekarang memang nyaman saja tidak cukup. Untuk apa tempat nyaman, tapi tidak aman. Sama saja dengan bohong bukan? "Benar, kita harus cepat bergegas. Jangan sampai kawanan zombie datang lebih banyak dari ini. Kita benar-benar akan terjebak di sini," Xavier setuju dengan ucapan Jessica. "Tunggu! Tunggu! Yang kita hadapi diluar sana zombie loh! Bukan penjahat. Jumlah mereka banyak. Kalau kita nekat, sama saja kita menggali kuburan sendiri!" Mark terus mencari alibi agar mereka tidak memaksakan diri untuk keluar. "Selama kita belum mencobanya. Kita enggak akan tahu akan berhasil atau tidak. Yang jelas gue mau kita tetap hidup dan aman. Kalau kalian akan tetap di sini. Biar gue yang pergi sendirian," cetus Jessica. "Gue ikut! Kita harus tetap bersama-sama. Ayo! Mark! Elo enggak mau kan ditinggalin di sini sendirian," ajak Xavier. "Hhmm ya sudah gue ikut. Tapi ingat lindungi gue," rengek Mark seperti anak kecil. Mereka tidak mendengarkan rengekan Mark. Jessica kembali melihat situasi diluar. Sepertinya sedikit lebih lenggang. Ini saatnya mereka harus cepat keluar. Sebelum para zombie itu kembali berkerumun di depan gudang penyimpanan. Mereka berlari secepat mungkin untuk menghindari dari kejaran para zombie. Mereka bertiga harus cepat sampai di tempat persembunyian kelompok Jessica. Zombie yang mulai mendekat mereka tembak satu per satu. Mark juga akhirnya ikut menembak, meski beberapa kali peluru yang ia arahkan meleset kemana-mana. Tidak apa-apa, setidaknya Mark si ilmuan bodoh itu masih bisa menembak dan berguna untuk Xavier dan Jessica. Mereka terus berlari menuju mobil yang Jessica simpan di tempat yang aman. Setelah sampai di mobil. Jessica langsung mengambil posisi di bangku kemudi. Karena memang dia yang hafal tempat persembunyian kelompoknya. Jesicca mulai fokus pada jalanan. Sementara Xavier dan Mark terus menembak ke arah zombie yang menghalangi jalan mereka. Zombie yang mengejar mobil Jessica semakin banyak. Jumlahnya mungkin ratusan. Entah dari mana mereka datangnya. Yang jelas mereka saling berkerumun dan sangat banyak. "Apa masih jauh tempat persembunyian elo dari sini?" Tanya Mark. Dia mulai panik melihat banyaknya Zombie di belakangnya. "Lumayan cukup jauh. Kami tinggal di terowongan bawah tanah. Di sana kami membangun perkemahan. Para zombie sepetinya belum menjamah tempat itu. Untuk sementara tempat itu aman. Kita bisa bertahan hidup di sana," jawab Jessica. Jadi selama ini ia bersembunyi di terowongan bawah tanah? Cukup pintar juga idenya. Semoga saja mereka tetap aman. Agar profesor Felix, Xavier dan Mark bisa melakukan percobaan pertamanya. Dunia seperti sudah kiamat. Karena isinya sudah bukan manusia yang mempunyai hati. Para zombie sudah mulai menguasai tempat tinggal manusia. Bahkan dengan teganya mencabik dan memakan manusia tanpa belas kasihan. Apa jadinya nanti jika zombie telah menyebabkan kepunahan pada manusia. Apa jadinya dunia ini tanpa manusia? Benar-benar sangat menyeramkan. Tidak terpikirkan sebelumnya. Semua akan menjadi seperti ini. Dunia yang tadinya hanya dihuni oleh manusia, hewan dan tumbuhan. Kini hampir setengahnya di kuasai oleh monster pengigit itu. Dunia baru ini sungguh sangat kacau. Jalanan rusak dimana-mana. Mayat-mayat juga sudah bertebaran tidak jelas. Sudah seperti kota mati. Masih adakah kehidupan yang lain? Sudah bisa selamat dari serangan zombie saja sudah sangat beruntung. Jessica terus menjalankan mobilnya. Dia terus fokus pada jalanan. Sepanjang perjalanan ada segelintir zombie yang berkeliaran. Populasi manusia benar-benar sudah sangat berkurang. Dimana mereka sekarang? Yang jelas mereka bersembunyi dari serangan zombie. Tidak ada hal yang Meraka bisa lakukan selain bersembunyi. Melawanpun tidak mungkin bisa mereka lakukan. Karena jumlah zombie terlalu banyak. Masih ingat dibenak Jessica, kalau dia mengumpulkan kelompoknya satu per satu. Dari mulai menyelamatkan tiga dokter yaitu dokter Stoner, dokter Miko dan dokter Niko. Beruntungnya mereka bertiga adalah seorang dokter. Karena dalam situasi sekarang ini. Akan sulit mencari seorang dokter. Kita perlu dokter untuk menyelamatkan orang yang terluka. Tanpa dokter, kita hanya bisa mengobati seadanya tanpa pengetahuan medis apapun. Kemudian Jessica menemukan perempuan-perempuan lainnya dengan kondisi yang berbeda-beda. Yang jelas mereka semua sudah kehilangan orang yang mereka sayangi. Saat ini memang sangat banyak orang yang kehilangan orang yang kita sayangi. Jessica saja kehilangan keluarganya didepan matanya. Sungguh menyakitkan, tapi Jessica cepat bangkit. Jessica yakin, suatu saat. Wabah ini akan cepat berakhir. Jessica akan kembali berkumpul bersama keluarganya. Jessica mengumpulkan mereka bukan bermaksud menjamin kehidupan mereka. Atau bermaksud jadi pahlawan bagi mereka. Jessica hanya sedang mencoba melindungi mereka. Setidaknya dengan berkumpulnya mereka. Mereka bisa saling menguatkan dan saling berbagi. Dengan itu mereka bisa bertahan hidup dengan keluarga baru mereka. "Jess, elo lagi mikirin apa?" Tanya Xavier, sejak tadi Xavier memang memperhatikan Jessica. Memang Jessica fokus pada jalanan. Tapi Xavier tahu, kalau Jessica juga sedang memikirkan sesuatu. "Enggak, kok. Gue cuma berpikir aja. Ternyata kita hebat juga ya bisa melewati banyak zombie tadi. Kita udah kayak di film-film Action ya, keren!" Seru Jessica mencoba menghibur diri. "Seru mata elo! Kita hampir mati dimakan zombie. Elo enggak lihat gue cukup ketar ketir nembakin mereka. Kalau mereka pura-pura jadi zombie sih, gue masih oke, oke saja. Ini zombie beneran. Dikata gue kucing yang punya nyawa tujuh!" Oceh Mark sewot. Tadi Mark diantara hidup dan mati, Jessica malah bilang semua itu keren. Kan jadi naik darah. "Tembakan elo aja tadi banyak yang meleset. Coba kalau tepat sasaran. Pasti bakalan seru. Nanti kedepannya elo perlu latihan, biar bisa nembak zombie dengan tepat!" Timpal Jessica. "Elo pikir kita lagi ada di dunia game. Dan mereka zombie bohongan. Gila elo! Jangan samakan ini semua kayak game! Ini semua nyata. Kita bertiga hampir jadi zombie! Beruntungnya kita masih bisa selamat!" Cecar Mark. "Ya samain aja kayak game. Kalau kita main game enggak terlalu menakutkan bukan. Gitu aja kok repot. Dari pada elo harus gemeteran setiap menyadari kalau mereka itu benar-benar nyata. Lebih baik menganggap mereka itu sebuah game. Biar hati dan pikiran kita tetap tenang," ucap Jessica. Benar juga ucapan Jessica. Persepsi Jessica terhadap para zombie cukup bagus. Dengan menganggap mereka seperti game. Semuanya tidak akan terlalu menakutkan. Malah akan lebih memacu adrenalin mereka. Xavier yang melihat mereka berdua saling ngoceh, hanya bisa tersenyum. Menurut Xavier memang sedikit seru. Belum pernah Xavier menebaki zombie sebanyak itu. Menebak dulunya melanggar hukum. Namun, sekarang mereka bebas menebak zombie. Malah perlu dilakukan untuk melindungi mereka semua. "Udah! Udah! Jangan bertengkar terus. Gue setuju kok yang diucapkan Jessica. Sebaiknya memang menganggap kawanan zombie itu seperti didalam game. Anggap aja kita sekarang sedang terdampar di dunia game. Kita berusaha mengalahkan mereka. Dan kita juga berusaha mencoba bertahan hidup dari mereka. Dari pada elo ketakutan kayak gitu," cetus Xavier setuju dengan ucapan Jessica. "Kalian berdua ini sama aja. Sama-sama menyebalkan!" Tukas Mark kesal. Dari pada terus beradu mulut dengan Jessica, lebih baik Mark memejamkan matanya. Dengan tidur mungkin Mark akan sedikit lebih tenang. Kejadian tadi membuat Mark sangat lelah. Menembaki para zombie cukup menguras tenaganya. "Mark! Hei! Mark!" Panggil Xavier. "Dia tidur kali." Xavier menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bisa-bisa elo tidur di situasi seperti ini. Padahal semalaman dia udah tidur pulas. Kalau gue, udah pasti enggak akan bisa tidur," omel Xavier. "Hahaha, elo berdua beda banget ya. Ya udah biarkan dia tidur. Biar enggak adu mulut Mulu sama gue." Jessica kembali fokus ke jalanan. Perjalanan yang harus mereka tempuh masih cukup jauh. Semoga saja bahan bakar mobilnya masih cukup sampai tempat bersembunyian Jessica. Sesampainya mereka di terowongan. Jesicca mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Untuk berjaga-jaga agar para zombie tidak mengetahui tempat persembunyiannya. Akan sulit lagi jika sampai para zombie mengetahui tempat aman mereka. Setelah dirasa aman Jessica memberikan kode untuk mengikuti langkahnya. Mereka menuruni anak tangga menuju terowongan bawah tanah. Ternyata benar kata Jessica. Mereka mendirikan perkemahan di bawah tanah. Kebanyakan dari mereka seorang perempuan satu lelaki dokter muda dan memang ada dua lansia lelaki di sana. Lelaki sangat minim di kelompok ini. Mungkin saat ini hanya Jessica yang berani ke luar terowongan bawah tanah. Jessica cukup tangguh dari perempuan lainnya. Mungkin Jessica juga terpaksa melakukan hal ini. Karena kondisi yang memaksakan Jessica untuk berani dan kuat. Jessica berpikir, kalau hanya diam saja. Menunggu dan pasrah dengan kondisi sekarang ini. Cepat atau lambat kalau tidak mereka mati kelaparan, bisa saja Zombie masuk ke tempat persembunyian mereka. Jadi Jessica harus bisa melindungi mereka. Hal itu dia lakukan karena rasa bersalahnya pada keluarganya. Jessica tidak bisa melindungi ayah, ibu, kakak dan adiknya. Kali ini Jessica harus bisa melindungi kelompoknya. "Dua lansia di sana adalah dokter kami. Hanya aku yang berani keluar sana, karena mereka belum tahu caranya menembak. Bagaimana caranya menghadapi para zombie yang sangat banyak. Gue juga ada rencana buat mengajarkan mereka menembak, tapi mengajarkan mereka menembak di sini. Bukan tempat yang tepat. Karena suara tembakan pasti akan mengundang para zombie ke sini," jelas Jessica menjawab pertanyaan pikiran Xavier dan Mark. "Di mana profesor Felix?" Tanya Xavier to the poin. Karena memang Xavier mencari profesor Felix sejak awal. "Ikut gue," ajak Jessica. Xavier mengikuti Jessica pergi. Sementara Mark melihat-lihat sekitar perkemahan bawah tanah. "Beliau ada di sini," Jessica menujuk tenda yang di dalamnya profesor Felix. Mereka masuk ke dalam tenda. "Jes, profesor Felix sudah siuman. Namun, beliau masih sangat lemah," lapor salah satu perawat yang merawat profesor Felix. "Dokter Stoner sudah tahu. Kalau profesor Felix sudah siuman?" Tanya Jessica. "Sudah, bahkan sudah di periksa," sahut perawat itu. "Baiklah terimakasih Siska." Xavier mendekati profesor Felix yang masih terbaring lemah. "Profesor, apa anda baik-baik saja?" Tanya Xavier. Perlahan profesor Felix membuka matanya. Ia langsung menggenggam tangan Xavier dengan erat. "Syukurlah kamu masih baik-baik saja. Sudah banyak manusia yang menjadi zombie. Termasuk Steven dan istriku." Profesor Felix melirik kanan dan kiri seperti sedang mencari seseorang. "Mark mana? Apa dia sudah menjadi zombie?" "Mark ada, dia masih manusia seperti kita. Aku bersyukur, profesor Felix masih hidup. Aku masih heran, kenapa para zombie ini ada dengan begitu saja?" Tanya Xavier. "Mereka terjangkit suatu virus yang belum diketahui jenis virus apa itu. Yang jelas setelah di gigit, di gores atau tercabik. Virusnya akan menyebar melalui darah. Setelah itu akan meyerang otak dengan cara mematikan otak manusia. Setelah mati dengan jarak paling cepat lima menit sampai dua puluh empat jam. Otaknya akan kembali hidup. Namun, hanya batang otaknya saja yang tetap hidup. Mereka bukan lagi manusia. Yang ada dalam diri mereka hanya rasa haus dan lapar akan darah dan daging manusia. Bukan hanya manusia yang mereka makan. Mereka juga memakan hewan-hewan juga," jelas profesor Felix panjang lebar. "Aku sedang melakukan beberapa penelitian di laboratorium. Sudah banyak penelitian yang aku kerjakan. Namun, belum ada satupun yang berhasil. Mereka malah menyerang laboratorium. Untungnya ada Jessica dan teman-temannya yang menolong. Kalau tidak mungkin aku sudah menjadi zombie seperti mereka. Sepetinya aku membutuhkan bantuan kamu dan Mark. Kita harus mengambil sampel dari kulit zombie. Kita butuh uji coba," terus profesor Felix. "Kalau menurut aku. Malah kita memerlukan sampel zombienya prof, kita akan bius keras zombie itu. Karena kulit saja tidak cukup. Aku juga ingin tahu bagaimana cara zombie mencerna makanan yang mereka makan. Apa organ tubuh yang lainnya masih berkembang atau tidak," usul Xavier. "Kalau pantauan aku. Sejauh ini, yang masih hidup dari organ zombie. Hanya otaknya saja, itu juga hanya batang otaknya. Hanya anggota gerak, pendengar dan mata yang tidak terlalu tajam. Mereka akan sangat agresif ketika medengarkan suara keras dan juga cahaya. Kita perlu tahu lagi tentang zombie. Selama ini aku hanya menduga-duga. Namun, setelah di uji cobakan pada hewan. Mereka tidak akan kuat dengan virus ini. Dari sampel kulit zombie yang aku ambil. Hewan hanya bertahan empat jam paling lama setelah terjangkit virus ini. Hewan yang terjangkit tidak akan menjadi zombie. Mereka akan mati dalam empat jam. Jadi virus ini hanya menyerang manusia. Aku tahu virus ini menyerang otak. Setelah aku uji cobakan pada seekor kera. Dan itulah yang mungkin terjadi pada manusia sekarang ini." Ini saatnya mereka saling bertukar informasi. Karena memang untuk menganalisis sebuah kasus. Butuh informasi yang akurat. Agar penyelesaian dari masalah ini bisa cepat di temukan. Populasi manusia di berbagai kota belahan dunia ini pasti sudah banyak berkurang. Hanya manusia yang kuat dan cerdik yang bisa bertahan hidup melawan kerasnya kehidupan baru sekarang ini. Zombie bukanlah musuh yang mudah untuk di tangani. Namun, jika terus besama dan saling melindungi. Kita akan tetap aman. Meskipun tidak akan aman seratus persen. Karena serangan zombie bisa datang kapan saja. Dari mana saja. Kewaspadaan juga perlu di jaga. Karena jika amunisi dan persenjataan mulai berkurang juga. Mereka perlu mencari lagi di kota lain. Itulah cara bertahan hidup mereka untuk sekarang ini. "Profesor Felix? Syukurlah anda masih hidup," ucap Mark saat menemukan tenda dimana profesor Felix berada. "Aku juga senang kamu masih hidup Mark. Kita tidak boleh terpisah lagi. Kamu, Xavier, aku dan Suzan. Akan mulai penelitian besok di sini," pinta profesor Felix. "Suzan masih hidup?" Tanya Mark. "Ya, dia bertahan bersamaku. Yang selama ini menemani aku di laboratorium adalah Suzan. Tunangan Suzan sudah menjadi zombie, keluarganya juga. Hanya dia yang tersisa. Suzan di kejar Zombie sampai ke laboratorium. Aku menolongnya, kami hanya bertahan dua hari saja di laboratorium. Sampai Zombie menyerang kita. Dan Jessica menolong kami berdua," cerita profesor Felix. Malang sekali nasib Suzan padahal dia akan segera menikah. Namun, tadkir berkata lain. Tunagannya malah digigit Zombie beserta keluarganya. Takdir mereka memang begitu kejam. Namun, mereka harus siap menghadapi itu semua. Melewati harus dengan cara bangkit dan terus bertahan hidup. Agar pengorbanan mereka yang sudah menjadi zombie tidak sia-sia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD