Zombie 25 - New Sampel

1741 Words
Zombie 25 - New Sampel Xavier malam ini akan lembur di laboratorium tenda, di terowongan bawah tanah. Ia akan menguji cobakan sampel baru yang tadi ia temukan. Yaitu tangan kanan zombie. Ingin Xavier sih besok ia mencari sampel hidup Zombie. Namun, banyak pertimbangan yang harus di pikirkan. Apalagi profesor Felix bilang, membutuhkan banyak alat untuk meneliti objek tersebut. Jadi sesuai rencana saja. Besok Xavier akan mengajak Gerland untuk mencari tempat sebagai bahan penelitian. Xavier mulai merendam tangan Zombie itu dengan chemical buatan profesor Felix. Ia menunggu hasilnya selama beberapa menit. Kemudian ia ambil beberapa sampel daging pada tangan Zombie tersebut. Ia lihat pada sebuah mikroskop. Ternyata hasilnya masih gagal. Virus itu masih mengalahkan vaksin chemical yang di buat oleh profesor Felix. "Aaaagghhh! Sialan!" Rutuk Xavier. Ia benci harus gagal berkali-kali. Kenapa sangat sulit sekali untuk mendapatkan sebuah vaskin? Padahal dulu saat bekerja di laboratorium bersama Profesor Felix. Terasa sangat mudah menemukan vaksin untuk penyakit langka di kota Troxbo. Mungkin karena sekarang penelitiannya menggunakan bahan dan tempat seadanya. Jadi akan sulit mendapatkan vaksin yang di inginkan. "Xavier, guebmau ikut elo besok. Buat cari tempat penelitian di luar kota Troxbo," ucap Mark tiba-tiba. Selama beberapa hari ini, Xavier dan Mark memang tidak saling bicara. Semenjak kejadian baku hantam antara Xavier dan Mark. Mereka saling cuek satu sama lain. Meskipun tidur dalam satu tenda. Namun, mereka seperti tinggal bersama orang lain. Mereka menjalankan aktivitasnya masing-masing tanpa saling bertegur sapa. "Gue mau ngajak Gerland," ujar Xavier. Ia belum terlalu yakin, kalau Merk ikut. Karena pasti ia masih ketakutan saat melihat Zombie. "Ya, biar gue ikut sama kalian. Gue enggak mau terus-menerus di terowongan bawah tanah ini. Gue juga pengen berkonstribusi untuk kelompok ini. Gue tahu, kemarin gue yang memicu pertengkaran. Gue mohon, gue pengen ikut keluar besok," pinta Mark memelas. Entah apa yang mengubah pikiran Mark. Ia jadi ingin ikut serta berkontribusi untuk kelompok. Mungkin ia malu, sebagai lelaki. Seharusnya Mark bisa menghasilkan untuk kelompoknya. Bukan diam di dalam tendanya saja. "Oke nanti gue bilang sama Jessica. Setelah gue selesaikan ini sekalian gue mau ajak Gerland juga," Xavier mengiakan permintaan Mark. Karena memang dia juga membutuhkan teman untuk mencari tempat tersebut. Xavier segera membersihkan sisa chemical dan sisa sampel tangan Zombie yang tadi ia ambil. Semua harus di bereskan. Karena besok masih ada profesor Felix, Suzan, Nia dan Nita yang akan melakukan penelitian pada sampel kulit Zombie. Setelah selesai membersihkan semuanya ia langsung pergi ke tenda Gerland. Namun, ternyata di sana ada Layla sedang mengobrol dengan Gerland. Berhubung Xavier tidak mau mengganggu obrolan mereka. Lebih baik Xavier berbicara dulu dengan Jessica. Mengenai izin untuk menyimpan senapan yang dipakai untuk bius. Dan izin untuk keluar beberapa hari, bersama Gerland dan Mark. "Jess, sudah tidur?" Tanya Xavier karena melihat tenda Jessica yang sudah di tutup. "Belum, sebentar!" Ucap Jessica dari dalam tenda. Kemudian tidak lama Jessica membuka tendanya. "Ada apa Xavier?" "Jess, elo tahu kan. Gue butuh banget senapan bius itu. Gue boleh kan yang menyimpannya. Bukannya enggak percaya sama Oliv, tapi gue pengen aja simpan barang itu di tenda gue," pinta Xavier. "Gimana ya, nanti Oliv pasti nanyain ke gue. Soalnya gue udah menetapkan aturannya seperti itu. Setiap senjata yang di dapatkan di luar terowongan bawah tanah. Itu harus di simpan di tenda gudang penyimpanan. Kecuali..." Jessica menjeda kalimatnya. "Kecuali apa?" "Kecuali kalau elo mau menyembunyikannya. Sebelum Oliv tahu. Pokoknya jangan sampai ada yang tahu, kalau elo simpan senapan itu. Baik Oliv atau anggota kelompok yang lainnya. Gimana?" Saran Jessica. "Oke. Oh iya, satu lagi. Begini, mengenai pengambilan sampel Zombie yang hidup. Kata profesor Felix itu sangat beresiko. Karena di sini kita tidak mempunyai alat-alat yang lengkap. Bahkan tidak ada pasokan listrik. Jadi profesor Felix menolak usulan gue. Nah, gue, Mark dan Gerland. Akan pergi beberapa hari untuk mencari tempat yang bisa kami jadikan laboratorium. Kita perlu alat yang canggih untuk penelitian ini. Kalau hanya mengandalkan kulit Zombie, itu akan lama sekali. Lalu mau sampai kapan kita terus menunggu? Sementara populasi manusia di bumi pasti sudah semakin banyak berkurang," jelas Xavier panjang lebar. "Kenapa elo enggak ngajak gue? Gue bisa kok bantu kalian." Xavier sudah menduganya, Jessica pasti ingin ikut serta. "Jess, gue tahu. Elo bisa bantu kita, tapi di sini elo itu pemimpin. Elo yang bertanggung jawab buat keselamatan anggota kelompok elo. Jadi elo harus tetap di sini. Memantau setiap orang yang ada di sini. Memastikan semuanya baik-baik saja. Elo boleh pergi, tapi jangan sampai berhari-hari. Gue pasti akan pergi berhari-hari. Mungkin lebih dari seminggu. Karena mencari tempat itu tidak mudah," Xavier terus mencoba memberikan pengertian pada Jessica. "Tapi itu artinya di sini kekurangan lelaki lagi. Tidak ada yang seberani elo. Apalagi elo bawa Mark dan Gerland. Gerland kan baru saja menjadi anggota baru kita," Jessica terus mencari alasan. "Jess, pergi paling lama satu Minggu kok. Gue janji berusaha lebih cepat dari itu. Kalau sampai lebih dari seminggu gue enggak muncul. Itu artinya gue sudah menjadi kawanan Zombie seperti mereka, tapi elo enggak perlu khawatir. Gue akan berusaha agar tidak tergigit gue akan kembali dengan membawa kabar gembira." Xavier sangat optimis bisa menemukan tempat yang cocok untuk penelitiannya. "Ya susah, toh itu semua demi kebaikan kita. Apapun yang tejadi, elo, Mark dan Gerland harus kembali dengan selamat. Kalau lebih dari seminggu kalian belum menemukan tempat itu juga. Pulanglah, istirahat dulu. Setelah itu kalian boleh melanjutkan perjalanan. Gimana?" Saran Jessica. "Oke. Jess, kata elo. Layla itu di temukan saat pakai gaun pengantin kan?" Pelan-pelan Xavier menanyakan hal itu. Penasaran juga dengan hubungan Layla dan Gerland. "Iya, saat wabah ini terjadi Layla baru saja akan menikah. Sebelum mengucapkan janji suci. Kawanan Zombie menyerang. Dan calon suami Layla di gigit oleh Zombie," cerita Jessica. Xavier malah tersenyum. "Sepertinya dia mau coba move on. Tadi saat gue mau ke tenda Gerland. Gue lihat ada Layla di sana. Mereka lagi ketawa-ketawa. Sepertinya akan banyak orang yang cinlok di sini. Gue nggak nyangka aja. Gerland yang Barus saja membunuh sahabat yang dia cintai. Bisa langsung dekat dengan calon istri orang," oceh Xavier. "Ternyata elo suka ngegosip juga ya. Hahaha. Cepat atau lambat, elo juga pasti akan jatuh cinta sama salah satu perempuan di kelompok ini," Ceplos Jessica. Kenapa jantung Jessica berdegup kencang ya? Padahal tadi dia hanya keceplosan. "Ya udah deh, gue mau ke tenda Gerland dulu. Mau membicarakan soal besok," buru-buru Xavier menghindar. Ia tidak mau memperpanjang percakapannya dengan Jessica lagi. Bisa-bisa terbawa suasana, nanti Xavie tidak bisa mengontrol perasaan. Lalu menyatakan perasaannya pada Jessica. Tidak, Xavier menggelengkan kepalanya. Belum saatnya Xavier menyatakan perasaannya. Dunia masih kacau, Xavier harus memulihkan dunia ini dari wabah virus Zombie ini. Barulah ia berpikir tentang perasaannya pada Jessica. Xavier masih melihat Gerland bersama Layla. Xavier harus cepat menyampaikan rencananya pada Gerland. Karena tidak ada waktu lagi. Besok pagi mereka sudah harus pergi. Xavier terpaksa harus menganggu percakapan mereka berdua. "Hai! Gerland, boleh gue berbicara sama elo?" Tanya Xavier. Layla sedikit terkejut dengan kedatangan Xavier. Layla kita tidak akan ada yang datang kesini. Karena sudah larut malam. Mungkin memang pembicaraan yang mau dibicarakan oleh Xavier sangat penting. Sehingga tidak bisa menunggu sampai besok. "Oke. Gue balik ke tenda dulu deh. See you tomorrow, Gerland," ujar Layla seakan Gerland itu kekasihnya. Nampaknya memang bunga-bunga asmara telah tumbuh di hati mereka. Dua orang yang sama-sama kehilangan. Mungkin cocok juga bila bersatu. "Ada apa Xavier?" "Begini. Gue pernah bilang kan, saat di perjalanan menuju restoran Lagazka. Gue mau ambil sampel zombie hidup. Dan elo sebut gue gila, ya gue memang gila. Ini demi penelitian. Dan ternyata tidak semudah itu. Gue butuh bantuan elo dan Mark. Elo bisa ikut gue besok. Mungkin perjalanan kita akan panjang," jelas Xavier. "Kita akan cari sampel Zombie hidup itu besok?" Tanya Gerland belum terlalu paham apa yang Xavier maksud. "Tidak, sebelum kita menangkap sampel Zombie hidup itu. Kita memerlukan tempat untuk penelitian. Peralatan yang lengkap, pasokan listrik dan tempat yang lebih layak dari ini. Dan itu pasti akan memakan waktu yang tidak sebentar. Gue butuh bantuan elo dan Mark. Kita akan keluar kota Troxbo untuk mencari laboratorium yang masih berfungsi di kota lain. Kalau seminggu belum ketemu juga. Kita akan kembali lagi ke sini. Setelah itu kita lakukan perjalanan lagi," terang Xavier. "Oke. Gue dukung elo. Sepertinya mencari tempat yang lebih layak bukan idea buruk. Kalau ada listrik kita juga tidak perlu mencari air lagi untuk pesediaan. Karena di sini memang benar-benar harus menghemat. Mungkin karena posisinya di terowongan bawah tanah," Gerland mengiakan ajakan Xavier. "Baiklah, besok pagi kita berangkat ke arah Utara. Maaf gue tadi ganggu kalian lagi pedekate," sindir Xavier. "Pedekate apa, gue baru kenal sama Layla. Jadi wajar saja kalau kita saling bercerita. Berbagi satu sama lain. Elo sendiri kenapa belum nembak Jessica juga," timpal Gerland balik menggoda Xavier. "Sialan! Diem elo! Apa elo yakin cinta bisa bertahan dalam situasi seperti ini? Hal itu malah akan membuat kita merasa takut. Takut akan kehilangan, seperti kejadian Dextra kemarin. Gue yakin elo sangat mencintai Dextra." Gerland terdiam mendengar ucapan Xavier. Saat itu Gerland mengakui kalau Dextra membuatnya melemah. Sampai ia tidak tahu, kalau zombie yang menyerangnya adalah Zombienya Dextra. "Ya, gue memang melemah. Mungkin dengan Dextra beristirahat seperti itu. Baik gue ataupun Devon, tidak akan ada yang mendapatkan kasih sayang Dextra lagi. Kalaupun nanti elo menemukan vaskin itu. Belum tentu Dextra akan lari kepelukan gue. Dia pasti akan lebih memilih Devon." Sungguh pemikiran yang licik sebetulnya. Gerland tidak bisa terima kalau Dextra harus kembali pada Devon. "Pintar juga elo, tapi licik. Hahaha. Ya sudah, elo istirahat dulu. Maaf baru semalam Lo tidur di sini. Besok kita harus mengembara lagi. Mencari tempat." Xavier merasa tidak enak pada Gerland. "Oke enggak apa-apa gue tahu kok. Kan gue di sini juga harus berkonstribusi buat kalian. Kalau memang gue bisa bantu. Gue akan bantu." Untunglah Gerland mengerti situasinya. Jadi besok mereka akan lebih berkonsentrasi untuk mencari tempat penelitian yang lebih layak. Setelah itu Xavier keluar dari tenda Gerland. Di dalam tenda Gerland malah senyam senyum sendiri. Layla mengingatkannya pada Dextra. Tadi mereka sudah banyak bercerita. Keduanya mengalami kehilangan. Bahkan kisah Layla lebih tragis dari apa yang di alami Gerland. Seorang perempuan pasti akan sangat ketakutan. Saat ada orang yang ingin merenggut kehormatan dengan cara kasar. Apalagi itu kakak iparnya sendiri. Apa mereka harus memulainya lagi? Bagaimana jika Layla malah kembali bersama calon suaminya? Apa Gerland harus membunuh Layla, seperti yang ia lakukan pada Dextra? Entahlah, mungkin yang di bilang Xavier benar. Cinta hanya memperlambat mereka. Mungkin untuk saat ini, lebih baik Gerland berteman saja dulu dengan Layla. Biar takdir yang membawa arah hubungan mereka akan kemana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD