2. Dan Kita Berteemu

2154 Words
Dan Kita Bertemu Telah lama hatiku mati, tak pernah ada lagi hati yang berdebar Tak pernah hadir lagi detak jantung yang bergerak dua kali lebih cepat Namun karena Allah kita bertemu, hingga hadir kembali sebuah getaran dalam dada Getaran penuh sesak hingga aku tak kuasa menahan tangis yang membuatku ingin menyalahkan takdir. -Syauqillah Syadzahra-   *** "SUBHAANALLAAHI WABIHAMDIHI ASTAGFIRULLAAHA WA ATUUBU ILAIH (Maha Suci Allah dengan memuji kepada-Nya saya mohon ampun dan bertobat kepada-Nya)" senandung Syadza di sepertiga malam terakhir ketika dirinya tengah bersiap membangunkan seluruh penghuni rumahnya saat ini.Di sudut ruangan seorang pemuda yang lebih muda dari Syadza tengah menggerutu kesal pada kaka sepupunya yang biasa bersenandung ketika pukul 03.00 pagi ini, "Arrghh kak Aisya!!" teriaknya keras dari dalam kamar. Seorang gadis yang merasa dirinya dipanggil hanya tersenyum miring tak perduli. Haikal semakin kesal ketika suara bising semakin mendekati pintu kamarnya,  Haikal sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Terkadang bukan karena apa, hanya saja Haikal terkadang merasa merinding sendiri ketika di sepertiga malam terakhir mendengar seorang wanita bersenandung di pagi buta seperti ini. Semakin lama dan semakin jelas,  nada indah yang mengalun dari getar bibir sang Gadis pencinta Malam terdengar semakin merdu,  kalimat tasbih yang dilantunkan tak terdengar disetiap penjuru rumah,  namun hanya nada Indah yang mengalun hingga Haikal tersadar bahwa senandung yang ia dengar setiap sepertiga malam bukan berasal dari setan seperti jaman sekarang.  Senandung itu berasal dari bidadari kedua dirumahnya. Lama berkelut dengan pemikirannya,matanya ia arahkan pada jarum jam yang menunjukan pukul tiga kurang sepuluh detik. Haikal menghitung dalam batinnya. Satu Dua Tiga Belum selesai Haikal menyelesaikan hitungannya teriakan sang Bidadari rumahnya ini sudah berada di depan kamarnya. Tamat riwayatku aargggh! Gerutu Haikal dalam hatinya. "Haikal! Buka pintunya" panggil Syadza lembut sambil mengetuk pintu. Lima belas detik tak ada balasan dari sang penghuni kamar,  "Haikal bangun, sudah waktunya kita shalat Tahajud" kembali tak ada balasan, "Haikal,  bangun. Jangan menyia-nyiakan malam Haikal. Kau tau, Allah begitu rindu pada hambanya yang selalu bercerita ketika malam" "Haikal masih tidur tante" pekik Haikal "Astagfirullah’’ ‘’Haikal, segera bangun atau!’’ Ceklek. Belum sempat Syadza menyelesaikan kalimatnya terdengar bunyi kunci. Dengan sedikit lambat pintu terbuka, menampakan wajah pemuda 18 tahun yang cukup tampan dengan kulit putih dan bola mata coklat terang, Alis tebal dan hidung mancung. "Afwan kak,  Insyaallah tidak akan diulangi lagi" tutur Haikal sembari mengusap wajahnya yang terasa kusut. "Tak apa, tumben sekali harus Sya yang bangunkan?" tanya Syadza yang sudah berjalan menuju tempat wudhu bersama Haikal yang mengekor dibelakang.  Dengan kondisi tubuh normal bangun tidur sampai Haikal tidak sadar jika Syadza sudah berhenti tepat didepannya. Buk! "Astagfirullah Haikal!" pekik Syadza ketika punggungnya tak sengaja tertabrak Haikal cukup keras hingga tubuhnya terhuyung ke depan dan hampir saja jatuh jika Syadza tidak langsung memegang tembok pembatas antara kamar mandi dan ruang dapur. "Ya Allah,  Afwan kak Haikal ngga sengaja" ‘’Kamu tumben banget dek bangun kemalaman’’ ‘’Ya itu juga karena kaka yang malas untuk baca proposal taaruf dari ikhawan dan akhirnya jadi tugas ane kan’’ "Hehe,, ampun deh. Jadi gimana?" "Iya ngga gimana,  untuk kak Aira Syadza Azzahra yang paling cerewet dan cengeng sekali.  Sudahlah,  intinya Haikal akan seleksi yang paling baik untuk bidadari ini" jawab Haikal langsung memutar kran air dan segera berwudhu kemudian menunaikan Shalat Tahajud diikuti Syadza selanjutnya. Sejak selesai shalat Tahajud hingga selepas subuh waktu yang selalu digunakan oleh penghuni rumah ini adalah Murojjah dan tepat ketika Haikal sibuk dengan hafalannya juga sangat khusyuk berbeda dengan Syadza yang melamun menatap kosong Haikal sambil memikirkan apa yang Haikal ucapkan beberapa jam yang lalu. "Haikal?" panggil Syadza Haikal tidak menjawab meskipun mendengar Syadza menyebut namanya,  pikirnga tanggung karena hafalannya akan selesai beberapa ayat lagi. "Haikal?" panggil Syadza kali kedua. Haikal menyudahi hafalannya lalu ia arahkan wajahnya tepat dimana Syadza menatapnya dengam ekspresi cemas. "Haikal, Sya belum siap menikah" "Kenapa?, apa kak Sya sudah punya calon ya?" Deg.             Batinnya kenalan ikhwan saja dia tak punya apalagi calon. "Jangan dibahas yah?  Intinya Sya belum siap baca semua proposal taaruf itu, Insyaallah secepatnya" "Terserah kaka,  Haikal doakan yang terbaik" "Jazakkallah Khairan Haikal" "Wa iyyaki kak,  Kak Sya jangan bangunkan Haikal jika nanti Haikal terlambat bangun untuk Tahajud" "Loh?  Kenapa?" "Kamu tau kenapa setiap malam Sya mau repot bangunkan kamu,  padahal bisa saja Sya langsung shalat. Sya ngga mau berbuat kebaikan hanya untuk diri sendiri Haikal,  setidaknya keluargaku bisa menikmati indahnya Iman bermanja dengan Allah, menangis dalam dekapan doa,  menangis dalam dekapan sujud, dan bercengkrama dengan Allah kemudian disaksikan para Malaikat yang sengaja Allah kirim untuk hambanya yang bangun di sepertiga malam dan beribadah untuk Allah" ucap Syadza tersenyum memandang Al-Quran ditangannya.  Al-Quran penuh kenangan semasa hidupnya, Al-Quran dari Sang Rindu yang dititipkan padanya. Haikal hanya diam, memang benar apa yang dikatakan oleh saudara sesusunya itu.  Teringat Khadijah sang Ibu sering mengatakan bahwa shalat Tahajud itu sangat penting meskipun itu bukan bagian dari Shalat Fardhu namun memiliki keutamaan yang sangat dahsyat seperti anak panah yang melesat tepat pada sasarannya. "Haikal,  Keutamaan shalat tahajud itu sangat menguntungkan bagi kita seorang pendosa, Dari 'Aisyah ra., ia berkata : "Nabi saw, berdiri salat malam, hingga pecah-pecah kedua telapak kaki beliau. Saya bertanya kepada beliau : "Untuk apakah engkau berbuat ini, wahai Rasulullah, sedangkan engkau telah benar-benar diampunidosa-dosamu yang telah lewat dan yang akan datang?" Rasulullah saw, bersabda : "tak bolehkan aku menjadi hamba yang banyak bersyukur."(H.R Bukhari dan Muslim) Dari Ali ra, bahwasanya pada suatu malam ketika ia tidur bersama Fatimah, tiba-tiba Nabi saw, mengetuk pintu serta bersabda : "Kenapa kalian tidak mengerjakan salat?"(H.R Bukhari dan Muslim) Dari Jabir ra, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw, bersabda : "Sesungguhnya pada waktu malam terdapat satu saat, apabila seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah Ta'ala baik berkaitan denganku urusan dunia maupun akhirat, niscaya Allah mengabulkan permohonannya. Dan saat yang demikian itu ada pada setiap malam." (H.R Muslim)" Waktu Tahajud adalah waktu yang sangat Mustajab untuk berdoa,  Dengan Izin Allah doamu,  apa yang kita inginkan akan Allah kabulkan tergantung bagaimana kita meyakini doa kita. Waktu tahajjud adalah waktu yang tepat untuk berkeluh kesah,  berharap pada Allah.  Sungguh,  sia-sialah seseorang yang terbangun ketika di waktu sepertiga malam namun tidak melaksanakan Tahajud" jelas Syadza panjang yang hanya di balas anggukan oleh sang lawan bicara. Haikal Al Khaf adalah anak kedua dari Khadijah, mahasiswa semester satu dengan prodi Kedokteran Gigi dari perguruan tinggi Negeri terbaik nomor dua di Indonesia. Saudara sesusu yang sedikit lebih nakal karena usianya yang menginjak remaja. Tinggal bersama keluarga Khadijah mengurangi kerinduan terhadap Bundanya. Sosok bidadari Surga yang sudah 20 tahun tepat ketika ia lahir didekap rindu oleh sang Khalik dan dipinang oleh malaikat maut. Fatima Azzahra, sosok Ibu yang hanya mampu ia bayangkan dekapannya,  kecupan kasih sayang,  dan senandung shalawat ketika ia menangis.  Tapi Syadza tidak pernah berhenti bersyukur karena Allah masih mengizinkan Ayahnya untuk hidup lebih lama dan mengisi warna disetiap harinya.  Semoga Allah selalu memberkahi hidup dan mati keluarganya serta orang-orang yang mencintainya,  dan Allah mengizinkan teman-temannya untuk menjemput hidayah yang sudah berdiri Indah didepan mata,  doanya dalam hati. *** Khimarnya bergerak kekanan dan kiri bersama angin yang memeluk dingin lebih mengindahkan langkah kaki gadis pencinta malam menuju rumah kontrakan milik para Sahabat Fillah yang Insyaallah sampai Syurga milik Allah. Sudah pukul dua siang dan ia putuskan untuk silaturahmi bersama teman-temannya,  Nayla,  Tania dan Qori. Seratus meter ia tempuh dengan berjalan kaki tak terasa sudah dengan  telinganya yang di  sumpal dengan earphone yang memutar murotal dari Hafidz Qur'an favoritnya Muhammad Thaha Al-Junaedy. Tok tok tok "Assalamualaikum" salam Syadza dari luar sambil mengerikan kakinya pada lantai. "Waalaikummusalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab seseorang yang sudah tak asing suaranya untuk di dengar. "Aamiin" jawab Syadza "Alhamdulillah,  Ahlan Wa sahlan Aisya" sapa Nayla tak kalah lembutnya. "Hihihi Syukron kak,  Sya ngga disuruh masuk?" tanya Syadza terkekeh karena ia sudah mencium bau coklat hangat dari dalam "Hehe silahkan sayang" jawab Nayla sambil merangkul Syadza masuk. "Oiya Aisya? Nanti selepas Ashar bisa temani aku menemui Nazar di kontrakan?  Sedikit mengantar makanan untuknya,  bagaimana?" tanya Nayla sembari berjalan menuju ruang makan dimana mereka semua sering berkumpul dan ber Murojjah bersama. "Mm, Naam kak.  Tapi tumben sekali?" "Jadi begini dek, katanya ada orang baru yang ikut menempati kontrakan bersama Nazar.  Aku juga belum tau siapa,  maka dari itu nanti sekalian kita lihat siapa dia.  Dan supaya tidak menimbulkan fitnah kamu aku ajak" jelas Nayla. "Begitu,  baiklah dengan senang hati" jawab Syadza sambil tersenyum lalu matanya menatap berbinar pada gelas kaca yang sudah berisi coklat hangat. "Matanya matanya biasa aja kali Sya" ledek Tania yang berjalan dari arah kamar mandi. "Hihihi, kamu kaya ngga ngerti aja" jawab Syadza lalu tertawa sambil menatap Tania yang sudah memutar bola matanya malas. "Zyaaa terserah kamu" "Hahaha,  dasar mirip ya sama kak Hafidz" "Aira Syadza!" ancam Tania ketika Syadza puas membuat pipinya merona sementara Syadza hanya menatap Tania cuek. Sesuai apa yang sudah direncanaka,  kini mereka sudah berada didepan pintu kontrakan kembaran Nayla. Tidak langsung mengetuk pintu malah keduanya sibuk melempar siapa yang akan mengetuk pintunya. "Sya,  kamu saja" "Iih Sya ngga mau kak,  malu" "Aku juga malu,  bukan hanya kamu" "Ya udah kak Nay aja,  kaya ngga biasanya aja kal Nayla nih" "Iya tapi kan ini beda,  ada ikhwan lain di dalam" "Udah ah buruan kak,  keburu gelap loh" "Resiko bawa anak kecil nih ngga mau ngalah" Nayla mengarahkan tangannya kearah pintu dengan ragu,  Bismillah,  batin Nayla. Tok Tok Tok Akhirnya dengan perasaan yang sangat khawatir pintu berhasil di ketuk meskipun dengan suara yang lirih dan detik berikutnya mereka kompak membalikan badan mengingat salah satu adab bertamu yang diajarkan oleh Rosulullah SAW.Tak lama terdengar suara pintu terbuka menampilkan sosok yang tidak asing bagi keduanya. Nayla menoleh, sedangkan Syadza masih dalam posisinya membelakangi pintu mengingat Nazar bukanlah Mahramnya sehingga ia tak bisa bebas memandang. Baru saat Syadza hendak menoleh ke arah pintu untuk sedikit memberi senyum agar sopan, Ia dikejutkan karena salam dengan suara yang sama seperti beberapa hari ia dengar ketika Shalat di masjid kampus,  suara yang juga membuatnya meronta ingin pergi dari tempat ini sekarang juga. "Maaf, bang Nazar sedang keluar sebentar" akhirnya suara bariton yang ia kenali itu kembali terdengar, dan detik itu juga Syadza mematung, ia menahan napas, gelayar aneh mulai menjalar di tubuhnya, jantungnya bergerak tidak normal hingga memberikan efek ke seluruh tubuh. Tubuhnya bahkan sulit untuk di gerakan, ia kehilangan fokus bahkan ia tidak mendengarkan apa yang Nayla bicarakan dan lelaki itu, karena Nayla juga mengenalnya. Tentu saja, sejak dulu nama itu sangat terkenal di sekolahnya. Syadza beristighfar pelan, sebegitu dasyatnya kah efek lelaki itu pada dirinya. Ia kira perasaan itu sudah lama mati seiring berjalannya waktu. Dan ternyata takdir berkata lain, mereka di pertemukan kembali setelah bertahun-tahun tidak bertemu karena Nazar yang mereka ucapkan. "Syadza!" Syadza terkesiap, panggilan Nayla dan senggolannya menyadarkan ia dari lamunan. Perlahan dengan keraguan Syadza berbalik menghadap pintu. Tepat, saat itu juga keduanya sama sama terdiam, wajah mereka sama-sama menampakan ekspresi terkejut. Syadza menundukan pandangan dan sibuk mengontrol dirinya. Lelaki itu tertenggun, sebenarnya ia sudah curiga ketika akhwat yang mengaku sebagai kakak temannya ini memanggil nama yang selama ini ia hindari dan ternyata benar, takdir kembali mempertemukan mereka. "Kamu kenapa?" tanya Nayla heran saat melihat Syadza yang melamun dan aneh, pipinya merona. Syadza yang sadar ditanya oleh Nayla hanya menggeleng pelan, ia beristighfar dalam hatinya. Syadza mematung, hatinya memohon ampun pada rabbnya dan mengucap apa yang ingin segera ia curahkan pada rabbnya Ya allah, sang pemilik catatan lahul mahfudz, Jika kedatangannya dan pertemuan kami bagaikan desiran angin yang hanya lewat di hadapanku. Maka ambilah dia dari pandanganku agar aku tak berharap untuk memilikinya. Namun, jika kehadirannya bagaikan hujan yang turun ketika dibutuhkan dan karena Ridho darimu, maka jadikanlah ia pahala bagiku, yang akan menuntunku menuju Surgamu dan jadikanlah tangannya pahala bagiku yang akan menghapus air mataku dalam suka maupun duka. Doanya dalam hati dan langsung pergi meninggalkan Nayla dan lelaki itu tanpa pamit. Ya, dia Asyraf Syauqillah Arsyad. Lelaki yang selama ini ia hindari dan selalu ia adukan pada rabbnya ketika Usai Shalat, ketika ia berdoa, ketika waktu antara Adzan dan Iqomah, ketika waktu di sepertiga Malam, ketika sahur, ketika hendak berbuka puasa dan diwaktu yang Mustajab untuk berdoa. Lalu hari ini adalah jawaban atas apa yang ia tanyakan pada Rabbnya, jawaban atas doa dan harapnta.  Lantas? Apakah doanya yang lain akan di jabah oleh rabbnya dan memberikan sebuah teka-teki yang sulit ia pahami. Entahlah, saat ini yang ia tau hanya langsung pergi dari tempat ini. Nayla yang sadar keanehan adik tingkatnya ini langsung berpamitan pulang dan ketika berbalik ia sudah mendapati Syadza yang berjalan meninggalkan kontrakan Nazar, ia juga sempat melirik lelaki di depannya ini, lelaki ini sama-sama melamun dan memandang ke arah lain menyisakan suasana canggung diantara mereka ditambah Syadza yang mendadak merona dan langsung berjalan terbirit-b***t meninggalkan kontrakan. Tidak mungkin kecanggungan ini terjadi tanpa sebab bukan? Batinnya. Nayla langsung menyusul Syadza setelah menitipkan kotak makannya dan mengucap salam. Ia menggelengkan kepalanya melihat Syadza yang sudah sangat jauh dan ia harus berlari untuk menyejajarkan langkahnya dengan gadis itu.                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD