bc

Syauqillah Syadzahra

book_age12+
690
FOLLOW
3.1K
READ
sadistic
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Tembok besar dan kukuh menghadang hatiku begitu tegak, takkan roboh dalam sekejap hingga membuatku mundur sejauh yang aku bisa. Dari sebuah tembok penghalang, aku merasa bahagia, meski hanya mendengar tawa dan menatapnya tanpa bisa memilikinya. Terkadang aku terlalu lelah hingga menyalahkan takdir yang tak seharusnya kusalahkan.

Ya Allah, mengapa aku harus bertemu lagi dengannya? Mengapa engkau mempermainkan hatiku? Aku merasa tak sanggup, tak mampu kembali untuk berdiri menatap bayangnya yang kian jelas di mataku. Mengapa takdirku semiris ini, Ya Allah? Tak bisakah Engkau melihat aku yang kian lemah karena cinta yang tak berujung ini?

Allah, tolong aku! Segera lepaskan hatiku dari pedang luka yang begitu tajam menikam hatiku ini.

-Aira Syadza Azzahra-

chap-preview
Free preview
Takbir yang Menggetarkan dari Sang Rindu
Takbir yang Menggetarkan dari Sang Rindu “Semakin aku teringat pada masa lalu yang pahit, ada berbagai macam pilihan untukku. Semakin larut dalam kesedihan, semakin luka batinku dan semakin merasakan penyesalan atau malah lebih banyak bersyukur. Tiada yang sia-sia dalam hidup karena Allah.” - Syauqillah & Syadzahra -   *** Matahari kini berada di depan menandakan waktu zuhur  telah tiba. Sementara semilir angin menggoyangkan ranting pohon yang seolah menyambut kedatangan gadis berkhimar panjang itu. Kumandang azan yang begitu menyentuh hati dinikmati oleh gadis yang sedang melangkahkan kakinya menuju rumah Allah. Peluh di balik khimarnya sudah meronta minta untuk disegarkan oleh air wudu. Gadis itu tersenyum kala mengingat betapa beruntungnya ia masih diberi hidup dan kondisi tubuh yang sempurna karena Allah. Ia tak habis pikir bagaimana orang-orang yang kurang bersyukur dalam hidupnya, puaskah mereka atau malah meminta lebih? Jawaban itu hanya ada di angan seorang gadis berkhimar panjang sepaha itu. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena dikagetkan oleh gadis dari arah lain. "Assalamualaikum, Sya!" Tania memberi salam. "Maasyaallah! Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Tania. Ada apa mengagetkanku? Untung refleksku tidak begitu mengerikan. Coba bayangkan jika yang aku bawa itu benda tajam. Tamat riwayatmu, Tania. Astagfirullah." Gadis itu mengusap dadanya yang tertutup khimar, berusaha menetralkan detak jantung. Sementara orang yang dituju malah cekikikan melihat sahabat karibnya mengeluarkan pembukaan ceramah di hari yang cukup panas ini. "Hihihi, maaf, Sya. Abis kamu kalo jalan nggak pandang apa-apa jadi ya aku kagetkan.” Tania berusaha membela diri. "Oh iya, Sya, kamu mau salat atau ...." Tania menggantungkan kalimatnya. "Mmm, sudah waktunya zuhur, Tania. Apa kamu akan ikut salat denganku? Jika iya, ayo cepat kita ke masjid sebelum dimulai," ucap Syadza sembari tersenyum dan menggandeng tangan sahabatnya itu. Senyum milik sang Zahra yang membuat siapa saja akan menegang karena begitu teduh jika dipandang. Wajahnya yang putih bersih selalu menampakkan rona merah dan tuturnya yang lembut membuat siapa saja patuh. Diiringi zikir yang terucap dari batin dan sesekali bibirnya bergerak mengikuti lafaz yang dibaca dalam hati, tanpa sadar mereka sudah sampai di halaman masjid tempat di mana bibirnya bergetar mengucapkan ayat-ayat Alquran saat kegiatan Murojjah bersama para sahabat dan ustazah dan juga masjid yang menjadi ciri khas di salah satu universitas islam negeri ternama di kota itu. Aira Syadza Azzahra seorang mahasiswa dari Jurusan Pendidikan Agama Islam yang selalu diam tanpa kata. Hanya rangkaian huruf dalam sebuah note kecil yang mewakili segala rasanya, sedangkan seorang gadis berkhimar panjang sepaha yang matanya teduh bak mendung yang tak kunjung hujan itu bernama Tania, mahasiswa dari Jurusan Kimia. Mereka dipertemukan karena kehendak Allah dalam suatu perkumpulan majelis dan kajian khusus akhwat yang rutin diadakan setiap Selasa dan Kamis sore. Syadza dan Tania buru-buru melepas atribut yang sekiranya menganggu proses bersuci. Mereka melaksanakan wudu dengan khidmat karena salat yang baik berasal dari wudu yang baik, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadis, Dari Umar -radliyallaahu 'anhu- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam bersabda : Tidaklah seseorang berwudhu' dan menyempurnakan wudhu'nya, kemudian berdoa: "Asy-hadu an laa ilaaha illallaah wa anna muhammadan abdullahi wa rosuuluh" kecuali akan dibukakan untuknya pintu surga yang delapan, dan ia bisa masuk melalui pintu mana saja yang dikehendakinya. (H.R Muslim) Semenjak saat itu, Syadza berusaha untuk menyempurnakan wuhu. Dia tidak pernah bermain-main dengan wudu karena ia berpikir ke arah yang lebih jauh dan membidik pada sebuah jawaban. Apabila wudunya tidak sempurna, lalu bagaimana dengan shalatnya? Apa Allah mau menerima salatnya, sementara wudunya saja tidak benar? “Masya Allah,” batin Syadza. Setelah selesai menyucikan tubuh, Tania yang jenuh menunggu sahabatnya bersuci itu berseru memanggil dengan nada ketus. "Sya, udah belum sih?! Salatnya hampir dimulai, tuh. Kebiasaan deh.” "Sudah, tunggu sebentar," ucap Syadza sambil mendekati Tania yang menyilangkan tangannya di depan d**a. "Hehe, udah ayo," ujar Syadza sembari menghangatkan hati sahabatnya itu dengan menarik dan merangkul menuju rumah Allah. "Allahu Akbar." Imam menyerukan takbir, pertanda salat akan dimulai. Syadza mematung di tempatnya. Ia menegang mendengar lafaz takbir yang di kumandangkan imam siang ini, tubuhnya gemetar, dan keringat dingin mulai membasahi tubuh, sementara jantungnya berdetak tidak normal. “Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah. Ya Allah suara itu. Dia ada di sini,” batin Syadza sembari memejamkan mata menghentikan pikirannya yang melantur entah ke mana. Selepas salat, ia melamun di atas sajadah, merenungi salatnya yang tidak khusyuk hanya karena suara imam shalat yang sangat dikenalinya. Sejujurnya, Syadza begitu penasaran apa benar imam salat tadi adalah lelaki itu, tapi bagaimana bisa ia ada di sini? Ya Allah, takdir apalagi ini? Tanpa sadar, air matanya luruh begitu saja. Tania  mengamati sahabatnya yang bersikap tidak seperti biasanya.  Biasanya, seorang Syadza akan menyibukkan diri dengan berzikir dan berdoa kepada Rabbnya selepas salat, tetapi kini gadis itu tengah melamun. Bukankah itu suatu kejanggalan? Tania melihat sendiri bagaimana seorang Syadza selalu menyembunyikan tangisnya. Syadza langsung mengusap air matanya yang  hampir luruh. Gadis itu tersenyum, menatap Tania seolah-olah tak terjadi apa pun. Syadza yang sadar telah diperhatikan, akhirnya terdiam. Senyum yang membingkai bibirnya perlahan memudar. "Tania," Syadza memanggil nama sang sahabat dengan lirih, menundukkan pandangan dari Tania. Tania membawa tubuh Syadza ke dalam pelukannya, sadar bahwa perasaan sahabatnya itu tidak dalam keadaan baik. “Dia di sini Tania, apa yang harus aku lakukan?’’ “Syadza, kumohon tenanglah. Siapa yang kamu maksud? Aku sama sekali tidak mengerti.” “Hiks … Tania, dia ada di sini. Dia mengucapkan takbir. Tania apa yang harus aku lakukan?! Aku mohon bantu aku … Astagfirullah” "Sya isbhiri, kuatkan hatimu. Tenanglah, Ma fi qolbi ghairullah, Sya. Ingat." Tania berusaha menenangkan perasaan sang sahabat. "Astagfirullah ....” Syadza tersadar seketika. “Ma fi qolbi ghairullah," ucapnya berkali-kali hingga bersujud memohon ampun pada Yang Maha Pengampun. Meskipun hanya sekecil debu, rasa yang turut melukai hati Tania ketika melihat sahabatnya menangis yang dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya, siapa yang dimaksud sahabatnya, siapa yang telah mengucap takbir hingga membuat hati yang terhalang tembok besar milik sahabatnya itu gemetar, siapakah yang mengucap takbir hingga membuat matanya yang teduh memerah mengalir sungai kecil membasahi pipinya yang merona, siapakah sebenarnya pemuda yang kembali hadir dalam hidup sahabatnya? Dan siapakah yang akan menutup luka hatinya yang kian membesar? “Wahai Allah, takdirkan sesuatu yang indah dalam hidupnya, agar tak ada lagi tangis pilu yang terdengar sia-sia.”  Tania berdoa dalam hati sembari menatap lafaz Allah di hadapannya. "Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi alla diinik. Wahai Zat Yang Maha Membolak-balikkan Hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu," ucap Syadza dalam hatinya dan terseyum memandang lafaz Allah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

You're Still the One

read
117.6K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.1K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.6K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.5K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook