Bab 1

1077 Words
"Sayang, kamu tahu gak. Aku di terima kerja. Perusahaannya besar sekali." Seru Sherry tersenyum tipis, walau pun ia tahu tidak akan ada jawaban dari Nathan. Sherry duduk di kursi samping ranjang Nathan, ia meraih tangan Nathan yang terinfus. "Kamu gak kangen sama aku? Gak bosan apa tidur terus. Seharusnya kita bisa dinner ngerayain aku dapat kerja. Nanti kalau kamu bangun pasti kamu gak bisa ledekin aku anak kampus lagi." Dan bodohnya lagi Sherry selalu berharap Nathan sadar, tersenyum padanya. Tapi kenyataan itu sulit untuk digapainya. Setiap malam Sherry selalu menyelipkan air matanya berharap Nathan agar cepat sadar. "Kamu cepat sadar ya. Aku kangen sama kamu, aku pulang ya. Besok pulang kerja aku kesini lagi. I Love you, sayang." "I Love You too." Ucap Sherry seakan meniru cara bicara Nathan. Sherry sampai lupa memberitahu Raga tentang pekerjaan yang baru di dapatnya. Ia sangat berantusias memberitahu Raga. Sherry menunggu ojek yang dipesannya untuk pergi ke coffe shop milik Raga. Sejak jaman sekolah Raga memang memiliki usaha coffe shop yang di warisi oleh ayah Raga sebelum meninggal dunia. Coffe shop itu sudah seperti jiwa Raga yang tak bisa terpisah dalam hidupnya. "Mbak Sherry ya." "Ojek yang saya pesan ya." "Iya mbak. Sesuai aplikasi ya." "Iya." Sherry menikmati angin malam itu ia tak duduk di motor dengan memegang satu tangannya pada pundak tukang ojek. Sambil menatap langit malam yang indah Sherry mengingat kenangan bersama Nathan, ia kembali menangis. Nathan dan Sherry selalu menghabiskan malam bersama hanya untuk menatap bintang, rasa rindunya semakin dalam. Setahun yang lalu seharus malam itu jadi hari bahagia Sherry, Nathan dan Sherry bertunangan. Tapi semua pupus di telan lautan. Dia mendapat kabar Nathan kecelakaan mengalami koma ketika perjalanan menuju pulang dari acara pertulangannya. Hancur... Saat itu juga Sherry hancur, apalagi pihak rumah sakit mengatakan Nathan tidak sendiri. Dia kecelakaan bersama seseorang yang sampai sekarang dia tidak tahu siapa. Bisa jadi itu keluarga Nathan yang ikut bersamanya. Sherry menyeka air matanya, di tersadar saat motor yang di tumpanginya berhenti seperti menabrak sesuatu. "Astagfirullah... Hati-hati dong, Pak." "Maaf, Mbak. Tiba-tiba ada mobil melintas saya kaget." Sherry turun dari motor menghampiri mobil McLaren 570S, ia dengan berani menepuk keras kaca mobil tersebut. "Eh... Turun. Punya mata gak sih? Jangan karena orang kaya seenaknya." Kata Sherry dengan nada tingginya. Lelaki yang di dalam mobil tampak menatap Sherry dengan sebal, ia seperti mimpi buruk harus kembali bertemu dengan perempuan yang beberapa hari yang lalu terkurung dengannya di rooftop. Arka keluar dari mobilnya, tampilannya sangat cool dengan setelan jas yang ia kenakan. "Argh.. kamu lagi. Kamu buntutin saya. Pasti hidup saya sial kalau ketemu kamu." Sambar Arka dengan nada jengkel. "Kamu!" Sherry berkacak pinggang, ingin sekali ia mencengkram wajah pria sombong yang dihadapannya. "Kamu pikir aku kurang kerjaan ngikuti orang gak berguna kayak kamu." "Apa kamu bilang!" Arka meninggikan suaranya sambil bersender di mobil mewahnya. "Kamu harus minta maaf sama Bapak ojek ini. Kamu pikir cari uang mudah." Cela Sherry. "Oh.. jangan karena kamu orang kaya bisa melakukan apapun, merendahkan orang miskin seperti kami." "Ah lalu kamu maunya apa?" Arka menerkam tangan Sherry dengan kuat. "Minta maaf!"Sherry menepis paksa tangannya yang sudah kesakitan. "Haha..." Arka tertawa remeh. "Maaf? Tidak akan pernah, kamu gak lihat mobil mahal saya hampir lecet gara-gara ojek kamu ini." Arka mencibir permintaan Sherry. Hal yang paling tidak disukai Arka adalah minta maaf. Tidak akan pernah dalam hidupnya untuk minta maaf. Dia bisa mengeluarkan uang berapa saja, tapi tidak untuk kata maaf. "Kamu harus tanggung jawab dong, gara-gara kamu, aku hampir lagi jatuh." Ujar Sherry tak terima. "Tanggung jawabkan. Baik!" Arka merogoh saku celananya, ia mengeluarkan uang dari dompet beberapa lembar. "Ini..!! Cukupkan." Dia memberikan uang itu pada Sherry. Sherry membuka lebar mulutnya, ia tak terima di rendahkan begitu saja. Padahal niatnya baik untuk menolong tukang ojek yang malang itu. "Dasar laki-laki tak tau diri." Umpat Sherry. "Berisik! Saya gak ada waktu ngeladeni perempuan kurang kerjaan seperti kamu." Kalimat Arka sontak melahirkan kebencian pada Sherry. "Kamu!" Sherry menggeram sambil telunjuknya menunjuk kearah muka Arka yang sama sekali tak memperdulikannya, bahkan tanpa berdosa pergi begitu saja. *** Sherry kembali melanjutkan perjalanannya yang sudah tak jauh lagi. Ia terperangah saat turun dari motor. Sherry kaget melihat keadaan Coffe shop milik sahabatnya yang berantakan, kursi berserakan sembarang. Dengan cepat Sherry mencari Raga. "Raga... Raga..." Teriak Sherry memasuki dalam coffe shop. Raga berbalik dengan muka lebamnya seperti habis berkelahi. "Sherry, ngapain lo kesini. Udah malam." Lirih Raga menahan sakit. "Astaga muka lo kenapa?" Khawatir Sherry menyentuh wajah Raga. "Gue gak apa-apa. Masalah kecil doang." "Gak papa gimana? Lihat muka lo luka gini. Biar gue obatin luka lo dulu." Sherry pergi mencari kotak p3k. "Gue tahu ya lo jagoan tapi jangan berantem melulu. Lo bukan anak kecil lagi, Raga. Pusing gue lihat lo!" "Bawel banget sih lo! Udah gak di undang, ngedumel lagi." "Bener-bener ya lo!" Sherry berkata sambil menekan kuat muka Raga yang terluka. "Aaawwwhhh. Sakit bego!" Ringis Raga sebal. Sherry menatap tak kalah sebal pada Raga, ia menggerucut bibirnya. Dia tahu Raga, tidak akan berkelahi kalau bukan orang itu duluan cari masalah padanya. "Sekarang lo jelasin, kenapa muka kayak gini." Raga memijit pelipisnya. "Gu-- Gue... Gu--" "Gagu lo!" Raga menatap lelah menanggapi kalimat menjengkelkan dari Sherry. "Lo bisa gak sih nyambar kayak petir." Ujar Raga menarik rambutnya sendiri seperti orang yang tengah frustasi. "Maaf deh! Yaudah lanjutin." Raga menghembuskan napas panjangnya. "Gue ada masalah, seperti coffe shop untuk sementara harus di tutup." "Kenapa? Kan penjualannya bagus, ramai lagi yang nyantai disini." "Itu dia masalahnya. Lo taukan gue pernah minjam uang untuk memajukan usaha gue. Dan sekarang batas waktu pembayarannya udah terlambat, kalau dalam 6 bulan gue gak lunasi, terpaksa mereka mengambil tempat ini." Ucap Raga kecewa. "Hah! Gila lo! Jadi lo nyerah, ini kan satu-satunya usaha lo, ga. Raga yang gue kenal bukan orang yang gampang menyerah." Sherry tak terima, jika usaha sahabatnya bangun dengan susah payah harus kandas begitu saja. "Mau gimana lagi gue? Dalam 6 bulan gue harus dapat 100 juta. Mimpi gue!" Pesimis Raga, dia tak yakin semua itu bisa terkumpul, belum lagi gaji karyawan tiap bulannya. "Lo jangan nyerah dong! Gue baru dapat kerja. Gimana kalau gue bantuin lo." "Enggak.. Enggak.. gue gak setuju. Lo udah terlalu banyak bantu gue, Sher." "Karena lo sahabat gue. Lo juga selalu jagain gue, dengarin curhat gue. Lo itu sahabat terbaik gue. Pokoknya lo harus terima, gue balik dulu." "Tapi, Sher..." Seperti biasa Sherry selalu semaunya, membuat Raga menggeleng melihat wanita itu sudah berlari pergi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD