Frustasi

1501 Words
Alkisah di suatu negeri. Hiduplah seorang pangeran “tamvan” rupawan nan hartawan juga kepinteran. Pangeran itu selalu menebar senyum ramah pada semua orang. Tanpa memandang siapa orang tersebut. Ia adalah pangeran berkuda putih yang diturunkan Tuhan sebagai pengganti Adam yang penuh kekurangan. Ia dilahirkan dengan takdir memperbarui peradaban manusia yang terbelakang. Nama pangeran tersebut adalah Var. Pangeran Var merupakan putra dari Raja Val yang memimpin kerajaan Uni Intergalactical alias UI. Kerajaan UI  berseteru dengan kerajaan Uni Growl Masseffect alias UGM. Kedua kerajaan terus bersaing dalam menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas dari akademi pendekar nasional. Beratus-ratus tahun perseteruan berlangsung tak juga menemukan akhir. Kedua belah pihak mulai jenuh pada perseteruan mereka sendiri. Mengapa terus berseteru? Toh, kedua kerajaan berdiri di dunia. Dan hidup di kolong langit yang sama. Menghirup udara dan memakan makanan yang sama. Mengapa harus terus berseteru? Mereka pun damai. Demi memperkukuh perdamaian diantara mereka. Raja Val dan Raja kerajaan UGM memutuskan untuk menikahkan dua keturunan mereka: Pangeran Var dan Putri YPC (Yang Penting Cantik). Alam semesta pun damai sampai kiamat. Tamat. . . . . . . .  Ada yang disebut dengan alam semesta paralel di dunia ini. Paralel merupakan nama suatu kondisi di mana dua hal berjalan berkesinambungan atau beriringan. Alam semesta paralel adalah suatu tempat yang dipercaya ada dan berjalan beriringan dengan alam semesta kita. Mengapa berkesinambungan? Karena keputusan yang akan muncul di alam semesta paralel dipercaya merupakan lanjutan dari keputusan yang kita lakukan di dunia ini. Misalnya… Armin. Sebagai anak yang cerdas lebih memilih untuk menjadi ahli nuklir. Namun, di semesta paralel. Bisa jadi Armin lebih memilih untuk menjadi Youtuber atau content creator. Keputusan yang kita ambil di semesta paralel pasti berbeda dari keputusan yang kita ambil di alam semesta ini. Sama seperti cerita yang baru aku tulis. Var adalah seorang pangeran sempurna yang bisa hidup selama ratusan tahun. Sementara Var di dunia ini . . . mentok-mentok hanya berumur enam puluhan saja. Apakah Var dalam cerita yang kubuat ini ada? Atau tidak? Kalau ada dia di mana? Kalau tidak apa alasannya? Aku sangat suka menulis cerita dengan tokoh utama bernama Var. Aku suka membayangkan banyak kondisi di alam semesta paralelku. Seperti . . . apa yang akan terjadi kalau Ayah dan Bunda tidak bertemu. Tentu aku tak akan ada di dunia ini. Atau kalau saja lahir. Bisa jadi dari sisi Ayah atau Bunda saja. Apa gerangan yang akan terjadi apabila lulus dari SD aku tak memilih masuk ke SMP ini. Mungkin yang standarnya di bawah sekolahku sekarang. Bisa jadi aku tidak akan berjumpa dengan Baek dan Akio. Dua orang remaja yang kini menjadi sahabat terbaikku. Aku juga tak akan mengenal dua puluh tujuh siswa lain dari kelas ini. Semua bagaikan nostalgia. Rasanya baru saja kemarin mereka bersusah payah untuk masuk ke sekolah ini. Sekarang sudah kelas sembilan saja. Tanpa terasa tiga tahun penuh metafora dalam rasa sebentar lagi akan terlewati. Terlintasi bagai tiga detik yang tak berarti. Semua hanya demi masa depan yang kini kami wanti-wanti. Goodbye tomorrow, friends. Tsaah. “Kumpulin tugas lo!” perintah Baek setengah berteriak. Ah, anak ini sungguh mengusik orang sedang senang-senang saja. “Sorry dorry morry, Class Leaders. Tugas sudah aku kumpulkan di hari saat Bu Sista memberi tugas,” beritahuku tenang. Ya, seorang pangeran di alam semesta lain harus selalu elegan. “Emang iya, Bu?” tanya Baek. Menoleh ke Bu Sista di meja guru. “Oh, iya, Ibu lupa. Dia emang udah ngumpulin,” jawab Bu Sista. Baek sebagai ketua kelas melanjutkan tugasnya mengakomodir pengumpulan tugas anak-anak sekelas. Dia memang tipe perkeja keras yang cocok ada di posisi atas. Oh Baek, kamu memang baik. Sayang saja. Tidak sebaik aku. “Nah, semuanya. Sekarang kita ulangan mendadak,” kata Bu Sista. Menurutku Bu Sista ini mirip colokan. Ucapannya seringkali mengejutkan. Hanya untuk mereka, sih. Anak-anak sekelas langsung riuh. “Yaah, Bu. Kok tiba-tiba banget?” tanya seorang siswa tak terima. “Kalau nggak tiba-tiba namanya bukan ulangan mendadak,” jawab Bu Sista datar. Bu Sista. Aku suka gayamu. Ulangan mendadak memang paling ampuh untuk mendisiplinkan para siswa tentang betapa pentingnya belajar setiap hari. Hampir tiga tahun sekolah di SMP A1. Kamu adalah guru favoritku. Baek maju ke meja Bu Sista dengan penuh tanggung jawab. “Akan saya ambilkan soalnya, Bu.” “Nggak ada. Soal saya dikte. Saya beri satu menit. Nggak ada pengulangan,” respon Bu Sista tegas. Kelas semakin senyap. Aku tahu dalam hati mereka kesal pada guru Biologi yang masih muda itu. Tapi, yaah… itu masalah kalian. Ulangan dimulai. Ciri khas Bu Sista kalau memberi ulangan mendadak: soal sedikit jawaban berlembar-lembar. Istilah membaca cepat adalah skimming. Aku ingin tahu apa istilah menulis cepat. Keterampilan itu sangat dibutuhkan untuk menghadapi guru macam Bu Sista. Setengah jam kemudian. Usailah sudah ulangan mendadak Bu Sista. Anak-anak lain menghela nafas lega seolah baru saja dilepas dari jerat kematian. Selain aku… anak yang tetap terlihat tenang adalah Akio. Karena duduk paling depan. Ia  langsung sibuk mengomandoi estafet lembar jawaban. Padahal sudah kelas sembilan. Tapi, pelajaran Biologi juga rasanya begitu-begitu saja. Tidak menantang sama sekali. Matematika. Kimia. Fisika. Semua pun sama. Ada yang menantang sedikit paling kesenian. Apalagi seni musik. Tapi, aku tidak tertarik. Jadi bingung kan SMA nanti harus masuk mana. . . . . . . . “Taik lu. Udah ngumpulin dari awal tapi nggak mau bantuin kita sama sekali,” umpat Baek. Mencomot baksoku tanpa permisi atau basa-basi. “Ahahaha, udahlah, Baek. Kali aja dia pengen bikin kita jadi lebih mandiri,” bela Akio. Akio, kamu memang teman terbaikku. “Mandiri apaan? Dia tuh kikir sama ilmu. Pengen banget gue sabet mahkotanya di UN. Lihat aja nanti,” tekad Baek. Tatapannya tampak sangat b*******h. Akio memasukkan sesendok gado-gado ke mulut. “Muahkuota uapa, yua? (mahkota apa, ya?)” tanyanya. “Akio, apakah engkau tidak mengetahui apa gerangan mahkota yang tengah aku kenakan?” tanyaku heran. Ini orang Jepang (namanya doang) kudet sekali. Baek langsung menutup mulutku dengan telapak tangan. “Please! Hilang selera makan gue denger lo ngomong.” “Hehe, iya, gue inget,” cengir Akio. “Emangnya ada ya orang dapet rekor MURI hanya karena seumur hidup dapet ranking pertama?” tanyanya. “Kalo yang pertama jeleknya ya pasti nggak ada. Ini ranking satu satu sekolahan,” jawab Baek. “Kalo emang sepintar itu sampai bisa dapetin rekor MURI. Kenapa orang itu masih harus sekolah?” tanya Akio heran. Benar juga. Baru sadar aku. Kenapa, ya? “Kalo dia nggak sekolah. Nggak dapat ranking satu. Nggak jadi dapat MURI, dong,” terang Baek sambil mengacung-acungkan jari telunjuknya. “Berarti dia nggak pinter-pinter amat, dong. Nggak usah dapat MURI segala,” balas Akio tak mau kalah. “Ya tapi . . . ” Terciptalah sebuah paradoks baru. Mereka berdua sama sekali tidak peduli yang dibicarakan ada di depannya. “Wahai teman-temanku yang budiman,” potongku. “STOP!” teriak Baek. “Udah gue bilang. Jangan pernah ngomong! Terutama pas di kantin. Oke?” tanyanya. Cih, s****n mereka. Padahal aku adalah Imam Mahdi bagi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan para remaja. Malah dilarang bicara. Kalau dibiarkan seperti ini terus… entah bagaimana masa depan anak muda negeri ini Dan ia pun memasang pose frustasi ala kejatuhan saham Wallstreet. “Ada apa dengan dia?” tanya Baek melihat salah satu sobatnya aneh.  . . . . . . .   Main Character’s Provaille - 1# Ariy Nama lengkap            : Ariyantha Malam Bulan Untuk Daniswara TTL                               : Minato, Jepang, 17 April Hobi                              : Mencari kutu beras Favorit                          : Berpikir Yang dibenci               : Kebencian itu apa, sih? Cita-cita                       : Punya cita-cita, mungkin? Catatan pribadi           : Menguasai empat puluh tujuh macam bahasa dari seluruh penjuru dunia, enam jenis seni perlindungan diri alias beladiri, serta memiliki keahlian untuk memainkan sepuluh buah alat musik Ciri Khas Karakter       : Tipe manusia (tipe karakter maksudnya) yang akan muncul di saat belakangan, tapi pada akhirnya malah jadi muncul terus. Ia paling tidak suka pada perhatian yang diberikan oleh banyak orang. Meski pada kenyataannya ada banyak orang yang ingin memperhatikan orang ini. Sangat peduli pada apa yang dirasakan oleh orang lain walau dari luar mungkin tak terlihat seperti itu. Sering kali membuat lawan jenis gendernya merasa salah paham Pesan karakter            : "Hidup ini membosankan sekali. Semua hal sangat mudah untuk didapatkan. Apa sih itu kesulitan? Apa sih itu impian? Semua yang aku inginkan dapat dengan sangat mudah aku dapatkan. Hidup ini sangat membosankan. Aku merasa sangat tertekan. Kenapa tidak ada tantangan yang berarti? Ahh, seperti judul bab ini, aku sangat  frustasi . . . Tuhan, beri aku kesulitan!" Pesan author untuk karakter    : "Lihat saja nanti, Ariyantha. Akan saya buat kamu menyesal karena sudah meminta hal semacam itu pada saya . . . " + + + + + + + [ TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikuti aku, menambah cerita ini ke perpustakaan atau daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote love pada cerita ini. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku - . < ] Ikuti terus ceritanya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD