PART 2

1080 Words
Poppy Millers Perkenalkan, aku Poppy Millers. Hidupku dipenuhi hura-hura belaka, karena memang tanpa kuminta, uang akan selalu datang bersama dengan rentetan kebahagiaan yang bisa kubeli. Well, mengapa demikian? Tentu saja karena aku adalah Putri tunggal Senator kawakan di Kopenhagen, Denmark. Memangnya apalagi? Memiliki saudara, bahkan seorang Mommy pun aku tak pernah mendapatkannya. Daddy berkata wanita sialan itu pergi dari hidupnya, sehingga untuk menjalani sebuah ikatan lagi, Daddy sama sekali tidak tertarik dengan hal yang ia anggap bodoh dan t***l itu. Hahaha... Ya, sangat t***l menurutku. Menikah menurutnya hanya membuat ia kembali mengingat wajah Mommy dan itu tentu saja akan berdampak buruk untukku. Ketika ia mabuk, aku harus menjadi bagian dari kemarahannya yang memiliki wajah seperti Mom dan sialnya, ia akan berusaha mendapatkan tubuhku dengan cara yang sangat menjijikan. Benarkah? Ya, itulah diriku. Jangan ditanya mengapa bisa aku bersetubuh dengan ayah kandungku sendiri, karena lima tahun lalu aku sedang dalam masa remaja yang sangat ingin tahu. Well, ia mengajariku bagaimana bercinta di atas ranjang dengan panas dan aku begitu menikmatinya, bahkan hingga sekarang. See, tepat dugaanku bukan? Hahaha... Dia sudah datang dan aku yakin? Alkohol saat ini kembali merajai otak gilanya. Show time! Malam ini mungkin aku akan mendapatkan double 'big O', namun tak bisa ku pungkiri kini perasaanku terganjal sesuatu ketika tiga hari lalu aku memakai jasa gigolo sialan untuk membelai milikku. "Poppyyy...! Buka pintunya, Sweetheart. Ini Daddy!" Siapa dia? s**t! Aku sangat tidak suka dengan sesuatu yang membuatku penasaran dan ketika aku berusaha untuk mencari tahu, dia juga berada dalam kelap itu tadi. "Poppyyy...! Puaskan aku, Sweetheart. Kau lihat ini? Dia sudah berdiri tegak, bukan? Jadi kau tak perlu mengulumnya seperti biasa." Demi Tuhan! Sebenarnya apa yang terjadi dengan kehidupanku, hem? Apa kau pernah mendapati seorang ayah yang selalu menginginkan tubuh anaknya sendiri? Sial! Mengapa milik Daddy terlihat sedikit lebih besar daripada sebelumnya? Kurasa kemarin tidak seperti ini. Apa karena diaaa... "Apalagi yang kau tunggu, Poppy? Kemarilah, Sweetheart. Daddy punya sesuatu untukmu." ujarnya mengeluarkan sesuatu dari saku bagian dalam setelan suitnya, dan 'wow' mataku begitu tersihir pada sebuah kalung dengan bantul besar yang begitu berkilau hingga aku meyakinkan diriku, jika benda itu jelas adalah berlian. Kulangkahkan kakiku mendekat ke arah di mana Daddy berada dan tak sampai dua detik, 'Krekkk...' "Buka bajumu, Sweetheart! Atau Daddy akan semakin merobek gaun sialanmu ini!" Dia merobek lengan gaun satin baruku, sampai aku pun harus pasrah demi kilauan berlian cantik di tangannya. "Dad, berikan itu padakuu..." rengekku yang sudah tak sabaran lagi. Sekali lagi aku hanya mampu membuka penutup d**a, G-string kecil milikku dan tiga detik berikutnya, aku sudah terlentang dengan jari telunjukku yang mulai bergerak di bagian inti tubuhku. "Hahaha... Buka semuanya dulu, Sweetheart. Lakukan apa yang Daddy suka sebelum ini berada lehermu," balas Daddy, membuatku jengah seketika. Aku kembali merengek di depan matanya, "Ssttt... Daddyyy... Come on, Dad! Come to me, Please. Daddy, oughhh... Suck my p***y, Daddy! Pleaseee..." Kulihat, Daddy hanya terkekeh melihat ke arahku yang sudah tak karuan di tengah tempat tidur, tanpa berniat mengindahkan rasa frustasiku ini. Alhasil, aku bangkit berdiri dan mencoba membantah apa yang ia kehendaki, "Kau mau ke mana, Poppy?! Sial! Cepat berbaring! Ughhh..." Dan jelas, Daddy segera mendorong tubuhku, hingga kembali terjerbab ke tempat tidur. "Kau ingin lidahku, bukan?!" tanyanya setengah berteriak, "kau akan mendapatkannya sekarang juga, Sweetheart! Bertingkahlah seperti jalang dan puaskan dahagaku!" "Ough, Daddyyy...!" Aku dan Daddy bergulat panas di atas tempat tidur king size dalam kamarnya, sembari sesekali berteriak histeris. Tak dapat kupungkiri, lidah tak bertulang milik Daddy inilah yang pertama kali mengajariku kenikmatan surga dunia. Ia paling bisa membuat tubuhku bermandikan tetesan peluh dan lendir, namun malam ini, entah mengapa pikiranku dipenuhi oleh aksi panasku dengan si pria gigolo itu. Hampir sekitar lima menit aku hanya berteriak seperti perempuan t***l, agar berlian mewah itu dapat melingkar di leherku. Aku membayangkan ketika aku bergerak di atas wajahnya, tidak merasa puas, membuka paksa boxer hitam yang ia kenakan, mengulum kejantanan besar itu dengan penuh minat dan, "Ough, shittt...!" Dua kata itu sekali lagi keluar dari mulutku di tengah kegilaan Daddy padaku. Panas membara dalam ingatanku benar-benar tak lagi bisa dikendalikan kala aku membayangkan ia berusaha untuk berontak, namun kaki tangannya tak dapat bergerak bebas, "BRUGHHH..." "POPPY, WHAT WRONG WITH YOU?!" Lalu Daddy begitu marah, karena aku mendorongnya hingga terjerebab di lantai. "Maaf, Dad. Tapi aku sedang tidak siap sekarang," ujarku melangkahkan kaki mengapai gaun satinku yang lengannya sudah robek. "Apa maumu, Sweetheart? Jangan membuatku tersiksa seperti ini. Ayolah katakan sesuatu, Poppy. Aku tak bisa menundanya!" Namun suara parau Daddy lebih dulu terdengar sembari mencegah lenganku untuk terus bergerak mengenakan gaun itu. Rasa frustasi bahkan tergambar di wajahnya, hingga aku pun mau tak mau mengutarakan keinginanku. Ia menghela nafasnya secara teratur, melepaskan cengkeraman di tanganku, lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya yang berada tepat di depan kamarku. Rasa penasaran membawaku sedikit bergerak untuk mengintip, namun belum sempat aku sampai di depan pintu, Daddy sudah keluar membawa tali tambang dan juga borgol. "Aku yang akan mengendalikannya. I'm dominant, Dad! Not you." "Lakukan apa yang kau inginkan, Sweetheart. Daddy siap menjadi tawananmu malam ini," bisiknya di telinga kananku. Aku menarik sebelah sudut bibirku dan jangan ditanya lagi apa yang kulakukan selanjutnya. Aku mengikat tubuh Daddy di atas tempat tidur sesuka hatiku, memborgol kedua tangan dan kakinya, bahkan aku juga sengaja mengikat kedua bola milik Daddy hingga ia mengerang kesakitan, "Argh, s**t! What are you doing, Poppy?! Ini sangat sak-- Arghhh...!" Secepatnya aku melepaskan bola-bola nikmat itu sembari tertawa keras, "Maafkan aku, Daddy. Tapi ini belum selesai!" Namun aku belum berniat untuk berhenti sampai di sana. Aku mempermainkan Daddy seperti aku beraksi di atas tubuh pria gigolo itu, dan terbukti hal tersebut ternyata cukup membuatku sedikit terhibur. "Ough, Poppy! Please, Sweetheart. Jangan menyiksaku lagi!" Aku begitu senang mendengar Daddy meneriaki namaku dan di detik berikutnya aku pun menyerah, "Aach, yeach! Poppyyy... Ough, fuckkk...!" Aku membiarkan kejantanan Daddy menerobos masuk ke dalam lubang milikku, menghentak penuh minat dan berteriak, hingga dua puluh menit kemudian, "Poppyyy... Faster, Babyyy...! Yes, ough! I wanna-- Oughhh...!" Daddy mendapatkan pelepasannya dengan peluh yang sudah sangat membanjiri tubuhnya. Sayangnya hal tersebut tak berlaku bagiku, karena lagi-lagi aku masih saja membayangkan permainan nikmatku malam itu dengan sang pria gigolo dan entah mengapa aku semakin bodoh. Tak seharusnya pria gigolo tersebut berada di dalam pikiranku, tapi pada kenyataannya, itulah kenyataan yang terjadi untukku malam ini. Aku tidak bisa melupakannya, bahkan tanpa tahu malu aku berencana akan kembali menyetubuhnya. Oh, my Godness! Ku rasa, aku benar-benar sudah gila. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD