7. Kabur

1026 Words
Dokter yang menangani Dara akhirnya keluar dari ruangan, setelah hampir 30 menit berada di dalam ruangan itu. "Gimana dok?" tanya Darren dengan raut wajah yang khawatir, ketika Dokter itu berjalan mengarah padanya. Jujur, dalam benak Darren, ia sudah meminta dan berdoa, supaya tidak ada suatu hal yang serius terjadi. Tetapi seharusnya tidak, mengingat Dara hanya lemas, bukan habis kecelakaan atau semacamnya. Aneh juga, kenapa Darren harus sekhawatir ini? "Pasien tidak apa-apa hanya dia kecapekan dan tubuhnya semakin terpengaruh karena asmanya sempat kambuh. Dia harus istirahat yang cukup." Dokter itu menjelaskan "Apa perlu dirawat?" tanya Darren lagi. "Tidak, asalkan dia istirahat yang benar." "Jangan Dok, di rawat aja. Soalnya itu anak gak bisa diem pasti. Kalau di di rumah pasti dia mau masuk sekolah terus," celetuk Vano yang membuat Darren menatapnya bingung. Kenapa Vano jadi ikut-ikutan? Tidak jauh berbeda dengan Darren, Dokter itu juga menatap bingung Vano. “Tidak ada yang serius, jadi pasien masih bisa dirawat di rumah, asal istirahat yang cukup kok.” Dokter itu membalas, meyakinkan Vano. Vano berdesis. “Rawat aja, Dok. Percaya aja sama saya.” Vano berujar pasti. Mendengar nada paksaan dari suara Vano. Akhirnya, Dokter itu mengangguk. "Baik, saya akan siapkan ruang inap nya." "Makasih, Dok.” Vano dan Darren berucap bersamaan. "Iya, saya permisi." Setelah Dokter itu berlalu. Jelas Darren menatap bingung Vano. Posisinya yang sudah kembali duduk di samping Vano, membuatr lelaki itu seketika menoleh, untuk menghilangkan rasa penasarannya. "Kok lo tau, Dara bakal sekolah kalau dia di rumah?" Darren bertanya, dengan matanya yang memperhatikan Vano.. Vano jelas terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Darren. Tetapi, lelaki itu berusaha untuk bersikap biasa saja. “Keliatan aja dari tingkahnya. Emang lo gak sadar?” Vano membalasnya tenang. Mendengar jawaban itu, Darren terdiam sebentar. Rasanya Vano jauh lebih perhatian pada Dara. Karena pada nyatanya, Darren malah tidak tahu apa-apa tentang Dara. Ah, siapa Darren juga? *** Malam ini, Vano kedapatan tugas untuk menjaga Dara. Meningat Hendra dan Shinta harus menghadiri sebuah acara yang mengundang keluarganya. Vano jadi kesal kalau Hendra pulang ke rumah. Pasti, Shinta selalu diculik oleh Hendra. Pokoknya, ada saja acara yang mengharuskan Shinta ikut. Padahal yang jadi pebisnis Ayahnya, bukan Mamanya. Bosan jelas Vano rasakan. Berdiam diri, dengan keadaan yang sepi, dan tanpa suatu hiburan, bukanlah tempat yang cocok untuk Vano. Walaupun dalam keramaian, mungkin yang Vano lakukan hanya bermain gawainya. Tetapi, tetap saja Vano tidak menyukai keadaan sehening ini. "Van, lo balik aja." Dara berujar, memecahkan keheningan. "Gue masih kakak lo," jawab Vano dingin. Dara berdesis. Ia jadi mengingat kejadian beberapa hari lalu, ketika dirinya memanggil Vano dengan sebutan ‘bang’ ataupun ‘kak’ Vano marah. Dan sekarang ketika, dirinya memanggil lqangsung dengan namanya saja, Vano protes. Serba salah. "Lah emang gue ade lo?" jawab Dara tak kalah dingin. Tanpa pikir panjang, Vano hanya mengangguk. Kemudian, lelaki itu memasukkan gawainya ke dalam saku celananya, dan beranjak pergi. Vano tidak sadar, kalau Dara baru saja menjalankan sebuah rencananya. Setelah diyakini Dara, pintu ruangannya tertutup, ia langsung melepas selang infusnya dan mengganti bajunya. Untung saja, ia sempat menyuruh Bi Ratih supaya menyiapkan baju untuk Dara yang tadi dibawa oleh Vano. Jadi, kalau seperti ini, Dara tidak perlu repot-repot untuk kabur menggunakan seragam rumah sakit. Hal pertama yang Dara lakukan setelah berhasil keluar dari kamar itu adalah menuju administrasi. Dara akan menyelesaikan pembayaran, supaya kaburnya secara baik-baik. "Ada yang bisa saya bantu mbak?" tanya seorang kasir itu, ketika melihat Dara menunggu di hadapannya. "Emm, saya mau bayar keperluan rumah sakit atas nama Andara Deana, ruang Mawar 1," balas Dara sedikit takut. Tentu ia takut, ia takut ketahuan, kalau dirinya kabur. Karena yang Dara tahu, pasien tidak boleh seenaknya kabur bukan? "Em, sebentar ya." Suster itu langsung mencari data yang diperlukan. "Selama ini 1,5 juta," lanjut suster itu. Dara langsung merogoh tasnya dan mengambil kartu kredit miliknya. Setelah selesai membayar, Dara segera pergi ke parkiran rumah sakit. Mengingat Dara sudah meminta Andien untuk menjemputnya. "Eh, mbak Dara mau kemana?" tanya seorang suster yang menghentikan langkah kaki Dara. Aduh, nih suster pake tau gue siapa! Batin Dara. "Eh, i-ini sus. Eh, mungkin suster salah orang kali," elak Dara. "Ah masa sih?" Suster itu melihat penampilan Dara dari atas sampai bawah. "Mungkin hanya mirip kali sus." "Oh mungkin. Maaf ya." Suster itu langsung pergi meninggalkan Dara. Dara hanya tertawa kecil. Seorang suster bisa-bisanya dibohongi. ... "Rumah lo dimana Dar?" tanya Andien ditengah perjalanan. "Gue nginep rumah lo aja ya." "Lah kok?" "Udah besok gue balik kok." "Lo tinggal dimana?" "Gak penting. Lo kalau masih nanya turun aja, biar gue yang nyetir." "Eh, gue yang punya mobil! Kok lo yang ngatur." Dara hanya menunjukkan deretan giginya. ... Vano sedang asik dengan laptopnya. Seperti biasa dia akan memakai headphone miliknya juga agar suara game yang ia mainkan terdengar jelas. Tak lama kemudian terdengar lagu Rizky Febian-Penantian Berharga. Vano melepas headphonenya dan mengambil handphonenya. "Halo." "...." "Dia gak sakit parah juga Ma, biarin aja." "...." "Iya Vano cari." Vano menutup teleponnya. Vano berdesis. "Si Dara kerjaannya nyusahin melulu," gumam Vano. Vano langsung pergi ke garasi dan mengambil motornya. Dia memakai helmnya, tetapi dia tidak menyalakan mesin motornya. Melainkan, mengambil gawainya lagi. Karena, Vano pun tidak tahu mau pergi kemana, kan Dara kaburnya tidak bilang Vano. To Dara Dimana lo? Nyusahin orang melulu. From Dara Kepo aja lo. Lagian kalau gue dirumah lo juga gak peduli. To Dara Nyokap nyariin. Lo jadi ade gak usah nyusahin kenapa sih!? From Dara Masih nganggep gue ade? Read. Vano menggingit bibirnya pelan. Kenapa semuanya menjadi seperti ini sekarang? “Lo ngerubah semuanya, Nau.” Vano menggumam pelan. To Ayah Yah, send location Dara sekarang dong. Ayah bisa kan? From Ayah Send you a location. To Ayah Makasih yah. Vano terkekeh. Mungkin Dara berpikir, ia bisa bersembunyi untuk beberapa saat, dan akan pulang tanpa Vano jemput, karena pasti juga Dara berpikir Vano tidak akan mengetahui lokasinya. Sepertinya Dara lupa, siapa Ayahnya. Baru saja Vano ingin mengembalikan gawainya menuju sakunya, sebuah pesan kembali masuk ke dalam notifikasi gawainya. From Darren William Si Dara gak ada di rumah sakit. Katanya kabur , Van L Vano menatap geli pada emoticon terakhir yang dikirimkan Darren untuknya. Mengapa menjijikkan sekali. To Darren William Biarin aja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD