Ting tong
Ting tong
Ting tong
Vano memencet bel rumah itu terus menerus. Kenapa lama sekali si pemilik rumah itu membuka pintunya?
"Iya.” Sang Tuan rumah berusra dari dalam, membuat Vano menghentikan kegiatannya memencet bel itu.
Tepat saat pintu itu terbuka, Vano langsung bertanya. "Ada Dara?" tanya Vano langsung dengan senyumannya yang mematikan bagi para wanita. Oke lebay.
"Ka-ka Vano."
"Lo kenal gue?" tanya Vano menaikkan alisnya sebelah.
"Aku Andien, temen sekolah lo-eh kakak maksudnya. Eh salah, adik kelas lo, bukan temen. Soalnya belum ada kata temen diantara kita," jawab si tuan rumah yang nampaknya sedang salah tingkah.
Vano tersenyum kaku. Jelas kaku, karena ia bingung harus membalas apa atas jawaban Andien barusan. “Okey, kita temen?” balasnya, masih dengan nadanya yang berusaha terdengar santai. Walau, Andien dapat menyadari kekakuan yang tersirat dalam ucapan Vano.
Jelas, pasti, hati Andien benar berbunga-bunga. Seseorang yang sangat di idolakannya datang ke rumah dan tiba-tiba menganggapnya teman. Mimpi apa semalam kamu Andien!?
"Eh- kenapa kesini, Kak?" tanya Andien.
"Nyari Dara, ada gak?"
Jleb, aduh nyesek bang, adek diginiin! Batin Andien lebay.
"Emm, ada kok. Sebentar ya aku panggilin." Baru saja ingin masuk ke dalam, tangan Andien ditahan oleh Vano. Jantung Andien pasti sedang beritme dag dig dug dag dig dug.
"Gak usah, gue langsung balik aja," ujar Vano meninggalkan rumah putih nan besar itu.
“Aneh, tadi nanya, pas gue bilang ada, dia malah bilang gak usah. Apa jangan-jangan kak Vano naksir Dara ya? Ah jangan sampe deh!" gumam Andien.
...
Vano menidurkan tubuhnya dikasur empuk miliknya. Kedua tangannya ia letakkan di belakang kepalanya, matanya menatap langit-langit kamarnya.
"Apa gue harus mulai dari awal?"
"Apa gue udah bisa ngelupain Naura dan masa lalu itu?"
Vano bangkit dari posisinya, ia berjalan menuju laci putih, lalu ia mengambil beberapa lembar foto. Di salah satu foto itu ada seorang laki-laki yang sedang merangkul seorang perempuan, perempuan itu sedang memakan es krim. Vano mendudukan tubuhnya di kasurnya.
"Kenapa gue bisa sebodoh ini sih! Gue ngebuang semua kenangan gue sama ade gue sendiri, cuma karena cewe yang gak tau diri ini!" Vano menjambak rambutnya kasar. Lalu, ia merobek foto itu dan dibuangnya ke tempat sampah. Sebenarnya, kenangan Vano dan Dara hanya ada sedikit. Benar-benar sedikit.
...
Dara sudah pulang kerumahnya jam 5 subuh tadi, entah maksudnya apa. Sekarang, Dara, Vano, Shinta dan Hendra sudah berada di meja makan untuk menikmati sarapan mereka. Hari ini adalah hari minggu, jadi aktivitas keluarga Dara hari ini bebas. Tadi, Shinta juga sempat bertanya kemana Dara kemarin.
"Vano, Dara jam 12 siang nanti Mama dan Ayah akan pergi ke Thailand untuk mengurus perusahaan Ayah disana dan Mama akan melihat perusahaan Ayah disana." ucap Hendra.
"Buru-buru banget, Yah." Dara mengerucutkan bibirnya.
"Ayah dan Mama cuma 3 hari kok disana," balas Shinta yang diangguki oleh Dara dan Vano.
...
Dara, Vano, Shinta dah Hendra sudah berada di bandara sejak 1 jam tadi. Sebenarnya, kalau hanya Ayahnya saja yang pergi itu tidak masalah. Tapi, kali ini Mamanya ikut, rasanya ah!
"Udah ya Ma, Yah. Vano sama Dara pulang." Vano berujar, karena dia sudah merasa bosan sekali. Dara memeluk Shinta dan Hendra, lalu mencium kedua pipi mereka. Sedangkan, Vano hanya mencium punggung tangan Shinta dan Hendra. Lalu mereka pergi.
"Vano!" panggil Hendra. Kemudian Hendra berlari kecil menghampiri Vano. "Ayah harap kamu bener-bener jagain Dara, ya." tambah Hendra.
"Iya, Yah." jawab Vano dingin.
"Yaudah, Ayah berangkat." Hendra kembali ke Shinta, lalu menarik koper mereka untuk masuk.
...
Sudah sekitar 1 jam perjalan menuju rumah. Dara dan Vano belum ada yang membuka pembicaraan. Tak lama kemudian gawai Dara bergetar, menandakan ada pesan masuk.
From 0812345678
Gue jemput jam 4 di kafe depan sekolah.
To 0812345678
??
From 0812345678
Darren. Gak dateng lo gue cium!
Selalu seperti itu. Darren pasti selalu mengancam. Tapi, apa peduli Dara. Dan mengingat kemalasan Dara tempo hari, untuk menghadiri acara itu, sudah tidak ada kok, karena sekarang rasa malasnya tergantikan dengan rasa tidak enaknya. Bagaimana tidak enak? Kalau Figo, di pemilik acara dengan rela hati mengundur acaranya 1 hari, hanya karena Dara tidak bisa hadir, bila acaranya dilakukan kemarin.
“Lo ikut hari ini?" tanya Vano membuka pembicaraan. Matanya masih fokus melihat kedepan.
"Eh—ikut kayaknya," jawab Dara kemudian menoleh sedikit ke arah Vano yang masih fokus menyetir.
"Cuma mau ngasih tau, nanti pake dress ya, bukan pake kemeja dan celana jeans." Dara langsung menoleh lagi ke arah Vano. Jelas perkataan Vano barusan menyindir penampilan Dara biasanya.
"Harus?" tanya Dara pura-pura bego. Ya tidak apa lah, yang penting ia bisa berbicara dengan Vano.
"Kayaknya. Lo punya dress kan? Gue jarang liat lo pake dress." Vano terkekeh kecil.
"Eh—punyalah." jawab Dara gugup. Jarang sekali ia melihat Vano terkekeh seperti itu.
...
Jam menunjukkan pukul 3.15 sore. Dara sudah siap dengan dress putihnya selutut dan tidak berlengan. Dara memakai heels putih, tingginya kurang lebih 5 cm. Walaupun tomboy, Dara masih tetap bisa memakai heels. Rambutnya, ia biarkan terurai. Biasanya rambutnya ia ikat. Jadi jelas, ia terlihat sangat cantik. Wajahnya sudah ia hias dengan make up miliknya. Dara menambahkan liontin silver pemberian ayahnya 4 tahun lalu. Lalu, dipakainya tas putih kecil menyelimpang di tubuhnya. Dan sekarang Dara benar-benar sempurna.
Harapannya kali ini, tidak ada hal-hal aneh yang terjadi.
...
Dara mencari sosok yang sudah ditunggunya sejak 10 menit lalu. Dara datang 15 menit lebih awal dari janjinya. Kemudian, Dara melihat sosok yang sedang dicarinya memasuki kafe tersebut. Ia menggunakan kemeja putih, jas putih dengan celana putih. Disisir rambutnya menggunakan tangannya ke belakang. Dan sangat perfect. Ya, itu Darren.
Kok bisa sama ya? Batin Dara. Ia tidak sadar ada senyuman yang terlukis di bibirnya.
"Eh sor—" Ucapan Darren terhenti ketika melihat Dara berdiri dari posisi duduknya, sehingga memperlihatkan dirinya yang memakai dress dengan dandanan yang begitu sempurna. "Lo cantic," tambah Darren dengan kedua matanya yang menyiratkan ia terkagum.
Njay, baper gue! Batin Dara. Hatinya menggebu-gebu kesenangan.
"Lo juga." balas Dara.
"Eh, gue cantik maksud lo?" tanya Darren bingung. Benar kata Dara, wajah cakep, popularitas tinggi, punya banyak fans, tapi lemotnya sangat.
"Ya enggak lah."
"Terus maksud lo?"
"Udah lupain aja. Berangkat sekarang yuk."