2. Pertemuan Pertama

1288 Words
"Sorry, sorry gak sengaja!" Dara bangkit dari posisinya, kemudian berdecak. “Jalan pakai mata dong!" omelnya, tanpa melihat siapa yang baru saja menabraknya. "Pakai kaki, lah!" balas cowok itu. “Lagi pula, gue udah minta maaf. Jadi, lo jangan nyolot gitu dong! Kalau lo pelan-pelan muternya, gue juga gak bakal nabrak lo!” lanjutnya. Lelaki yang sedang membersihkan lengan kemejanya itu mulai mengangkat wajahnya, sehingga wajahnya terlihat jelas. Bagi siapapun yang melihat siapa lelaki yang baru saja menabrak Dara, jelas terkejut, terkecuali Dara. "Dar, mampus. Udah deh minta maaf aja," bisik Andien yang sudah terlihat takut. Tetapi, tahu Dara tidak akan menghiraukan perkataannya, Andien berpikir, ia lebih baik meninggalkan Dara. Karena Andien bukanlah Dara, dan sifat santai Dara tidak pernah ada di dalam diri Andien "Ngapain liatin gue!?" Dara berujar sarkas. Berbeda dengan lelaki itu yang malah melihat pada name tag yang tertera pada seragam Dara. Ia tersenyum kecil, kemudian kembali menatap pada Dara "Andara Deana K, gue saranin lo minta maaf sekarang! Karena gue bisa aja menghantui lo setiap harinya," ancam cowok itu. Dara jelas mendengar nada ketidak-sukaan dari suara lelaki itu. Tetapi kembali lagi, bukan Dara namanya, kalau ia tidak bersikap santai dan tidak takut sama sekali. Kedua mata Dara menatap pada kemeja lelaki itu, sama seperti apa yang dilakukan lelaki itu padanya barusan. "Darren William, gue saranin gak usah sok ngancem, karena gue gak akan takut dengan ancaman lo!" jawab Dara dengan menunjuk wajah lelaki itu dengan telunjuknya. Darren hanya tertawa kecil, seperti meremehkan apa yang baru saja dikatakan Dara. Darren mengedarkan kedua matanya. Mencari sesuatu yang kali saja bisa membantu keadaannya saat ini. "Yo sini!" Darren memanggil Yoyo anak kelas sepuluh, yang posisinya tidak jauh dari Darren, dan jugqa Darren mengenalnya. "Ehmm, ke-kenapa kak?" tanya Yoyo gugup. "Dia anak kelas berapa?" tanya Darren balik, telunjuk kanannya terangkat menujuk wajah Dara. Yoyo manggil cowo ini dengan sebutan kak? Berarti sekarang gue lagi berurusan sama kakak kelas?, gumam Dara was-was. Rasa berani yang tadi masih menyelimutinya, perlahan mulai tergantikan dengan rasa takutnya. "E-eemm kelas 10 IPA 1 Kak, sama kayak saya." "Oke, thank you Yo." Yoyo mengangguk, kemudian mengambil langkah meninggalkan Darren. Kini Darren tersenyum miring terlihat bahwa dia puas dengan jawaban Yoyo. Matanya menatap mata Dara sebentar, membuat keberanian Dara seketika benar-benar hilang. Dara pikir, Darren akan meneruskan ancamannya setelah mengetahui siapa dia. Tetapi, pikirannya salah. Karena, Darren malah beranjak pergi meninggalkannya. Kalau begini caranya, Dara jadi kesal dengan Yoyo. Kenapa lelaki itu harus memberi tahu identitasnya pada Darren? Apa lagi melihat bagaimana perubahan sikap Yoyo tadi, Dara jadi makin kesal. Yoyo anak usil, bandel aja bisa takut sama Darren. Gimana gue, gumam Dara yang merasa rasa beraninya sudah benar-benar tertelan bumi. ... Pak Denny sudah memasuki kelas X-IPA I. Murid-murid mulai bergantian berjalan kedepan mengumpulkan PR Bahasa Indonesia yang diberikan pak Denny seminggu lalu. Berbeda dengan Dara yang malah duduk santai, tanpa mempunyai niat sedikitpun untuk mengumpulkan pekerjaan rumahnya. Ia malah asik mengetuk-ngetuk pulpennya ke meja, sesekali menggigitnya. Jiwanya berada di kelas, tetapi pikirannya entah kemana. "Dara!" panggil pak Denny tegas, mebuat Dara sadar dari lamunannya. "Ok Pak." Tanpa diberi aba-aba lagi, Dara berjalan keluar kelas dan mengganti bajunya menjadi baju olahraga. Lima menit kemudian ia sudah berada di lapangan. Santainya seorang Dara jelas membuat Pak Denny gemas. Sepertinya, gadis itu lebih suka berlari, disbanding mengerjakan pekerjaan rumah. Pak Denny yang memperhatikan Dara dari koridor kelas hanya menggelengkan kepalanya. "Dara, Dara, gadis apa kamu ini?" tanya pak Denny pada dirinya sendiri. "Tau tuh pak, ajaib ya. Saya aja baru ketemu cewe kayak dia sekarang." celetuk Yoyo. Pak Denny hanya meliriknya sebentar, lalu melihat Dara lagi. Lima detik kemudian, pak Denny baru menyadari sesuatu, yaitu murid-murid lain mengikutinya melihat Dara yang tengah berlari mengitari lapangan basket. "Hei! Kalian ini, masuk!" Pak Denny melotot. ... Bau khas obat-obatan begitu jelas memasuki indra penciuman Dara. Ruangan yang didesain berwarna biru muda dengan beberapa ranjang mengisi ruangan itu, dan tirai yang menghalangi setiap ranjang disana. Dara meringis, kemudian memijat pelan pelipisnya yang terasa pusing. "Eh, lo udah sadar." "Sadar?" Dara mengernyitkan dahinya, tak tahu maksud apa yang dikatakan lelaki yang berada di sampingnya itu barusan. "Tadi gue liat lo pingsan dilapangan." "Pingsan?" Dara makin bingung apa maksudnya. Dara berusaha mengingat apa yang terjadi, tapi yang dia ingat hanya dia tengah berlari dilapangan, sudah itu saja. Gak biasanya gue pingsan, Dara menggumam. Dara kembali melirik pada lelaki yang berada di sampingnya. "Wait, lo bukannya cowok tengil tadi yang sok-sokan ngancem gue!?" Dara berujar dengan nada kesalnya. "Bagus juga ingatan lo." Darren—lelaki itu—menjawab . "Dara!” Merasa namanya terpanggil, Dara mengalihkan kedua matanya pada gadis yang baru saja memasuki ruangan itu. "Eh, Kak Darren, saya permisi dulu ya." Dara mendengus, menatap pada Andien yang baru saja dating tetapi sudah pamit pergi lagi. Masa iya Andien setakut itu pada Darren, memang Darren menyeramkan? "Heh lo!" panggil Darren, membuat langkah Andien terhenti dan berbalik badan. "E-em, ke-kenapa k-kak?" tanya Andien gugup. "Santai aja kali ngomong sama gue. Gue gak gigit. Kecuali, temen lo ini pasti gue gigit dan gue makan abis-abisan." ujar Darren membuat Dara berdecih kesal. "Jaga nih temen lo, gue mau ke kantin. Nanti gue suruh temen gue kesini, buat mastiin dia udah boleh balik ke kelas apa belum." Darren melanjutkan. Kemudian ia melangkahkan kakinya keluar dari UKS. "Alay! Gue cuma pingsan bukan mati!" celetuk Dara membuang muka. Darren yang masih jelas mendengarnya itu, menghentikan langkahnya. Kemudian ia berbalik, dan kembali melangkah menuju brankar Dara. "Kalau temen lo kabur.” Darren berucap menggantung. “Lo gue makan juga!” lanjutnya, yang langsung dibalas anggukan cepat Andien. Berarti Darren yang ngangkat gue, Gumam Dara dalam hati. "Dar!" "Hm?" "Lo gak tau dia siapa?" "Tau!” Dara mengangguk. “Darren ‘kan?” lanjutnya. "Lebih jelasnya?" Dara menggeleng. "Nggak." "Dia Darren William, kelas 11 cucu yang punya sekolah ini." "Terus kalau dia cucu yang punya sekolah ini, dia bisa seenaknya?" "Dia ketua geng sekolah kita, dan sekawanan sama Vano." "I know you're kidding on me." "Gak sekarang." Dara berdesis. "Udah lah gue mau balik. Lo gak usah takut, dia gak akan berani makan lo. Kalau dia nyari lo, entar gue yang ngehadepin." "Ewww jijik gue. Disuruh lari belum 1 jam aja udah pingsan, mau jagain gue." Andien membalasnya. "Bawel!" Sejujurnya, Dara cukup terkejut dengan siapa Darren. Apakah selama ini Dara hanya tidur di sekolah? Sampai tidak mengetahui siapa Darren? Tetapi, otak Dara lebih berpikir pada Darren yang katanya sekawanan sama Vano, berarti Vano mengenal dekat Darren. Kalau seperti ini, Dara jadi takut, mengingat Vano yang suka mengancamnya juga. ... Bel istirahat kedua, sudah berbunyi lima menit lalu. Sekarang, Dara dalam perjalanan menuju kelas Andien, kelas mereka memang terpisah jauh. Andien yang mengambil jurusan IPS membuat Andien terpental jauh dari Dara. Andien adalah sahabat Dara yang paling setia dari jaman kelas 1 SMP sampai sekarang. Walau, persahabatan mereka sudah lama, tidak berarti Andien tahu semua rahasia Dara dan sebaliknya. Mereka terlalu tertutup satu sama lain. Menurut mereka, persahabatan untuk bermain bukan untuk memberi tahu rahasia satu sama lain. Entahlah, kenapa masih ada remaja yang berpikiran seperti anak sekolah dasar. Rahasia kalau Vano kakak Dara adalah rahasia paling besar bagi Dara. Semenjak, Dara duduk di kelas satu SMP, Vano sudah mulai mengancamnya. Vano sama sekali tidak mau Dara menganggapnya sebagai kakak lagi. Bagi Vano, Dara adalah musuhnya bukan adiknya. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba berubah seperti itu. Vano mengancam, kalau Dara berani mengatakan dia adalah adiknya Vano, maka Vano tidak akan segan-segan untuk pergi jauh dari sisinya dan tidak akan bertemu lagi dengannya. Dara memang terlihat tidak peduli, tetapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam. Ia menyayangi Vano, sebagaiman seorang adik menyayangi kakaknya. Kalau dipikirkan seperti ini. Dara jadi mengingat kembali pada orang yang membuat hubungannya dengan Vano terpecah seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD