3. Tak Sengaja Bertemu

1256 Words
Pagi hari kali ini, tidak jauh berbeda dari pagi biasanya. Hanya saja hari ini, tidak ada jadwal untuk pergi ke sekolah, mengingat kegiatan belajar mengajar di hari Sabtu hanya diisi oleh kegiatan ekstrakurikuler. "Dar.” Mendengar namanya dipanggil, Dara yang sedang duduk manis di ruang keluarga, menoleh sejenak pada sumber suara. Tetapi, tidak sampai dua detik, Dara kembali memfokuskan dirinya pada televise disbanding menatap pada si sumber suara. “Temen gue pada mau kesini, lo diem di kamar.” Dara berdesis. Itu bukan permintaan, tetapi sebuah paksaan. "Sabtu, coy. Lo main di kamar aja, gue mau stay disini,” jawab Dara menyepelekan perkataan Vano. Mengingat ruang keluarga di rumah ini bukanlah ruangan umum, yang bisa dimasuki oleh sembarang orang. "Masih inget ancaman gue?" tanya Vano dengan menaikkan satu alisnya dan tersenyum miring. "Ish! iya deh ah, punya kakak riweh banget," jawab Dara kecil. "Jangan pakai kata itu!" Vano membalas tegas. "Atur aje." Dara mendengus kecil, lalu pergi ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Selama ini, saat teman-teman Vano main kerumah, Dara selalu berada di dalam kamar. Makanya, Dara tidak terlalu hafal dengan teman-teman Vano. Tetapi yang Dara tahu, kemungkinan besar Darren akan hadir juga, mengingat Vano juga berteman dengan Darren. ... Tepat pada pukul sembilan pagi, kediaman keluarga Kusnandi mulai ramai, dengan suara deruman motor dan banyaknya suara-suara asing yang bisa dianggap sebagai teman-teman Vano. "Van, itu ruang apaansih?" tanya Gio menunjuk ruangan yang berada di kanan tangga, tepat dimana kamar Dara berada. "Nanya mulu, udah gue bilang gudang," jawab Vano beralibi. Akhirnya, Gio, Vano, Figo dan pastinya Darren pergi ke kamar Vano. Gio dan Figo langsung disibukkan dengan play station milik Vano. Vano sudah asik sendiri dengan gawainya. Sedangkan, Darren sudah asik memainkan gitar Vano. Darren memang mempunyai bakat yang cukup dalam bidang seni. Darren juga mempunyai bakat di bidang olahraga. Tetapi, di bidang akademik, ya begitulah. Biasanya Gio, Darren, dan Figo akan pulang setelah makan malam atau malah menginap, karena besok adalah hari minggu. Jika, mereka benar menginap, tamatlah riwayat Dara yang akan merasa bosan setengah mati di dalam kamarnya. ... "Kalian nginep apa nggak?" tanya Shinta sembari menyendok nasi ke piring Vano. Saat ini, Vano dan ketiga temannya, serta Shinya sedang menikmati makan malam mereka. Shinta memang sangat senang sekali bila teman-teman Vano datang mengunjungi rumahnya, itu berarti rumahnya akan ramai. "Nginep dong, Tan. Biasa, Vano butuh temen curhat," balas Gio cepat. Shinta hanya membalas dengan tawa kecilnya. Shinta mengangguk sebagai jawaban. Ia kembali menyendokkan nasi pada piring Vano, dan untuk dirinya. "Vano panggil Dara sana!" perintah yang dikeluarkan Shinta, membuat Vano menghentikan sesendok nasi yang sudah berada di depan mulutnya, seketika matanya melebar kaget. Figo, Gio dan Darren langsung menatap ekspresi yang terlukis di wajah vano. "E-eem, Da-Dara udah tidur mah. Tadi, dia SMS aku." Vano terkejut dengan apa yang baru saja Shinta ucapkan. Haduh, mapus deh gue. Malam ini pasti dibanjirin pertanyaan sama si trio deh, gumam Vano menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tak lama kemudian, Bi Ratih—asisten rumah tangga di sana—berjalan melewati meja makan, dengan sebuah nampan dimana terletak piring putih yang diatasnya ada nasi putih, telur mata sapi dengan beberapa sosis goreng. Di samping piring putih terletak air putih dan beberapa snack. Sudah pasti itu buat Dara. Pasti perut Dara sekarang sedang berdemo meminta untuk diisi. "Loh Bi, itu buat siapa?" tanya Shinta mengernyitkan dahinya. "Buat Non Dara, Bu. Tadi, Non Dara SMS bibi, buat nganterin makanan, katanya lagi gak enak badan," jawab Bi Ratih sopan. "Dara sakit? Kok dibawain snack bi?" Shinta masih bingung dengan Dara, kenapa ia meminta Bi Ratih untuk mengantarkan makanan ke kamarnya? Biasanya, walau sedang sakit Dara tetap ingin makan bersama dan tadi Vano juga mengatakan kalau Dara sudah tidur. "Gak tau Bu, saya disuruh. Nanti, kalau gak dibawain, kasian kelaparan." "Ya udah, Bibi tolong anterin ya." Bi Ratih menjawab perkataan Shinta dengan tesenyum sopan dan langsung meninggalkan area meja makan. Setelah makan malam selesai, Vano dan ketiga temannya langsung melangkahkan kaki mereka menuju kamar Vano. Rasa kenyang mereka, langsung membuat mereka ingin tertidur. Dan Vano beruntung, karena itu berarti, ketiga temannya tidak akan menanyakan tentang Dara. ... Jam sudah menunjukkan pukul 05.00, Dara sudah memakai kaos putih dengan celana training pink dan rambut diikat. Jam 05.10, Dara sudah tidak berada di kamarnya lagi. Seperti biasa, setiap hari Minggu ia akan lari pagi ke sekitar rumahnya. Dara tidak memperdulikan bila Gio, Figo ataupun Darren melihatnya. Menurutnya, ini masih pagi, dan tentu saja anak-anak seperti mereka pasti masih tertidur nyenyak di kasur Vano. Setelah setengah jam berlari, dia mulai berjalan menuju warung yang berada disamping rumahnya. Dia membeli air putih 800ml dan bisa menghabiskannya dalam waktu tiga menit. "Dara?" panggilan tersebut sontak membuat Dara berbalik badan dengan kondisi masih meminum air putih. "E-eeh Darren, eh maksudnya Kak Darren, kok disini?" tanya Dara yang tentunya kaget. Ia pikir, tidak aka nada satupun teman Vano yang keluar dari rumahnya sepagi ini. "Oh, gue lagi rumahnya Vano, tau Vano kan?" "O-ooh, di-dimana?" Dara bertanya gugup. "Eh, si Neng Dara, masa gak tau rumah abangnya sen—aw," ringisan tiba-tiba dari Daniel—si penjaga warung—membuat Darren menatap Dara bingung. Darren jelas melihat Dara baru saja menginjak sengaja kaki Daniel, dan Darren jadi semakin bingung karena gugupnya Dara. "E-eh sorry ya gue ada keperluan mendadak. Gue duluan ya," pamit Dara, tentu saja pernyataannya itu bohong, itu hanya sebuah alasan. Daniel hanya menggeleng-geleng kepalanya, karena kelakuan Dara. Daniel adalah seseorang yang cukup dekat juga dengan keluarga Dara. Meski, hanya seorang penjaga warung, tapi kehadirannya juga berharga bagi keluarga Dara. Dara mengendap-endap memasuki rumahnya, dia takut ada Figo atau Gio atau bahkan Darren melihatnya lagi. Apalagi, kamarnya yang berada ber-sebrangan dengan kamar Vano, hanya terpisah oleh tangga. Dara memasuki kamarnya dengan tergesa-gesa, sampai dia tak sadar Figo sedang memperhatikannya. Figo sebenarnya sudah tahu banyak tentang keluarga Dara dan Vano. Dia pernah melihat foto keluarga yang tertera di ruang keluarga, disitu ada anak perempuan yang dipangku oleh seorang ibu yang merupakan ibu Vano. Dan sekarang dia mendapat jawabannya, bahwa perempuan yang dipangku itu adalah Dara-adik Vano. Tetapi, sekarang ruang keluarga di rumah Dara sudah benar-benar tertutup, entah apa penyebabnya. "Go ngapain depan pintu?" tanya Gio yang sedang tiduran di kasur empuk milik Vano. "Eh, nggak." Figo membalas cepat dan langsung menutup pintu kamar Vano. ... Hari senin, tetapi tidak terlalu buruk seperti hari senin biasanya. Dara sudah berada di koridor sekolah, padahal jam masih menunjukkan pukul 06.05 dan hari ini kegiatan sekolah dimulai jam 10.00, karena guru-guru sedang rapat, tetapi siswa-siswi tetap diharuskan berada di sekolah sebelum jam 7.30. Jadi, hari ini tidak ada upacara dan itu adalah anugerah yang sangat teramat menyenangkan bagi siswa-siswi SMA Pahlawan. Karena, matahari pagi belum juga menjadi teman mereka. Dara memasuki kelas, Dara adalah orang pertama yang memasuki kelas X IPA-I hari ini. Biasanya dia orang ke sepuluh atau mungkin kelima belas, perubahan yang cukup drastis. Ia meletakkan tasnya dilantai, menarik bangkunya dan duduk. Dara mencari headset putih miliknya dan memasangkan benda kecil tersebut di telingan kanan dan kirinya, dia mulai bersenandung kecil. Jam sudah menunjukkan pukul 6.30 tetapi belum ada siswa atau siswi yang terllihat selain Dara. Dara sudah sangat bosan. Dia melepaskan headset putihnya dan berjalan keluar kelas. Tujuannya sekarang lapangan. Dara tidak bisa berdiam diri dalam waktu lama, sangat tidak bisa. Dug dug dug Suara dribble bola basket Dara sangat menggema. Karena, sekolah masih sangat sepi, bahkan lebih dari kata sangat. Di sekolah nampaknya baru ada Dara dan beberapa penjaga yang tak terlihat. Dara mulai memfokuskan bidikannya ke ring dan Bug! “Yah, kan.” Dara meringis, melihat pada korban salah sasarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD