4. Dikejar

1157 Words
Bug Sasaran Dara meleset. "Sial!" Dara meringis pelan. "Bisa nge-shoot gak sih!?" bentak orang yang terkena bola itu. Dara dapat melihat jelas, lelaki di depan sana sedang memijat pelan kepalanya yang baru saja menjadi sasaran bola Dara. Tetapi, bukan Dara namanya, kalau ia mau menatap pada lelaki itu, setelah mengetahui siapa lelaki itu. "HEH! Gue ngomong sama lo!" Lelaki itu berujar tegas. Dara nyengir. “Hehe Kak Darren. Pagi, Kak,” sapanya baik. "Pagi-pagi! Tanggung jawab pala gue benjol!" geram Darren, yang masih dibalas dengan cengiran Dara. Sudah pasti, sekarang Dara berpikir untuk kabur. Kenapa hidupnya saat ini harus bertemu dan bertentangan dengan Darren terus sih? Dara jadi bosan lama-lama. "E-eh kak, i-itu dipanggil Kak!" Dara mengeluarkan idenya yang terbilang cukup bodoh. Ia menunjuk ke arah belakang Darren, berharap lelaki itu akan mengikuti arah telunjuknya. Gagal! Darren sama sekali tidak menengok ke belakang. Malah lelaki itu menatap tajam pada Dara. "Lo kira gue bakal nengok, ini bukan sinetron Andara Deana!" Lagi-lagi Dara hanya membalas dengan cengiran dan tatapan malu. Mau tak mau dia harus menunggu Darren lengah, untuk kabur. Pas! Tidak lama kemudian, Darren mulai untuk menengok kanan-kiri dan ini waktu yang tepat buat Dara kabur. Bukan Dara namanya kalau, ia tidak berlari sekencang mungkin dengan langkah yang cukup besar untuk kabur. Untunglah Dara tidak pernah berpikir untuk mengetatkan roknya, sehingga ia mempunyai ruang yang cukup besar untuk berlari. Darren hanya menggeleng-geleng kepalanya dan tertawa kecil. Gemesin, batin Darren. ... Dara memasuki kelas masih dengan nafas yang tidak beraturan dan sialnya kelas sudah ramai, karena jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Dara seperti baru dikejar harimau yang siap menerkam dirinya. "Kenapa lu Dar?" tanya Yoyo yang mebuat nafas Dara semakin tak beraturan. Karena, Dara takut Darren akan mengikutinya. "Kejam." sahut Dara. "Hah, gue kejam kenapa?" tanya Yoyo bingung "Eh enggak." Maksud gue kan Darren yang kejam. Kok Yoyo yang merasa. Dara membatin. "Dar, kenapa?" tanya Andien yang langsung menghampiri Dara. "Hah? Eng-enggak apa-apa." jawab Dara terpenggal-penggal, karena nafasnya yang masih tak beraturan. "Gengzzz, hari ini Dino mau traktir woiii, buruan ke kantin! Dino baru jadian sama..." teriak Bagas ketua kelas X IPA I, kata-katanya terhenti dan melirik jahil ke Andien. "Andien?" tanya Dara mengernyitkan dahinya. "Hmmm, yoi," jawab Bagas cepat. Bagaimana bisa, Andien yang tak pernah cerita apa-apa tentang perasaannya ke Dino sekarang malah sudah jadian dengan Dino. “Pantes ya, lo tumben ke kelas gue pagi-pagi begini.” Dara menatap curiga Andien. Anak X IPA I langsung berbondong-bondong menuju kantin. Sedangkan, Dara menatap tajam Andien dengan maksud "jelasin!". "Iya, nanti gue cerita ya, sekarang ke kantin yuk," ucap Andien tersenyum lebar. "Nggak deh, gue di kelas aja, gue males." jawab Dara cepat. Padahal bukan malas alasan utamanya. Alasan utamanya adalah Dara takut bertemu Darren. "Ih yaudah deh. Tapi, di kelas sendiri doang loh!" "Iya, gak papa." Andien mengangguk kemudian ia melangkahkan kakinya menuju kantin. Sedangkan, Dara menuju kursinya dan mengambil botol minum miliknya, dalam hitungan detik Dara meneguk cepat minumannya. Udah gak tenang gue sekolah disini, gumam Dara pelan. "Anjir, kan Darren tau kelas gue!" Dara menepuk jidatnya, dia baru ingat, kemarin Yoyo memberi tahu kelasnya. Dan sudah bisa Dara pastikan, Darren akan menyusul ke kelasnya. Untuk menghentikan prediksinya, cepat-cepat Dara keluar dari kelas dengan menundukkan kepala, supaya kalau Darren lewat dia tak bisa melihat Dara. Belum sampai 5 meter berjalan keluar dari kelas, Dara sudah melihat 4 pasang sepatu, dan 1 pasang sepatu ia kenal, sepatu Vano. Kan, kena lagi gue. Dara meringis dalam batinnya. Kebetulan koridor sedang sepi, karena banyak yang pergi ke kantin. Jelas ketakutan Dara semakin bertambah. Walaupun dia berada di sekolah, tidak menutup kemungkinan dirinya akan baik-baik saja. Perlahan-lahan Dara menaikkan wajahnya dan benar saja. Di depannya sudah ada Figo, Vano, Gio dan pastinya Darren, mem-block jalan menuju kantin. Tanpa berfikir panjang Dara langsung membalikkan badannya dan mulai berjalan menjauh dari keempat cowo itu. "Gak bisa kemana-mana, De." Gio menahan tangan Dara dan memanggilnya dengan sebutan "de", membuat Dara jijik. Dara membalikkan tubuhnya lagi dan sekarang dia harus berani melawan 4 cowo itu. Dara menatap Vano yang menyenderkan tubuhnya ke tembok dengan kaki satu diangkat dan ditempelkan juga ke tembok, serta kedua tangannya terlipat di atas d**a bidangnya. Bang, ade lo lagi takut! Masa lo biasa aja! Pikiran itu terus melayang di otak Dara saat ini. "Ini udah dipegangin mau diapain lagi?" tanya Gio sontak membuat bulu kuduk Dara naik. Mau diapain lagi? Are you kidding? Dara semakin takut dengan situasi ini. Dia berharap ada temannya melihat dan membantunya. Sebenarnya mudah bagi Dara untuk melepaskan genggaman tangan itu. Jelas, Dara mantan anak taekwondo. Tapi, tidak mungkin sekarang, bisa-bisa dia mendapat surat peringatan. Ah udah deh, pokoknya kalau macem-macem gue keluarin jurus gue, gumam Dara menggigit bibir bawahnya. "Dar," sontak Dara langsung mengangkat wajahnya. Jelas, ia tahu betul siapa yang memanggilnya. Vano yang memanggil Dara. Sepertinya ini pertama kalinya Vano memanggil Dara di sekolah. "E-em ke-kenapa kak?" tanya Dara grogi. Ia takut-takut menggunakan kata-kata ‘kak’ pada Vano. Tetapi keadaan kali ini, seharusnya membuat Vano maklum bukan? "Si Figo ngadain birthday party, lo diundang buat nemenin Darren. Harus dateng kalau gak hidup lu gak tenang!" ucap Vano dingin. Dara merasa heran kenapa abangnya yang sangat pecicilan di depan Dara dan Shinta bisa sedingin ini. "Emang dasarnya satu geng. Apa-apa ngancemnya hidup lo gak tenang!" protes Dara pelan, nyaris tak terdengar. "Ngedumel apa lo!?" tebak Darren yang nyaris membuat jantung Dara lepas. "Hehe, nggak kok kak, " sahut Dara dengan cengiran andalannya. Vano terlihat menahan tawa dengan tingkah laku adiknya. Walau tidak bisa dilukiskan dalam wajah, kesenangan Vano bisa terlukis di hatinya. Ade gue udah gede. Batin Vano, tetapi tetap dengan wajah datar. "Pokoknya 2 hari lagi gue jemput jam 5 sore!" Senyum dong, Bang. Gue udah berusaha membuat lo tersenyum, dengan cengiran andalan gue, batin Dara meminta. "Siap kak, gue pergi dulu ya. Permisi," ujar Dara dan langsung meninggalkan keempat cowo itu. Badan bagus, muka cakep, popularitas tinggi, tapi otak tetep lemot. Darren- Darren lo mau jemput gue dimana! Lo aja gak tau rumah gue. Dara membatin dengan tertawa kecil. ... Dara menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Dia sudah mengganti bajunya. Dan sekarang, ia menatap langit-langit kamarnya dan mulai memikirkan kejadian-kejadian tentang Darren. Aish, kenapa gue jadi mikirin Darren sih! "Non Dara, makan malam sudah siap," ucap wanita paruh baya itu disusul dengan beberapa kali ketukan pintu. "Ok Bi, Dara turun." ... Bulan sabit kini terlukis di bibir Dara. Bagaimana tidak? Ayahnya yang sudah hampir 4 tahun tak didekatnya, kini sedang duduk di meja makan bersama Shinta. "Ayah!!" panggil Dara histeris. Dara beralari menuruni tangga, rasanya ia ingin memeluk erat ayahnya. "Ayah, Dara kangen." Dara langsung memeluk ayahnya, yang masih memakai kemeja lengan panjang yang dilipat. "Sama sayang, Ayah juga kangen Dara." Hendra mengusap lembut kepala Dara, sesekali ia mencium puncak kepala Dara. Vano yang baru saja berada di tengah tangga langsung menghentikan langkahnya. Rasanya ingin ia pergi menghampiri orang yang berada di meja makan. Tetapi rasa malasnya seketika lebih besar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD