BAB 5 - Ara Kalah

1084 Words
Tiga Tahun Lalu Suara teriakan Ara bergema cukup kencang, dalam balutan baju sekolahnya. Saat itu siang cukup terik, dan kebetulan baterai remote AC miliknya mati, jadi dia terpaksa mencari remote AC lain karena tidak ada baterai cadangan. Sementara tempat terdekat yang Ia pikirkan saat itu hanya satu. Kamar kakaknya. Ara polos, mengira kalau mungkin laki-laki itu masih ada di luar karena biasanya Agra selalu pulang sore. Entah berkumpul sama teman, atau ada kelas di kampus. Jadi sebagai kakak adik, Ara menganggap masuk keluar kamar adalah hal yang biasa. Toh, mereka keluarga ‘kan? Tapi siapa sangka, di panas terik siang itu Ara justru melihat pemandangan super panas di dalam kamar Agra. Dalam posisi kamar tak terkunci, Ara bersiul santai sembari membuka pintu. Saat pintu terbuka lebar, tubuh gadis itu membeku shock. Kedua maniknya melebar tak percaya, dua orang beda gender di dalam ruangan itu nyaris membuka pakaian mereka?! Kak Agra dan siapa? Perempuan berambut panjang, kulit putih mulus dengan baju atasan setengah terbuka nyaris memperlihatkan bra hitam miliknya, menggunakan rok span pendek. Cantik, langsing dan posisinya, “A-apa-apaan,” Wanita itu tepat duduk di atas paha Agra, mereka berdua di atas tempat tidur. Dalam posisi hendak membuka kancing baju kakaknya, kedua orang itu menoleh kompak. “Ke-kenapa pintunya tidak dikunci, Agra?!” Sang wanita menjerit kaget, shock menutup pakaiannya dan langsung memeluk Agra. Menyembunyikan bagian belah dadanya yang hampir terekspos. Sementara Ara masih menyambung pikiran sejenak, sampai dia tersentak, “Ahk!!” Baru sadar, teriakan Ara menggema. Reflek menutup pintu cepat. Wajah gadis itu memerah sempurna, berdiri di depan pintu dengan jantung berdetak kencang. ‘A-apa-apaan tadi?! Mereka mau apa?!’ batin sang Cassie shock. Di dalam rumah, kebetulan sekali kedua orangtua mereka sedang pergi. Apa Agra sengaja melakukannya saat rumah sepi? Astaga! Kalau sampai ayah dan ibu tahu mereka pasti marah besar! Masih dalam posisi yang sama, Ara sama sekali tidak sadar bahwa pintu kamar kakaknya kembali terbuka. Dia yang sedang menyender di dinding reflek menengadah polos. Melihat sosok tegap tanpa atasan berdiri di sebelahnya dengan tatapan malas. “Ka-kak Agra,” Agra mendesah panjang, “Apa yang pernah kukatakan tentang privasi padamu, Ara? Sepertinya kau belum paham,” tukas lelaki itu singkat. Ara mengerjap sekilas, “I-itu, aku hanya ingin pinjam remote AC,” ucap sang Cassie mencari alasan. Tapi dia memang benar ingin ambil remote AC kok! “Tidak ada ketukan pintu, atau izin masuk ke kamar? Kau pikir kamarku itu kamar anak-anak?” tanggap Agra telak. Sukses memojokkan Ara, “Usiaku 24 tahun, Ara. Aku laki-laki dewasa yang punya privasi dan kau baru saja masuk tanpa permisi.” Terlihat amarah di ekspresi laki-laki itu, Ara meneguk ludah takut. “Ma-maaf, Kak. Sumpah, aku hanya ingin pinjam remote AC, kok!” Menaikkan dua tangan dan membentuk peace. “La-lagipula kita ‘kan saudara, jadi kupikir tidak masalah kalau hanya masuk sebentar untuk ambil barang,” Masih mencari alasan membela diri. Agra menggeleng singkat, menutup pintu kamarnya cepat. “Aku ingin kau hentikan kebiasaan itu mulai hari ini.” tegas sang Dhanurendra singkat. “Jadi saudara bukan berarti kau bisa masuk keluar seenaknya ke kamarku,” lanjut laki-laki itu lagi. “Paham?” Ara terdiam sesaat, kenapa dia tidak suka mendengar peringatan Agra? Selama ini juga Agra tidak pernah protes kok, paling hanya marah sebentar saja. “Apa karena perempuan itu? Kakak mau ngapain tadi dengannya?” celetuk Ara kesal, “Saat ayah dan ibu tidak ada di rumah,” Mendumel tanpa sadar. “Itu bukan urusanmu.” Alisnya tertarik kesal, “Kakak sengaja ya bawa perempuan itu ke rumah saat tidak ada ayah dan ibu? Memangnya boleh?” dengus Ara lagi. “Pergilah ke kamarmu dan jangan ceritakan apapun pada mereka.” Sedikit mengancam, oh tentu tidak semudah itu. Ara bukan anak kecil, “Kalau aku tidak mau, Kakak mau apa?” tantang sang Cassie cepat. “Lagipula membawa perempuan ke rumah itu ‘kan dilarang ayah. Kakak melanggar ucapan ayah, jadi aku harus lapor.” Berniat pergi dari sana, “Memangnya tidak bisa pacaran baik-baik saja? Kencan ke restaurant, pergi ke taman, bukannya melakukan hal aneh-aneh di kamar.” dengusnya. “Jadi jangan salahkan aku,” Gadis itu tidak mengira kalau Agra akan menarik salah satu tangannya, membuat sang Cassie kembali berbalik paksa. “Ahk!” Punggung menyentuh dinding cukup keras, Manik Ara menyipit sekilas, merasa dejavu dengan keadaan itu. Agra berdiri di depannya, ekspresi lelaki itu tertekuk. Kembali meneguk ludah gugup, “Memangnya kau pikir aku melakukan ini gara-gara siapa?” tukas Agra dingin. Satu pertanyaan yang membuat Ara bingung sekaligus kaget. “A-apa maksudmu, Kak?” Beberapa detik terdiam, seolah sadar kembali. Agra mendesah panjang, menutup wajah dengan salah satu tangan, merutuki ucapannya sendiri. Perlahan menjauhkan diri, “Tidak ada,” Dia mendesah berulang kali. “Kembalilah ke kamarmu. Aku tidak peduli kau mau mengadu ke ayah atau ibu tentang hal ini,” Semakin ketus dan dingin, Agra berbalik pergi. A-apa? Lagi-lagi? Agra pergi tanpa memberikan kejelasan sama sekali, persis seperti saat itu?! Ara tidak terima! Reflek berjalan cepat dan menarik pakaian Agra kuat. “Mau kabur lagi?! Jelaskan dulu apa maksudnya tadi, Kak!” tukas Ara kesal. Dengan manik berkilat tajam, tubuh Agra membeku sesaat. Sekilas Ia melirik ke belakang, “Lebih baik kau tidak tahu.” Menepis tangan Ara cukup keras. Sosok tampan yang digilai oleh semua teman-temannya dan begitu popular di kalangan para wanita kini bertingkah seperti abg labil. Ara gemas sendiri. “ARGH! APA SIH MAKSUDMU, KAKAK ABABIL?!” Entah dia yang terlampau polos atau memang kadar otaknya tidak sampai?! Tapi yang pasti, sejak hari itu. Semua tenaga yang Ara gunakan demi akrab dengan Agra berakhir hancur. Apalagi saat lelaki itu tiba-tiba memutuskan untuk mengambil pekerjaan di luar negeri. Flashback End *** Sekarang di sinilah Ara, dengan dua koper besar ada di sampingnya. Berdiri di bandara. Wajahnya masih terlihat masam, padahal waktu sudah berbulan-bulan lewat dan keputusan ini sudah dibuat. Dia masih tidak rela. Siapa sangka kalau gadis itu terpaksa menyetujui keputusan ayah dan ibunya untuk tinggal bersama kakak paling dingin dan ketus sedunia. Sialan. Ingin rasanya dia mengumpat. Sekarang dia harus menghabiskan waktu bertahun-tahun tinggal dengan orang itu. Kalau memilih lanjut kuliah di Indonesia, otomatis semua kerja kerasnya selama ini terbuang sia-sia dong! ‘Hh, kenapa kakak sialan itu tidak menikah saja?’ batin Ara kesal. Kalau saja Agra menikah, mungkin Ara akan lebih tenang tinggal bersama Agra, setidaknya dia pasti sudah punya anak yang bisa jadi peneman Ara. Nah ini?! Tinggal bersama Agra dan kekasihnya?! Mau tidak mau ya Ara harus jadi obat nyamuk!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD