bc

That Man and The Nerd

book_age4+
0
FOLLOW
1K
READ
curse
tomboy
confident
student
tragedy
sweet
campus
highschool
magical world
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Ini adalah cerita umum dan biasa tentang laki-laki nakal dan perempuan cupu, namun mereka ditakdirkan untuk menceritakan kisah mereka sendiri dengan cara mereka sendiri, yaitu rumit.

“Alangkah baiknya jika aku bersama Franda , Aku tidak akan tersambar petir.” Kata That Man.

“Aku benci menjadi diri sendiri, namun aku lebih benci menjadi dirimu.” Sahut The Nerd.

chap-preview
Free preview
Kepalaku
Alarm hpku berdering, langsung bangun dari kasur dan langsung pergi ke kamar mandi untuk perjalanan ke sekolah, tidak lupaku merapikan selimut. Karena alarm yang membangunkanku tadi pagi. Pikirku, aku akan dapat terbangun dari kenyataan, tapi nyatanya aku masih bermimpi. Berbaring di kursi mobil yang empuk ini, aku hanya bisa menempelkan jari di jendela, melihat indahnya pendangan sembari mendengar alunan petikan gitar dengan sedikit tambahan bass yang membuat jazz bertempo lambat dari belakanh radio mobil. “Ini salahmu karena tidak memberinya waktu belajar.” Kata ibu yang duduk disamping kanan franda yang ada disebelah kananku, meneriakki ayah “Itu salahmu karena membiarkannya bermain sepak bola.” Sahut ayah yang melihat kebelakang, kearah ibu ditengah kemacetan lampu merah jalan raya. Saat ibu tidak lagi melanjutkan memasang perekat popok franda yang terakhir, tepatnya yang berada di depan. Ibu malah menatap ayah, yang juga sedari tadi menghadap kebelakang menatap ibu, merekapun saling tatap-tatapan dan kemudian jari telunjuk tangan kiri ibuku bergetar karena gemetar “Tiinnn.” Ribut bunyi klakson kendaraan dibelakang yang membuat ayah panik dan segera membenarkan posisi duduknya yang juga bersamaan dengan ibuku yang mebuka mulutnya “Kamu gara-garanya.” Gumam Ibu yang kemudian dilanjuti teriakan Nyaringnya sembari menggoyang-goyangkan kepala ayah dengan jari telunjuknya yang terus ditempel-tempelkam ke rambut ayah “Kamu gara-garanya.” “t*i franda menempel dijariku.” Teriak ibu yang senada dengan alunan klakson mobil dibelakang dan tampaknya membuat ayah panik “Kenapa aku sih?” Tanya ayah yang juga menekik sembari menutupi kepalanya dengan kedua tangannya, sehingga klakson mobil ayahpun juga ikut mempadukan paduan suara ini. hanya bisa duduk terdiam merenung dengan kepala menghadap kebawah, karena aku sendiri sadar bahwa itu bukan salah mereka berdua, baik itu ibu ataupun ayah, sesaat kemudian aku tersadar dari renunganku, saat memgang kursi sofa mobil yang tadinya empuk, sekarang malah beribah menjadi lembek dan belek seperti bolu. Hidungku juga jadi menjadi responsif, dan sandal jepitku, terbasahi suatu air yang aku lihat dengan mataku, dan aku ikuti baunya dengan hidung, dan itu berasal dari aku sendiri. Frandapun juga ikut memenuhi alunan genre musik ini, yang awalnya jazz dan sekarang berubah menjadi rock. Popoknya yang tergeletak dibawahpun membuatku pusing, lagi-lagi aku memegang kedua tanganku disekitaran bokongku, dan lagi-lagi aku menutup mulut franda, menghiburnya agar dia bisa beristirahat dengan tenang. Yang sudah tidak kuat menempel menahan lagipun menunduk untuk mengambil popok franda dan debgan tidak sengaja aku mengangkat sedikit bokongku dan melepaskan gas alamiahku. “Aduh, bau apa ini?” Tanya ibuku yang melepaskan kedua tangannya dari kepala ayah, dan sekarang digunaakan untuk menutup hidungnya “Iya bau apa ini?” Tanya ayah dengan tenang, dan tidak kusangka mereka sekarang candu dengan obat penenang dariku itu, tersenyum bahagia dengan menghirup udara segar, aku membuka pintu dan berkata “Ibu, aku sudah tidak tahan lagi.” Teriakku dengan hampir menangis karena aku benar-benar sudah tidak bisa menahannya, berlari, sembari mengusapkan air mata yang jatuh ke pipiku dan membuang kembali beberapa sisa makanan busuk yang ada di perutku. “Kau kemana?” Teriak Ibuku memanggil dari pintu mobil yang masih terbuka lebar, teriakkannya yang begitu melengking, menyayat hati terdengar semakin menjauh, semakin jauh dan menyatu dengan paduan suara merdu klakson bus dan mobil. Amplop putih bersih itupun didorong oleh kepala sekolah kepada kedua orang tua yang sedang duduk manis dan tersenyum, yang juga sedang memaksakan suasana canggung untuk terjadi bukan malah silahturahmi saling mendorong dan memberi angpao. “Biar aku saja yang terima.” Kata ketua komite itu yang langsung saja mengambil angpao tersebut dan dimasukkan kedalam kantongnya. Ketua komite itupun pergi meninggalkan mereka berdeka. “Bagaimana Bu.” Tanya Fread di depan gedung sekolah sedari ibu dan ayahnya menampakkan wajah dihadapannya. Ibunya terdiam begitu juga ayahnya, ditengah kerumunan siswa siswi yang lalu lalang sedang melaksanakan masa orientasi siswa ini, tidak ada satupun suara yang terdengar “Kau diterima.” Bisik Ibunya yang mendekat kepadanya “Apa?” Tanya Fred kegirangan “Aku diterima meski aku bodoh.” Teriaknya dengan bangga yang kemudian mendapat perhatian dari beberapa orang tua murid yang juga sedang berdiri di depan gedung sekolah yaitu ruangan kepala sekolah, Ibunya Fredpun tersenyum dengan manis kepada salah satu orang tua murid yang menatapnya dengan sinis “Ini Rahasiakan?” Tanya Ibu Fred kepada orang tua murid itu namun tidak kunjung mendapat balasan, lalu Ibunya Fredpun mendekat kepada anaknya sembari memeluk dan berkata “Selamat anakku.” Kata Ibu Fred yang masih memeluk anaknya sembari menatap orang tua murid itu dari rambutnya yang kering sampai kuku kaki yang bewarna merah darah. Ibunya Fredpun mengecilkan kedua matamya menatap ibu itu “Berapa nilai anakmu?” Tanya Ibunya Fred yang kemudian dijawab “Itu tidak penting.” Kata ibu orang tua murid tersebut yang langsung meinggalkan mereka. “Gaya sekali, seperti anakmu lulus saja, ditanya nilai saja tidak menjawab.” “Kalau murni kenapa ikut berhadapan ke kepala sekolah.” Tanya Ibu Fred dengan kesal dan langsung melepaskan pelukan anaknya, dan berjalan kencang menuju pintu ruang kepala sekolah, saat akan membuka pintu, pintu itu sudah terbuka kembali dan keluarlah Orang tua Murid yang baru saja dibicarakannya dengan membawa seragam sekolah yang masih rapi terbungkus dalam plastik. Tanpa basa basi mereka berdua memutuskan jalan yang berbeda. “Aku nggak percaya bisa lulus disana.” Kataku kepada temanku sembari mengikat tali sepatu di kamar “Apa kau lulus?” Tanyanya kemudian aku jawab dengan tawa “Berapa pertandingan yang akan datang?” Tanyaku yang kemudian aku sambung “Aku akan teraktir sebelum kemenangan.” Kataku yang kemudian menutup telpon dan mempraktikan berlari keluar kamar. pergi sembunyi-sembunyi dengan menggunakkan sepatu sepak bola. “Selamat kawan.” Kata temanku yang datang menghamipiriku dan menanbrakkan tangannya dengan tanganku “Apaan ini?” Tanyaku dengan girang kemudian ia jawab “Traktirannya, mana suaranya!” Teriaknya yang memanggil seluruh penghuni lapangan termasuk sapi-sapi itu. Dalam perjalanan naik motor, hpkupun berdering “Iya ibu.” Panggilku dengan berteriak karena suara angin yang kencang seperti suara plastik itu menutupi telingaku “Sepatu sepak bola ayah dimana?” Sambung ibuku dari dalam telepon yang mengkhawatirkan keberadaab anak emasnya. “Aku mau nginep di rumah teman dulu ya bu, selamat tinggal ibu, istirahat yang tenang juga ibu.” Tutupku yang kemudian teringat sesuatu, mengetik pesan sembari duduk di motor ini “Ibu, besok jangan ke sekolah ya, aku ke sekolah sendiri saja.” Sesudah aku memencet tombol kirim itu, hpku hampir saja terjatuh, karena motor yang sedang dikenderai berjalan tidak stabil, untung saja aku langsung memeluk teman priaku dari belakang “Apaansih, jijik fred.” Teriak temanku yang terus berusaha melepaskan pelukanku yang akhirnya mengakibatkan luka sayatan pada wajahku yang sebelah kiri alias codet. Menaiki motor dengan merk scoopy berwarna putih coklat atau crème, iapun memarkir motornya di depan gedung sekolah yaitu tepat didepan parkiran ruang kepala sekolah, lalu ia menaruh helm yang di spion motor. Merapikan rambutnya, menaikkannya sedikit keatas dan saat ia menemukan bekas luka sayatan itu padanya, ia menunjuk cermin itu dengan tiba-tiba, sembari menuruni motor dan berjalan mundur “Kau tampan.” Katanya sendiri yang dengan segera membalikkan badannya memasuki ruang kepala sekolah dan melewati beberapa murid yang tak lain adalah Sintya dengan teman beda kelompok mosnya yaitu Fafa dan Caca. Wajah Sintya tampak suram, ia juga terus menunduk kepalanya dan kemudian saja Cacapun menepuk pundaknya “ Aku pergi dulu ya Tya.” Kata Caca yang meninggalkan mereka berdu lalu Sintya pun tersenyum dan berkata kepada Fafa “Bagaimana kalau kita duduk dulu?” Pintanya, dan mereka berduapun duduk “Namamu Fifi kan?” Tanya Sintya kepada Fafa “Kan sudah kubilang namaku Fafa.” Kata Fafa dengan suara yang berlogat seperti tokih wanita di kartun “Oh okeh Fifi.” Kata Sintya sembari tersenyum yang sedang mencoba bercanda dengan Fafa, namun Fafa hanya memainkan hpnya. “Aku baris dulu ya.” Kata Sintya yang akan meninggalkan Fafa namun tidak juga mendapat balasan dari Fafa. “Yang terlambat kemarin mana? Sini baris di depan.” Pinta Kakak pengawas MOS yang membuat Sintya langsung melangkah maju kedepan dengan celana hitam panjang yang besar dan longgar juga nampaknya resletingnya tidak terkunci rapat. “Kenapa kamu telat kemarin?” Tanya kakak kelas tersebut sembari berteriak kepada Sintya “Saya sembari pindah rumah kemarin.” “Kakak dulu tinggal di gatsu, kakak gak pernah telat ke sekolah.” Bukannya menjawab kembali, Sintya malah bergumam sendiri yang tentunya tidak didengar oleh kakak kelas tersebut “Bilang Maaf dan alasanmu telat, lalu tanya kepada semua teman-temanmu apakah kamu bisa dimaafkan!” Perintah kakak kelas itu kembali yang dijawab anggukkan terdiam oleh Sintya “Teman-teman saya minta maaf ya dikarenakan saya telat kemarin.” Katanya sembari menatap kanan kiri seluruh siswa dan kemudian ia mendapatkan tatapan juga dari teman sekelas sekolah menengahnya dulu, iapun berhenti sejenak dan kemudian ia sambung “Apakah saya bisa dimaafkan?” Tanyanya kepada seluruh siswa baru yang ada di lapangan tersebut “Bisa.” Jawab serentak dari seluruh siswa yang mengikuti masa orientasi siswa tersebut. Setelah itu, Sintyapun kembali masuk ke dalam barisanny, namun sebelum masuk kedalam barisannya, ia melihat melihat ayahnya di diluar pintu pagar, berdiri disamping pickcup putih tersebut. Sintyapun langsung memberi isyarat dengan gerakan tangannya yang maju-maju, mengartikan bahwa ayahnya harus segera pergi. Gumamnya kembali dengan tangan menarik celana hitam panjangnya yang longgar sembari berjalan kembali, memasuki barisan. Sebelum pembagian kelas merekapun diperintahkan untuk memakan roti yang seharusnya sudah mereka persiapkan drai rumah, dan lagi-lagi Sintya ditegur oleh ketua osis tersebut “Adik yang tadi, rotimu dimana?” Tanya ketua osis tersebut sembari menunjuk kepada Sintya yang sedang duduk terdiam dan keemudian yang segera dijawab Sintya “Saya sudah sarapan kak.” Katanya sembari mencabut-cabut rumput yang ada dinggenggaman tangan kanannya “Minta roti temanmu untuk dimakan, kalau kamu pingsan gimana!” Tegur ketua osis itu kembali, yang terus menerus saling berteriak dengan Sintya dan akhirnya sisswa dari kelompok sebelah menunjukkan kepada Sintya, yaitu roti rasa campur, yang terbagi-bagi dalam bentuk kotak “Ini makan saja rotiku.” Dalam perjalanan memasuki ke masing-masing kelas, berdiri dibelakang Stefy, tak berhenti-henti berbicara dengan Stefy, dikarenakan temanya Putri tidak masuk pada hari terakhir masa orientasi siswa. Seseorangpun yang terkenal di kelompok masa orintasi siswa Sintya, menghampiri dirinnya bersama seseorang yang baru. “Sintya, kamu belum dapat teman dudukkan?” Tanya Lilin kepada Sintya yang segera dijawab “Aku seharusnya duduk sama putri, tapi putri gak masuk.” Jawab Sintya juga disertai anggukkan “Okelah.” Sahut Lilin yamg kemudian disambungnya kembali berbicara kepada Stefy yang berjalan di depan Sintya “Fyfi Aku duduk sama kamu ya?” “Halo, namaku mayra, salam kenal ya Sin.” Menaiki pickup ayahku dengan segera, duduk di kursi sebelah kiri dan langsung membenam punggungku di sadaran kursi mobil yang cukup keras tersebut, menyembunyikan wajahku dari kaca jendela mobil yang terbuka lebar karena tidak bisa tertutup sembari melihat spion yang mengarahkan ke keramaian yang ada di belakang pickup “Aduh memalukan sekali.” Gumamku sendiri “Kenpa dik?” Tanya Ayahku yang tidak kujawab. Angin yang kencang terus berhembus, menampar wajahku yang menoleh kanan kiri dan bergerak-gerak ke atas kebawah seperti sedang berada di disko, terikku, terdengar merdu menggunakkan teknik belting menyanyikan lagu favoritku sendiri yang nadanya jauh berbeda dengan lagu yang terputar dari radio. “Bagaimana sekolahnya?” Tanya ayahku yang lagsung kudekati ke kupingnya “Apa, apa? Tak terdengar.” Kataku dengan teknik belting dikarenakan suara radio yang memenuhi jalan raya, kembali bernyanyi dengan seisi hatiku, tidak mendengarkan ayahku. “Nek, bangun nek.” Kataku sembari membangunkan nenekku yang sedang tertidur di tempat yang berserakan, dipenuhi plastik hitam besar yang berisi baju-baju yang belu tertampih, yaitu kasur, yang ukuran tingginya, dari lantai hanya setinggi telapak kaki ke atas tumit. Ku hapus air yang keluar dari Bibir Nenekku dengan jaketku yang bewarna putih keabu-abuan, upayaku menjadi anak berbakti malah mengakibatkan gigi nenekku terlepas, kupasangkan kembali gigi nenekku dengan hati-hati. merangkul nenekku dengan lengan kirinya dengan topangan bahu kananku, agar nenekku bisa berdiri dan kemudian berjalan “Mau kemana?” Tanya nenekku yang baru saja terbangun ketika kami telah menginjakkan kaki di halaman yang miring, didepan pintu pickup, ia tarik kembali air-air yang keluar dari mulutnya, aku tidak bisa menjawab tanya nenekku, namun aku hanya bisa membantu nenekku masuk ke dalam pickup tersebut, kuletakkan tangan kiriku di tempat samping radio, sedangkan tangan kananku mengangkat b****g nenekku dan setelah itu aku tinggalkan nenekku dengan pintu terbuka. Di halaman yang miring ini, kakakku dan aku serta juga ayahku, mengangkat lemari secara bersama-sama dari dalam kamarku dan kakak-kakakku, dua buah lemari kayu yang kosong itu sudah berada di atas pickup dengan kandang anjingku sebanyak 4 serta juga anjing-anjingku. Bergegaslah aku membawa plastik-plastik hitam lali duduk diantara bunga-bunga serta pot-pot betonnya yang menjepit ku dan kakak perempuanku diantar 2 lemari ini. Saat gas ditekan, menuruni halaman yang miring ini, melihat kesamping, ingin mengucapkan selamat tinggal namun tidak bisa, karena suasana saat ini telah dipenuhi suara anjing-anjingku. Telah tiba akhirnya, menginjakkan kakiku di depan pagar sekolah dari pickup putih milik ayahku, tanpa berbasa-basi dengan ayahku, aku langsung berlari memasuki sekolah. Tas kotak kecil bewarna biru yang tergendong sejak pukul 4 lebih 30 menit, hingga sekarang pukul 5 lebih 46 menit, ia letakkan di atas meja yang berdebu, urutan no 1 dari depan, Melihat sekeliling, jendela-jendela yang juga berdebu dan terdapat satu kaca jendala yang pecah, malam berganti, iapun melihat sedikit matahari terbit dari pecahan kaca tersebut. Diseberang kelas, yaitu di depan ruang biologi yang letaknya dibatasi pepohonan yang lebar namun tidak terlalu menjulang tinggi, iapun berjalan-jalan disana, tepatnya di depan anak tangga ruang biologi dengan sepatu hitam yang sudah dipakainya sejak sekolah dasar, kaos kaki putih yang panjangnya menutupi betis, rok biru tua longgar yang warnanya sudah mulai memudar dan panjangnya hanya menutupi paha. Dan yang terakhir adalah seragam putih bersih yang bergaris-garis, nampaknya belum disetrika. Melihat pepohonan di depannya yang menutupi kelas , iapun duduk dianak tangga, rambutnya yang terplintir dua penuhpun juga ikut dilantai itu. “Mega.” Teriaknya yang mengejar temannya memasuki kelas, megapun menaruh tas di dalam kolong meja disamping tasnya “Aku ke kamar mandi dulu ya.” Kata Mega yang dibalas “Ikut.” Saat keluar dari kelas iapun melihat seorang siswa yang baru saja menginjakkan kaki didepan pintu kelas sebelah dan dengan keras, nampaknya siswa itu berhasil membuka pintu kelas. Iapun bergegas kembali kedalam kelas yang bertuliskan X IPS 3, duduk dikursi dibangku tasnya berada, ia selipkan tasnya ke punggung dan seseorangpun memasuki kelas, siswa itu terdiam sejenak lalu berjalan kembali dan saat siswa itu berjalan kebelakangnya, iapun mengambil kesempatan untuk berlari. Saat tiba di kelas itu, diapun meletakkan tasnya di meja no 2 dari belakang sembari ia bergumam. “Adi, Pintu kelasnya pakai kunci ya?” Tanyanya kepada siswa tersebut seorang diri, “Tidak, aku tadi hanya membukanya.” Jawab Adi beberapa menit kemudian, iapun dibangku yang bersih itu dan membuka tasnya mengeluarkan satu bukunya, ia langsung membaca buku itu. “Inikan pelajaran pertama di hari sening, kalian perkenalkan diri pakai bahasa inggris saja, nanti yang ditunjuk sama temennya harus maju. Enggak perlu lama-lama.” Kata guru bahasa inggris kelas tersebut yang bernama Miss Risri sembari berjalan-jalan. “Kamu, kenapa pakai rok biru, mau jadi anak menengah lagi?” Bentak Miss Risri sembari menunjuk Rok Sintya, bukannya menjawab, Sintya malah hanya tersenyum kepada guru tersebut, Guru itupun berdiri di antara 2 bangku yang mengapit, yaitu bangku sebelah kanan dan bangku sebelah kiri. Kakinya yang memakai sepatu hitam berhak tersebutpun dihentak-hentakkan di lantai putih di samping meja Sintya “Kamu, yang pojok kanan, rambut keriting pendek, maju kedepan.” Bentak Mis Risri tersebut lagi dengan suara nyaringnya sembari menunjuk, siswi yang ditunjuk itupun terdiam menatap Miss Risri, “Iya Kamu, aduh pakai lama lagi.” Kata Miss Risri yang masih menunjuk sembari menjentik-jentikkan jarinya “Buk saya mau ke toilet dulu.” Kata Siswi tersebut yang langsung bergegas keluar kelas, namun berisi peragaan tersandung kaki teman sebangkunya menyebabkan tawa dari murid-murid dikelas itu, termasuk Fred. “Yaudah disampingnya, jangan banyak alasan lagi.” Kata Miss Risri sembari berjalan dan langsung duduk di kursinya. Fred masih tertawa dan kemudian berbisik sembari menunduk-nundukkan kepala “Ris, kita dapat guru killer ni.” “Iya haha.” Jawab Faris, teman sebangkunya, kemudian Fredpun menegakkan badannya untuk melihat dan mendengar siswi yang akan memperkenalkan diri “Teman sekolah dasarku itu.” Kata Sintya yang berbisik-bisik dengan Mayra menghalangi pandangan Fred. “Yang mana?” Tanya Mayra sembari melihat kearah Sintya dengan tersenyum lebar, mencuri perhatian Fred. “Itu yang keluar ke kamar mandi.” “Sering nyuri dia sama aku dulu di Togamart, tahukan?” Kemudian Mayrapun bertanya balik dengan wajah yang benar-benar penasaran, namun senyumnya tidak memudar “Benarkah?” “Sintya.” Kata Adi didepan kelas yang langsung duduk kebangkunya, namun Sintya tidak mendengar itu, Mayrapun mendorong Sintya agar keluar dari bangku dan memberitahu Sintya dengan isyarat mulutnya yang nampaknya seperti ingin tertawa, lalu Singyapun berdiri dan keluar dari bangkunya sembari berguman. “I don't have Hobby.” Tutup Sintya di depan kelas yang membuat semua murid tertawa dan juga membuatnya bingung, iapun hanya bisa menutup mulutnya sembari membungkukkan badannya dan mentembunyikan kepalanya. Kamu gak punya hobi?” Tanya Miss Risri dengan wajah terkejut dan secara cepat dan tiba-tiba, seusai Sintya menutup. “Iya.” Jawab Sintya dengan cepat juga “Boring.” Jawab Miss Risri tersebut dan langsung mengambil pulpen, menuliskan sesuatu. Mendengar hal tersebut dan melihat tingkat Miss Risri, Sintyapun tersenyum dengan cepat dan sedetik kemudian menarik garis kedua bibirnya kebawah sembari kembali ke meja. “Tunjuk seseorang.” Kata Miss Risri yang kemudian lama dijawab Sintya “Wida.” Kata menunjuk teman yang duduk di bangku samping kiri bangkunya. Sintyapun tersenyum kepada Wida sembari berjalan ke bangkunya. “Hobbymu apa?” Tanya Sintya kepada Mayra yang masih tertawa karena perkenalan Sintya, hal tersebut kembali lagi mencuri perhatian Fred. “Dia aneh.” Kata Fred kepada teman duduknya “Sepertinya” “Sepertinya juga menyeramkan.” Kata Faris teman sebangku Fred dan seketika Sintyapun membalikkan badannya dan melihat Faris, namun ia kembali berbisik pada Mayra sembari menunduk “Lihat saja Giginya, Giginya semua penuh dengan taring, itu menyeramkan.” Bisik Faris kepada Fred sembari menunduk-nunduk. “Faris.” Kata Wida didepan kelas yang langsung tertawa lebar dan membusungkan dadanya, berjalan kembali ke bangkunya dengan langkahan kakinya yang pendek. “Aku kedepan dulu.” Kata Faris yang langsung kedepan meninggalkan Fred. “Kamu tidak suka anime dan juga kpop, lalu apa?” Tanya Sintya kepada Mayra “Rock.” Kata Mayra sembari meingsyaratkan tanganya berbentuk lambang metalica “Diam-diam!” Tegur Fred dari belakang Sintya, mendorong punggung Sintya dan Sintyapun tetap berbisik pada Mayra sembari menunduk-nundukkan badanya “Berarti kita berbeda.” Sintyapun membuka bukunya sembari tersenyum, mengangguk-anggukan kepala kepada Mayra “Kenapa begitu?” Tanya Mayra yang kebingungan kepada Sintya “Ya begitu.” Sahut Sintya yang langsung hanya memperhatikan bukunya. “Fred.” Panggil Faris kepada Fred di depan kelas “Awas nantimu Ris.” Kata Fred yang cukup keras untuk didenganr Miss Rusri, merekapun bejalan pada lain arah. Faris berjalan ke mejanya di sebelah kanan dan Fred berjalan dari bangkunya sebelah kiri, merapikan kembali sedikit rambutnya dengan alisnya yang tidak karuan karena bulu-bulu atau rambut-rambut alisnya yang berdiri, ia pun memulai perkenalannya dengan berdiri di depan kelas. “My name is Freddicaro Sisasmo, I like swimming and playing online games, My junior high school is Sekolah Menengah Pertama negeri 9, I live in jalan santana, saya punya media sosial i********: dengan nama fred, bisa diikuti ya, senang berkenalan dengan kalian semua.” Jelas Fred sembari melambai-lambaikkan tangannya dan menatap Miss Rusli, Miss Ruslipun menaikkan alisnya dan menunjuk ke arah bangku Fred, mengisyaratkan Fred untuk segera kembali ke bangkunya. Fred yang berbadan tinggi dan memiliki lemak yang sedikit ditubuhnya berjalan tegak seperti Wida “Miss jelasin ya.” Kata Miss Rusli sembari mengetuk-ngetukkan spidol papan yang bertinta hitam tersebut pada meja yang bertaplak meja jingga itu. “Ini kelas bahasa inggris.” Katanya dengan jelas sembari mengeja perkataanya dengan pelan dengan nada bahasa indonesiannya yang agak tidak benar seperti lidahnya yang terus menerus menyentuh bibirnya, membuat kalimatnya yang terdapat huruf r tidak terdengar jelas “English class.” “Kalau kalian mau belajar bahasa indonesia, silahkan pindah ke sastra bahasa indonesia atau apalah itu.” Kata Miss Rusli yang langsung merapikan buku-bukunya dan membawanya berjalan meninggalkan kelas. Mayrapyun langsung berdiri sembari mengancungkan tangan kananya yang terkepal dan juga tangan kirinya yang menahan tangan kanannya tersebut, lilin juga langsung membalikkan badannya kebelakang menoleh kearah meja Sintya dan Mayra “Kutu Kupret.” Kata Lilin yang kemudian mengundang gelak tawa besar dari Stefy yang duduk disampingnya kemudian Mayrapun ikut tertawa dengan sangat besar dan juga telat membuat Lilin ketawa “Lucu kali ketawamu Mayra.” Kata Lilin kembali sembari berdiri dan berteriak tertawa bersama Mayra. “Gak gitu juga kali Lin.” Kata Wida yang sedari tadi berdiri membawa penggaris melihati Lilin dan Mayra yang membuka mulutnya lebar-lebar, Widapun menghampiri mereka dab ikut tertawa dengan ciri khasnya yaitu tertawa yang dibuat-buat dengan tawa seperti raksasa dengan nada rendahnya “Gak gitu juga Wida..” Kata Faris yang berbiacar dengan pelan sembari memainkan permainan di hpnya, mengatakan hal tersebut kepada Wida yang berdiri di samping Stefy, Farispun juga kut berdiri sembari memainkan permainan dari ponselnya di belakang Mayra “Ikut-Ikut aja kamu ris.” Teriak Mayra yang dibuat-buat sembari merebut ponsel Faris “May, ponselku, ponselku.” Teriak Faris yang meminta ponselnya kembali karena direbut Mayra, Mayrapun menghalang-halangi Faris dengan punggungnya yang kuat sembari ia memainkan permainann online yang sedaritadi muncul dan berisik dari ponsel Faris. “Aduh, kalah sudah aku.” Kata Faris yang masih berusaha merebut ponselnya dengan tangannya yang mencoba melewati punggung Mayra, namun tidak ia gapai-gapai, hal tersebut menimbulkan gelak tawa dari Fred, “Ha ha, kasian deh lo ris.” Ejek Fred yang kemudian tertawa dengan keras seperti meneriakki Faris dan menarik tangan Faris dengan tangan kanannnya dan ponsel di tangan kirinya, mengajak Faris keluar bersama Wida juga berbenlanja di kantin “Udah, diemin aja dia mainnin hpmu ris.” Kata Fred kepada Faris sembari mengambil nasi bungkus dengan lauk campur yang ada di kerajang biru, Farispun juga ikut mengambil nasi bungkus yang beraluk campur tersebut, namun di keranjang yang berwarna merah. Sekumpulan gelak tawapun datang meramaikan katin, dengan yang sepertinya diketuai oleh Lilin dan wakil ketuanya Mayra. Lilin berjalan di depan pasukannya yang disampingnya juga berjalan Mayra, jumlah pasukan mereka ada 7 siswi dengan 3 siswsi lainnya adalah siswsi dari kelas Ips 2, yang merupakan temannya Stefy, diantaranya Ika, Ratih, dan Yuki, sedangkan dari kelasnnya Sintya ada Sintya sendiri yang berjalan di barisan paling belakang, sedang asyik bertanya-tanya pada Mirna, kemudian didepan Sintya, ada Stefy yang sedang asik bericara ketiga temannya dan juga Mayra dan Lilin, mereka asyik berbicara dengan suara yang cukup keras. “Buk minta nasi bungkusnya satu bu.” Pinta Mayra kepada dagang soto yang juga berjualan nasi bungkus tersebut, mayrapun mengambil nasi bungkus putih yang berada di kernjang merah itu dengan sendirinya, sembari menunjuk ponsel Faris yang menyala dan menampilkan permainan Faris ditangan kirinya. “Ris.” Sapa Mayra sembari menggoyang-goyangkan ponsel Faris di tangan kirinya “Ih menang ya?” Tanya Faris dengan terkejut dengan wajah yang sedemikian rupa tidak bisa dijelaskan. Farispun melangkah menghampiri Mayra yang berada di sisi samping kirinya dengan nasi bungkus campur yang ada ditangannya “Jago sekali mayra ini.” Kata Faris yang kemudian disoryaki oleh Wida “Duh, fuh Faris, Faris.” “Udahin gombalannya Faris.” Kaat Wida berulang kali, “Iya lo, Faris ni.” Sahut Fred yang menunggu untuk giliran membayar, karena kedua temannya masih asyik mengobrol didepannya “Cepet dong may.” Teriak Lilin dibelakang mayra yang padahal bisa langsung mengambil nasi bungkus yang ada di depannnya “May, selasaiin dulu hubungannu sama Faris, aku lapar ini.” Teriak Lilin kembali sembari pura-pura kesal kemudian dihampiri Fred “Sudah-sudah lin.” Kata Fred sembari memberikab kode untuk bersabar dengan tanganya yang memegang dadanya sendiri “Ih Fred, rambutmu bagus banget.” Kata Lilin sembari merapikan rambut lurus Fred yang terbentang di dahi Fred. “Iyalah, aku pakai shampoo kuda, keluaran baru dengan merk terkenal dan harga mahal.” Sahut Fred sembari bergaya ala wanita yang menengok kanan kiri mengibaskan dan memainkan kepalanya yang hanya memiliki sedikit rambut. “Jijik sekali.” Kata Faris yang selanjutnya mengejek Fred dan mundur dari pedagang soto tersebut. “Iya Jijik sekali, tapi bener bagus rambutmu.” Sahut Lilin yang kemudian melanjutkan katanya didepan p ibu pedagang soto tersebut “Bu beli sotonya.” Pinta Lilin dengan halus dan lembut kepada dagang soto tersebut sembari memberikan uangnya dan melipat-lipatkan uangnya “Aku suka tahu belanja di ibu ini, sotonya enak banget.” Kata Lilin disamping Mayra dan juga teman-teman Stefy, “Iya enak banget.” Sahut teman Stefy yaitu Ratih sembari mengetuk-ngetuk pundak Lilin yang berada di depannya.” “Enggak nanya we.” Teriak Faris yang saat itu segera meninggalkan wilayah pedagang soto bersama Wida dan Fred, dikarenakan Mayra yang membalikkan badannya dan akan segera memukul Faris tapi tidak kesampaian. “Mirna, ambilin aku nasi bungkus satu.” Pinta Sintya kepada Mirna yang berada jauh darinya, karena telah mengambil posisi Faris yang baru saja pergi, yaitu berdiri disamping meja tempat kerjanjang-kerjang yang berisi nasi bungkus dan di depan Mirna sendiri terdapat kulkas. “Nasi Bungkus apa?” Tanya Mirna yang berteriak dari arah samping depan kanan kepada Sintya “Apa aja boleh.” Sahut Sintya. Sahutan Sintya seketika mensunyikan suasana dan Sintyapun kembali berpinta “Mirna, ambilkan aku satu botol air juga.” Pinta Sintya yang pada saat itu dengan segera diambilkan sebotol air terlebih dahulu oleh Mirna, lalu diberikanlah sebotol air tersebut dengan tangan kanan yang terlentang kepada Sintya yangsedang berdiri dibelakang teman-teman Stefy. “Yuk makan soto bareng, kalian mau beli soto juga gak?” Tanya Lilin yang masih memegangi uangnya sembari melihat kanan-kirinya, Mayrapun langsung meletakkan nasi bungkus tersebut kembali pada keranjang “Kalau gitu, aku beli soto juga.” Kata Mayra yang kemudian diikuti oleh teman-teman Stefy yang juga menodongkan uangnya, “Mirna, gimana, kamu mau soto juga?” Tanya Lilin kepada Mirna yang sedang berdiri disamping Mayra, Mirnapun menjawab setelah Stefy dan teman-temanya termasuk Mayra meninggalkan wilayah pedagang soto tersebut dan mencari tempat yaitu meja dan kursi untuk didiami pada saat mereka makan “Iya aku soto aja lin.” Kemudian beberapa menit kemudian pada saat Sintya berdiri disamping kanan Mirna yaitu menghadap tembok, Mirna kembali berbicara bersamaan dengan Sintya yang menyenderkan punggungnya pada tembok, menghadap dan melihati semua penikmat makanan di kantin “Iya enak sotonya kemarin lin.” Kata Mirna yang menghadap pada Lilin, Lilinpun dengan gembira membalas karena seseorang telah setuju dengan pendapatnya “Iya benerkan!” Seru Lilin dengan senyuman yang lebar di wajahnya walaupun tidak mendapat balasan dari Mirna. “Kamu ngapain disini? Gak duduk sama yang lain?” Tanya Mirna kepada Sintya setelah Sintya mengambil nasi bungkus yang belum ia ketahui sendiri nasi bungkus apakah itu, karena nasi bungkus itu adalah satu-satunya nasi bungkus yang tersisa, bungkussan luarnya saja sudah kusut karena nampaknya seseorang telah meremas dan mebuat bungkus kertas minyak pada nasi bungkus tersebut rusak, Sintyapun juga memberikan uangnya kepada bapak pedang soro tersebut “Tidak, aku diam disini saja dulu. Kamu gimana?” Tanya balik Sintya kepada Mirna dengan meninggikkan suaranya dan kembali menyenderkan punggungnya pada tembok hijau tersbut “Aku nunggu lilin dulu.” Kata Mirna kepada Sintya sembari menunjuk lilin yang berada di sisi samping kiri Mirna dan rupanya ia masih memegangi uang. “Kalian duduk saja dulu.” Kata ibu pedagang soto tersebut sembari melihat kearah mereka bertiga, dengan alis kanannya yang terlalu naik, tergambar dengan pensil alis coklat, membuat ibu tersebut seperti sedang bertanya. “Lilinpun terdiam melihat ibu tersebut sembari masih memegangi uangnya “Oh uangnya belum ibu ambil ya.” Kata pedangang soti tersebut yang dengan segera mengambil uang yang ada di tangan Lilin dan langsung memberikan kembalian kepada Lilin “Oiya, anak yang rambutnya bagus itu belum bayar nasi bungkus lauk campurnya.” Kata ibu pedagang soro kembali kepada lilin seorang “Baik bu.” Sahut Lilin dengan halus dan sopan dengan matanya yang menatap alis kanan ibu pedagang soto tersebut. “Eh kalian minum apa?” Tanya Mirna kepada kedua temannya yang pada saat itu, Mirna sendiri sedang mengahadapkan wajahnya kepada Lilin sembari membuka, namun ia dapat mengambil minuman favoritnya dengan benar tanpa melihat kulkas yaitu sebotol the dengan rasa yang bercampur apel, Sedangkan Sintya sendiri tidak menjawab pertanyaan Mirna, malah ia masih sibuk menyenderkan punggungnya pada tembok sembari melihat satu persatu mata murid yang sedang duduk dan menikmati masing-masing santapannya di kantin tersebut. Kulkas yang masih terbuka tersebut sengaja dibuka oleh Mirna, dikarenakan Mirna sendiri masih menunggu jawaban dari Lilin untuk diambilkan minum olehnya “Eh aku disamain aja.” Kata Lilin yang kemudian diberikan sebotol teh yang rasanya dicampur dengan rasa apel, sama seperti favorit Mirna sendiri, botol teh rasa apel tersebutpun diberikan oleh Mirna pada Lilin “Terimakasih.” Kata Lilin dengan sentuman manis di wajahnya dan langsung mengakat sebotol the tersebut ke dadanya dengan kedua tangannya. “Ayo!” Ajak Lilin yang mengajak temannya itu yaitu Mirna dan Sintya untuk duduk bersama di bangku tempatnya Stefy bersama teman-temannya juga dan juga Mayra. “Eh, tunggu dulu, aku mau beli kerupuk dulu.” Kata Lilin yang menghentikan langkahnya dengan Mirna, Terdapat 2 rasa yang beragam, yaitu kerupuk ayam yang berwarna coklat dan juga kerupuk udang yang berwarna merah ke jingga-jinggaan. Dengan lambat, Lilinpun mengambil salah satu kerupuk berwarna merah dengan sedikit warna jingga tersebut, dipegaganglah didepan dadanya sembari menengok dan melihat kearah Sintya yang dengan posisinya yang sama dan kegiatan yang sama yaitu melihati seluruh murid di kantin. Lilinpun menjauhkan kerupuk tersebut yang diambilnya dari dadanya, kemudian ia meletakkan kerupuk tersebut dan memilih kembali kerpupuk berwarna merah dengan sedikit warna jingga, diputar-putarlah di depan dadanya dengan sagat cepat lalu ia berkata “Ayo.” Membalikkan badannya dan pada saat akan melangkah berjalan bersama, Sintya melihat nasi putih dengan lauk bergedel jagung yang sedang dinikmati Fred, Punggungnyapun ditarik dari tembok dan merekapun melangkah bersama, berjalan melewati meja antar meja seperti sedang menyebrang.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.6K
bc

Troublemaker Secret Agent

read
58.4K
bc

TERNODA

read
198.1K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.2K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook