Bab 2

1134 Words
    Mobil yang ditumpangi Rana berbelok ke sebuah rumah mewah yang memiliki halaman yang sangat luas. Rana tebak ini adalah rumah keluarga Atharya. Jantung Rana kembali berdegup kencang. Ia merasa belum siap jika bertemu dengan Sagara. Rana takut jika Sagara tahu bahwa dirinya bukan Ruby.     Rana menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan, berharap rasa gugupnya perlahan sirna. Dalam hati, Rana mengingatkan diri jika saat ini dirinya adalah Ruby. Dan seorang Ruby tidak akan gugup hanya karena bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya.     Mobil berhenti tepat di depan anak tangga yang menuju pintu ganda rumah tersebut. Seorang pria bersetelan jas rapi membukakan pintu mobil untuk Rana. Dengan tarikan napas panjang Rana akhirnya turun dar mobil.     “Selamat datang Nona Ruby,” katanya menyambut Rana. “Perkanalkan saya Bani. Saya asisten pribadi Pak Sagara.”     Rana menganggukkan kepala sembari mengamati keadaa sekitar. Tampak luar, rumah ini kelihatan besar dan megah. Rana yakin bagian dalam rumah ini pasti lebih besar.     “Pak Sagara sudah menunggu di dalam. Mari saya antar,” ucap pria itu membimbing Rana memasuki rumah.     Dengan perut seperti terlilit tali, Rana mengikuti pria tersebut. Ia bertanya-tanya bagaimana reaksi Sagara ketika melihatnya. Dan dalam hati ia hanya bisa berdoa agar Sagara tidak mengenali Ruby yang asli agar kedoknya tidak terbongkar.     Ketika Rana hendak menaiki tangga menuju lantai dua, ia melihat seorang pria berpakaian rapi tengah menuruni tangga. Pria itu tampak gagah dan rupawan yang secara otomatis membuat Rana berhenti melangkah.     “Itu Pak Sagara, Nona,” kata Bani yang tadi bersamanya.     Mendengar ucapan itu membuat Rana memperhatikan Sagara dengan teliti. Pria berpostur tubuh tinggi dan tegap itu memiliki wajah tampan dengan hidung mancung serta alis tebal. Meskipun pria itu tampan, tetapi dia memiliki ekspresi yang dingin. Aura yang terpancar pada sosok Sagara sangat kuat. Rana merasa bukan siapa-siapa jika berhadapan dengan Sagara. Ia jadi membayangkan Ruby yang akan dengan mudah mengimbangi Sagara. Mereka berdua terlihat setara di benak Rana.     “Selamat siang Pak,” sapa Bani. “Perkenalkan ini—”     “Ruby Leena Addams,” potong Sagara yang saat ini sudah berada di dua anak tangga di atas Rana. Matanya mengamati Rana dari atas sampai bawah. Seakan pria itu tengah menilai Rana secara fisik.     Jika Rana sedang menjadi dirinya sendiri, ia pasti hanya bisa menunduk takut—mengingat dirinya hanya seorang bawahan. Namun, saat ini ia tengah berpura-pura menjadi Ruby. Ruby tidak pernah takut atau tunduk kepada siapa pun. Dan sepertinya Sagara pun tidak terkecuali.     “Sagara Dima Atharya,” balas Rana menatap lurus mata hitam Sagara yang tajam. Ia harus menguatkan diri untuk tidak mengalihkan pandangan dari wajah rupawan pria itu.     Sagara tersenyum miring. Lalu pandangannya beralih kepada Bani. “Antar Nona ini ke kamarnya,” perintahnya. Kemudian tatapannya kembali kepada Rana. “Saya permisi dulu, Nona Ruby.”     Setelah mengucapan itu Sagara berderap menuruni tangga untuk meninggalkan Rana. Diam-diam ia mengembuskan napas yang sejak tadi ditahannya. Debaran jantung Rana yang sempat menggila kini perlahan mulai normal. Tampaknya Sagara tidak menyadari bahwa Rana bukanlah Ruby. Dan sepertinya itu permulaan yang bagus.      “Mari saya antar ke kamar Anda,” kata Bani yang membuat Rana menganggukkan kepala. ***     Rana menempati kamar yang sangat luas. Kamar ini bisa dibilang seluas kamar Ruby di kediamannya yang ada di Los Angeles. Jika tidak karena berpura-pura menjadi Ruby, sampai mati pun tampaknya Rana tak akan pernah bisa menempati kamar seluas dan semewah ini.      Segera Rana mengempaskan diri ke kasur empuk. Rasanya sangat nyaman hingga dirinya tanpa sadar sudah tersenyum konyol.     “Enaknya jadi orang kaya,” gumamnya.     Ponsel yang ada di tas Rana berbunyi. Buru-buru ia  mengambil ponsel itu dan mengecek nama yang terpampang di layar.     R-by is calling.     Segera Rana mengangkat panggilan yang ternyata dari Ruby.     “Hai, Ran,” sapa Ruby di ujung telepon. “Gimana?”     “Astaga, rasanya aku mau mati gara-gara kena serangan jantung, By!” jawab Rana sambil berbisik. Ia takut jika ada yang mendengarnya—meskipun rasanya tidak mungkin mengingat luasnya kamar ini dan juga letak kamar yang ditempatinya bisa dibilang jauh dari ruang utama.     Terdengar kekehan dari seberang telepon. “Kenapa, sih?”     “Aku tadi ketemu sama Sagara. Dan sumpah, aku takut banget kalau dia tahu bahwa aku bukanlah Ruby.”     “Dan dia nggak ngenalin kamu, kan?”     “Untungnya sih, enggak.”     “Jadi, bagaimana sosok Sagara?”     “Dia punya aura mengintimidasi yang kuat. Mengerikan, By.”     Rana kembali membayangkan sosok Sagara yang baginya sangat berkharisma. Pria itu pun memiliki kesan seperti sulit digapai ataupun didekati. Selain itu Rana juga merasa bahwa Sagara orang yang sulit diubah pendiriannya.     Padahal baru saja bertemu hanya beberapa menit, Rana sudah bisa menyimpulkan banyak tentang Sagara. Rana hanya bisa berharap bahwa semua kesimpulannya itu salah.     “Aku pun juga punya aura mengintimidasi yang kuat kalau mau, Ran. Jadi, kamu jangan kalah. Jangan telihat ketakutan di depan Sagara.”     “Iya, aku berusaha sebaik mungkin, By,” kata Rana sambil menghela napas dalam. “Omong-omong, saat ini kamu di mana? Udah ketemu sama Farand?”     “Aku di hotel. Rencana ketemu Farand nanti malam. Dia masih ngajar.”     “Kamu jaga diri baik-baik, By. Aku khawatir ninggalin kamu sendirian,” kata Rana merasa cemas. Rana sudah tebiasa berada di sebelah Ruby, menjaga perempuan itu dari segala hal yang mungkin bisa melukainya atau membingungkannya. Bisa dibilang Ruby adalah tanggungjawab Rana. Jadi, jika ada hal buruk yang terjadi dengan Ruby, Ranalah yang akan disalahkan. Selain karena itu, rasa khawatirnya muncul karena Ruby sudah dianggapnya teman, sahabat, bahkan saudara. Ruby tidak pernah keberatan dengan label itu.     “Kamu tenang aja, Ran. Nggak perlu mengkhawatirkanku,” balas Ruby. “Kamu fokus aja ke Sagara. Cari cara agar dia menolak perjodohan kami. Oke?”     “Iya, akan kucoba,” jawab Rana lesu. “Tapi, apa kamu yakin jika dia bakal menerima perjodohan kalian sampai kamu takut hal itu terjadi?”     “Dia pasti menerimanya, Ran,” kata Ruby terdengar sedih. “Bagi orang kaya seperti kami, yang terpenting adalah status sosial dan kekayaan calon pasangan. Cinta itu nomor sekian. Dan aku rasa Sagara tahu akan hal itu. Jadi, bantu aku menyingkirkan Sagara, Ran. Aku mohon.”     Meskipun Ruby terlahir dari keluarga kaya raya yang bergelimpangan harta, tapi kehidupan perempuan itu sangat terkekang. Ruby memiliki Papa yang otoriter. Kehidupan Ruby sudah diatur sejak kecil hingga sekarang. Dari hal sepele seperti baju hingga jodoh. Rana sangat paham kebahagiaan Ruby yang bisa jauh dari orangtuanya yang saat ini ada di Amerika dan berniat hidup bebas di Indonesia selama mereka di sini. Apalagi Ruby mempunyai Farand, orang yang dicintainya. Meskipun begitu, Rana tetap tak tahu apa rencana Ruby nantinya mengenai Farand. Karena setahu Rana, Farand bukan terlahir dari keluarga kaya raya. Jadi, bisa dibilang rasanya sangat sulit untuk mereka bersatu.     “Akan kubantu semampuku, By.”     “Makasih, Ran. Kamu yang terbaik pokoknya.”     Rana hanya bergumam membalas ucapan Ruby.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD