Bab 3

1272 Words
    Rana menatap seorang perempuan muda yang sedang berdiri di depan tempat tidurnya. Perempuan bernama Nila itu adalah pelayan yang ditunjuk oleh Sagara untuk melayani Rana. Meskipun sebenarnya Rana tak membutuhkan seorang pelayan—Rana terbiasa melakukan semuanya sendiri karena dirinya pun seorang pelayan—tapi sebagai Ruby, tampaknya ia memang harus memiliki orang yang membantunya melakukan ini dan itu.     “Jadi, di mana Sagara?” tanya Rana kepada Nila.     “Pak Sagara masih di luar, Nona. Kemungkinan pulangnya tengah malam.”     Rana mengangguk-anggukkan kepala. Rana ingin sekali bertemu dengan Sagara. Ia berniat untuk melakukan observasi terhadap pria itu agar bisa menentukan langkah-langkah yang tepat untuk membuat Sagara menolak perjodohannya dengan Ruby. Rana harus menyelesaikan misi dari Ruby dengan sempurna.     “Apa dia sering pulang malam?” tanya Rana lagi.     “Tidak juga, Nona. Tergantung kesibukan Pak Sagara.”     Rana jadi bertanya-tanya kesibukan apa yang bisa membuat seorang Sagara pulang larut malam. Kalau Ruby sih, biasanya pulang larut malam karena pesta yang diam-diam dia hadiri. Hal itu sering membuat Rana was-was karena dirinya lah yang menggantikan Ruby di tempat tidur ketika Ruby keluar malam.     Rana melirik jam yang berada di atas nakas. Saat ini sudah pukul sembilan malam. Apa Rana harus menunggu Sagara pulang?      “Ya udah kalau gitu, kamu boleh keluar,” kata Rana kepada Nila.     “Baik, Nona. Saya permisi dulu,” kata Nila seraya menunduk hormat kepada Rana.     Setelah itu Nila pergi meninggalkan Rana sendirian di kamar. Rana merebahkan diri ke kasur. Dihelanya napas dalam-dalam. Pikirannya kini melayang membayangkan sosok Sagara yang dilihatnya pagi tadi. Lalu, ia menambahkan sosok Ruby bersanding di sebelah Sagara.     Rana tersenyum kecil. “Cocok,” gumamnya.     Sagara dan Ruby sama-sama memiliki daya tarik yang kuat. Mereka sama-sama rupawan. Sama-sama terlahir dari keluarga kaya raya. Mereka berkelas.     Buru-buru Rana bangkit dari posisi tidurnya dan berjalan ke arah meja rias. Ia duduk di kursi yang ada di depan kaca. Lalu menatap pantulan wajahnya di cermin. Dari segi manapun, Rana tampak terlihat biasa saja. Apa mungkin wajah seperti Rana dapat membodohi Sagara dengan berpura-pura menjadi Ruby?     Ruby dan Rana memang memiliki postur tubuh dan potongan rambut yang sama. Meskipun begitu wajah keduanya tidak mirip. Ruby memiliki wajah yang lebih tirus dibanding Rana. Dia pun memiliki hidung mancung yang mungil. Belum lagi mata cokelat yang indah, yang dibingkai bulu mata lebat. Ruby sangat sempurna. Sedangkan Rana hanya biasa saja.     Rana menghela napas dalam. Ia hanya bisa berharap bahwa Sagara dapat tertipu dengan wajah Rana yang jauh dari kata cantik.     Rana mencoba mengabaikan pikiran-pikiran itu dengan tidur. Namun, usahanya untuk tidur tidak membuahkan hasil. Akhirnya Rana bangkit lalu meninggalkan kamarnya. Rana butuh jalan-jalan.     Kamar Rana berada di lantai tiga. Bani tadi sempat menjelaskan secara singkat ruangan-ruangan di rumah ini. Namun, Rana tidak begitu mendengarkan karena ia terlalu sibuk dengan pikirannya yang tengah bercabang-cabang. Yang ia ingat hanya kamar Sagara ada di lantai yang sama dengannya. Dan juga ada taman yang sangat luas di bagian belakang rumah ini beserta kolam renang. Bahkan dengar-dengar ada kolam renang yang berada di dalam rumah. Tetapi Rana tak tahu letaknya di sebelah mana.     Beberapa kali Rana berpapasan dengan pembantu yang ada di rumah ini. Mereka selalu menawarkan bantuan untuk Rana. Karena mereka pikir Rana sedang tersesat ataupun sedang membutuhkan sesuatu. Pengalaman yang sangat kontras dengan apa yang ia alami di rumah Ruby. Karena di sana, Rana-lah yang biasanya menawarkan bantuan. Rana merasa seperti seorang putri raja.     Rana berjalan ke arah halaman berumput yang ada di belakang rumah. Lalu ia duduk di salah satu bangku panjang yang ada di sana. Kini tatapannya mengarah pada langit malam yang sedang berselimutkan bintang. Rana selalu merasa lebih tanang ketika melihat luasnya langit. Karena untuk sesaat ia merasa seperti manusia bebas. Tak terikat pada apa pun atau siapa pun.     Tiba-tiba Rana merasakan sesuatu menyelimuti bahunya. Rana menoleh dan mendapati sebuah jas tersampir di kedua pundaknya.     “Apa yang akan saya katakan kepada orangtuamu kalau tiba-tiba kamu sakit?” tanya suara dari arah belakangnya. Rana menoleh dan mendapati Sagara tengah berdiri di sana dengan kemeja biru dongker yang lengannya digulung sampai ke siku. “Malam ini cukup dingin, Nona.”     Rana mengangguk. “Terima kasih,” katanya dengan gugup.     “Jadi, apa yang kamu lakukan di sini sendirian malam-malam?” tanya Sagara bersedekap.     “Hanya ingin keluar,” jawab Rana agak kebingungan. Ia tak mengira akan bertemu Sagara di sini.     “Apa perlu saya temani? Atau kamu memang ingin sendirian?” tanya Sagara lagi.     “Yang manapun tak masalah,” jawab Rana kembali mendongak untuk menatap langit malam.     “Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu, Nona Ruby,” kata Sagara yang langsung membuat Rana menoleh ke belakang, menatap Sagara yang sudah menunduk sebagai salam perpisahan. Detik berikutnya pria itu berjalan meninggalkan Rana.     “Tunggu,” panggil Rana yang membuat Sagara berhenti dan berbalik untuk menatapnya.     “Ya?” tanya Sagara.     “Apa kamu akan menyetujui perjodohan kita?” tanya Rana penasaran. Ia merasa harus menanyakan hal ini. Rana merasa masih memiliki harapan jika Sagara akan menolak.     Sagara diam sesaat. Tatapannya mengarah pada Rana seolah ia sedang menilai perempuan itu. “Ya, tentu saja,” jawabnya menyunggingkan senyum tipis. “Selamat malam.”     Setelah mengucapkan itu Sagara langsung berbalik untuk meninggalkan Rana memasuki dalam rumah.     Ternyata memang benar dugaan Ruby jika Sagara pasti akan menerima perjodohan itu. Apa yang harus Rana perbuat untuk mengubah pikiran Sagara? ***     Ketika bangun tidur Rana mendapati sebuah buket bunga mawar merah di meja yang berada di kamarnya. Ada sebuah kartu berwarna putih terselip di antara bunga itu. Rana mengambil kartu itu dan membaca tulisan yang ada di sana.     Makan malam di luar.     Ps. Kenakan gaun berwarna merah yang saya pilihkan.     -Sagara     Rana menghela napas dalam membaca pesan tertulis dari Sagara. Jadi, Sagara memang seseius ini? Astaga, sepertinya akan sulit untuk Rana menyelesaikan misi dari Ruby.     “Selamat pagi, Nona Ruby,” sapa suara dari arah pintu. Rana  melihat Nila tengah berjalan ke arahnya dengan sikap hormat.     Rana tersenyum dan mengangguk. “Pagi.”     “Apakah Anda ingin sarapan dulu atau mandi dulu?”     “Sebaiknya saya mandi dulu,” jawab Rana.     “Apakah Anda ingin saya siapkan air hangat untuk berendam?”     “Nggak perlu. Biar saya sendiri.”     “Baik kalau begitu. Oh ya, Nona, ada titipan dari Pak Sagara untuk Anda,” kata Nila berjalan menuju lemari pakaian lalu membukanya. Dari sana  Nila membawa sebuah gaun berwarna merah yang sangat cantik. Nila memperlihatkan gaun itu kepada Rana.     “Jadi gaun merah ini yang dia maksud,” gumam Rana mengamati gaun berwarna merah sepanjang lutut dengan tali spaghetti. Warna gaun itu entah bagaimana memiliki kesan seksi dan berkelas. Jika dirinya tidak berpura-pura sebagai Ruby, sampai mati pun Rana tidak memiliki kesempatan untuk mengenakan gaun seindah itu.     Rana menoleh ke arah Nila. “Apa saya boleh keluar untuk jalan-jalan?” tanyanya pada Nila.     Nila menganggukkan kepala. “Tentu saja boleh, Nona. Pak Sagara sudah menyiapkan mobil beserta sopir. Juga dua orang bodyguard yang akan mengawal Anda.”     “Saya rasa saya tidak butuh bodyguard. Saya akan pergi sendiri.”     “Pak Sagara melarang Anda untuk pergi sendirian demi keselamatan Anda.”     Rana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mana bisa dirinya pergi menemui Ruby dengan membawa bodyguard. Rana tidak akan bisa bebas bercerita dengan majikannya itu. Apa yang harus Rana lakukan? Kemudian, Rana ingat jika dirinya saat ini adalah Ruby. Dan Ruby tidak menerima perintah.     “Saya hanya akan pergi dengan sopir. Tidak ada bodyguard. Titik,” kata Rana dengan dagu terangkat dan tatapan mengintimidasi sebisa mungkin.     “Tapi, Nona—”     “Titik,” potong Rana kemudian berbalik dan berjalan menuju kamar mandi. “Saya mau mandi dulu. Tolong siapkan mobilnya.”     “Baik, Nona.”                 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD