Dua

1011 Words
Karena masih ada kesempatan kedua untuk kamu yang menyesal. Mungkin rasa sakit itu tidak akan sesakit ini jika Jason hanya selingkuh. Mungkin juga kata maaf masih ada di dalam kamusnya. Tapi sayangnya Jason bukan hanya berselengkuh. Dia juga berkhianat. Karena dia berselingkuh dengan Diana! Mereka memiliki hubungan rahasia tanpa sepengetahuan Luna! Tubuhnya lemas. Seakan tidak ada tenaga tersisa. Hancur berkeping-keping hatinya. Sakit sekali. Jika film action, mungkin sudah banyak darah yang mengalir dari hatinya. Berlebihan memang secara ini bukan novel pembunuhan. Tapi itulah gambaran yang tepat untuk menggambarkan perasaan Luna. Tapi anehnya dia tidak marah, tidak ingin melabrak pasangan itu. Sehingga akhirnya yang bisa dilakukannya hanya memutar tubuhnya ke hadapan meja. "Jason... mengapa?" desis Luna. "Are you okay, Lun?" tanya Olla tidak enak. Kenapa mulutnya tidak bisa diajak kompromi sih? Kenapa juga dia bisa keceplosan seperti itu? "Apa gue keliatan baik-baik aja?" tanya Luna dengan pandangan kosong. Dihadapannya Budi baru saja meletakkan secangkir americano yang tadi di pesannya. "Minum dulu deh," bujuk Budi. Di sisinya Olla manggut-manggut. Akhirnya Luna menurut. Diraih cangkir putih itu, lalu disesapnya. Rasa pahit sekaligus hangat melebur menjadi satu. Setidaknya sedikit menenangkan hatinya. "Mau gue hajar si Jason itu?" tawar Olla yang pernah belajar taekwondo hingga sabuk hitam. Luna menggeleng. Sebisa mungkin dia berusaha membuat wajahnya tidak terlihat oleh pasangan itu. "Kenapa Diana?" gumamnya. "Diana itu orang kepercayaan gue, Nek. Masa iya gue mesti pecat dia?" sesalnya. Untuk sesaat Olla terdiam. Memandang sahabatnya itu dengan bingung. "Lo nggak marah?" "Marah?" Kedua alis Luna terangkat. "Ya, gue marah banget. Sampe rasanya gue pengen menghampiri mereka dan memberikan pukulan tepat di wajah mereka masing-masing. Tapi, gue rasa itu bukan hal yang mesti gue lakukan sekarang. Gue gak se-childish itu. Lo tahu gue kan, nek?" ucap Luna diiringi senyum pahit. Olla menoleh ke arah di mana pasangan itu duduk. Ia yakin Luna pasti merasa sakit jika melihat pemandangan itu. Maka dari itu Olla tahu mengapa sejak tadi Luna berusaha untuk tidak menoleh. "Bir satu Bud," pinta Luna. "What? Beer? Nggak. Lo nggak boleh minum! Lo tahu kan kalau lo mabuk lo..." "Just for tonight, nek. Gue yakin lo ngerti banget perasaan gue kali ini." Luna mendesah. "Baiklah. Bir dua Bud." Disisinya Luna tersenyum. Senyum pertama sejak pasangan itu masuk ke dalam kafe ini. "Thank you. Lo memang sahabat terbaik gue. Relax! Drinks on me!" serunya. *** Siapa bilang Luna baik-baik saja. Hatinya hancur lebur. Jika mengingat bagaimana mereka begitu mesra, membuat hatinya sangat sakit. Seakan ada pisau tajam yang menyayatnya pelan-pelan hingga penuh dengan darah. Dia menangis hingga subuh. Sampai kedua matanya harus dikompres dengan es batu. Meski begitu dia berjanji jika malam itu akan menjadi malam pertama dan terakhir dia menghabiskan air matanya untuk Jason! Selanjutnya ia akan mengisi waktu-waktunya untuk berpikir jernih menghadapi Jason. Dan saat yang tepat dia akan mengusir laki-laki itu dari hidupnya! "Pagi Bu," sapa Diana seperti biasanya. Seakan dia adalah bayi. Polos dan tanpa dosa. "Hm..." jawab Luna singkat lalu berlalu masuk ke dalam ruangannya. Selanjutnya dia mencoba untuk menghabiskan waktunya dengan pekerjaan. Tok-tok! Luna mengangkat wajahnya. Disana Jason berdiri tegak dengan senyum terbaiknya. Senyum yang dulu selalu mampu membuatnya memaafkan pria itu. "Mau makan siang bersama?" ajaknya. Butuh beberapa detik baginya berpikir sebelum akhirnya mengangguk dan meraih tasnya. Sesampainya di depan meja Diana langkah Luna terhenti. Membuat Jason ikut berhenti dengan pandangan bingung. "Di," panggil Luna. "Iya Bu," sahut Diana yang sejak tadi berpura-pura sibuk dengan agenda miliknya. Detik berikutnya Luna merangkul lengan Jason ke dalam pelukannya lalu memberikan senyum terbaik kepada Diana. "Tolong hubungi Pak Jaka jika saya akan menghubunginya sesudah makan siang," ucapnya diiringi senyum terbaiknya hari ini. "Baik Bu." "O iya satu lagi, menurut kamu kami berdua sudah cocok untuk menikah belum?" Raut terkejut tampak jelas terlihat di wajah Diana. Tapi dengan cepat berubah menjadi raut kesakitan. "Um.. su-sudah Bu." "Saya juga berpikir begitu." Kemudian menoleh ke arah Jason. "Mungkin sebaiknya kita mempercepat hari pernikahan kita. Bukan begitu?" lanjutnya diiringi senyum puas. Jason terdiam. Wajahnya sulit ditebak. Ada raut cemas dan ketegangan tercetak jelas. Meski begitu Luna tidak peduli. Hatinya sudah terluka. Dan satu-satunya cara untuk menyembuhkannya adalah membalas mereka! "Tentu. Kenapa nggak?" jawab Jason kikuk. "Kita bisa bicarakan hal itu sambil makan siang bukan? Yuk!" ajak Luna bersemangat. Padahal kenyataannya makan bersama cowok ini tidak akan membuatnya berselera makan. Tapi demi pembalasan sakit hatinya, dia harus bertahan sebentar lagi. Hanya sebentar saja dan setelah itu semuanya akan berakhir. Berakhir dengan merasakan rasa sakit yang sama seperti yang aku rasakan! Restoran Jepang itu tampak ramai dipenuhi oleh beberapa staff berbagai kantor yang sedang asyik makan sambil berbincang-bincang. Setelah memesan makanan, Luna memutuskan untuk izin ke toilet. Meninggalkan Jason yang mulai sibuk dengan ponselnya hanya untuk meminta maaf kepada Diana. Sesampainya di toilet, Luna langsung memuntahkan isi perutnya. Tapi karena setiap pagi dia hanya sarapan segelas s**u, alhasil hanya cairan bening yang keluar dari muntahannya. Selesai membersihan mulutnya, Luna memandang dirinya sendiri di depan cermin. Dia cantik. Rambut hitamnya tergerai di punggungnya. Manik cokelatnya dihiasi bulu mata yang lentik. Hidungnya lurus meski tidak mancung. Bibirnya tipis. Pipinya tidak berjerawat dan tidak chubby. Tubuhnya ramping meski tidak seperti biola. Karirnya bagus. Keluarganya juga keluarga terpandang. Lalu bagian mana dari dirinya yang membuat Jason berpaling pada Diana? Luna memandang wajahnya beberapa detik sebelum akhirnya menarik napas panjang. "Percaya dirilah Luna! Kamu terlalu baik untuk Jason! Jadi ini bukan masalah besar!" Ya, bukan masalah besar. Karena tidak lama lagi, semuanya akan berakhir! Selesai menenangkan diri Luna meraih tasnya dan melangkah keluar. Namun ketika ia berbelok di lorong, tanpa terduga tubuhnya bertabrakan menabrak tubuh tegap seseorang sehingga bokongnya mendarat di atas lantai keramik. Sedangkan pria itu hanya mundur satu langkah. "Maaf, saya tidak sengaja! Mata saya terlalu fokus pada ponsel saya..." ujar pria yang menabrak Luna sambil mengulurkan tangannya. Hendak menolong korbannya. "Iya nggak apa-apa kok. Saya juga tidak apa-apa," sahut Luna hendak menerima uluran tangan tersebut. Namun kedua matanya membesar ketika melihat wajah di depannya. "Luna?" ucap pria itu. "Luna Bellewood?" "Lio? Lionel Adityadirga?" balasnya pelan sama terkejutnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD