14. Aku tidak membencinya

1551 Words
Sentuhan Lania yang semakin gila membuat Vino tak lagi bisa menahan dirinya. Kegilaan telah menguasai dirinya. Hembusan napas kasar dan hangat dari Lania yang menerpa tubuhnya menggelitik hasratnya untuk bangkit. Vino yang semakin kewalahan dengan segala sensasi untuk yang Lania berikan itu sudah mencapai batasnya. Seketika itu Vino pun membanting tubuh Lania ke atas kasur. Membuat Lania sedikit menjerit keras karena tidak menyangka bahwa Vino berani melakukan itu padanya saat ini. “Vino, apa yang kamu lakukan?” tanya Lania yang saat ini sudah terbaring di atas kasur tersebut. Lania tidak berdaya saat Vino berada tepat di atas tubuhnya, tercekat dan terjebak dalam dekapan Vino tanpa bisa bergerak. "Kenapa?" "Kamu kira aku tidak berani membalas perbuatanmu?” Napas Lania tercekat, tatapan Vino tidak terlihat bercanda dan tentu saja, Lania tahu jika Vino tidak bermain-main dengan perkataannya itu. Vino yang kini berkuasa di atas tubuh Lania yang masih mengenakan kimono mandi dengan tubuhnya yang setengah basah itu, dengan sigap Vino mendekatkan wajahnya ke leher Lania, tepat di tempat yang sama dengan apa yang Lania lakukan pada tubuhnya. Bibir Vino melekat di leher Lania yang sedikit lembab dan basah. Vino pun mengecup leher tersebut tanpa aba-aba. Bibir yang terasa sedikit hangat dan begitu kontras dengan suhu tubuh Lania. Bibir yang mengecup leher tersebut hingga meninggalkan bekas yang sama pula. "Vin, Vino!!" Lania merintih kecil, jantungnya berdebar sangat kencang. Genggaman tangan Vino di pergelangan tangannya terasa sangat erat. Tubuh Lania semakin bereaksi aneh saat bibir mungil Vino tak henti menyesap kulit dinginnya Lania. Nyaris gila dengan apa yang Vino lakukan tanpa ragu tersebut. Menyesap leher Lania dengan begitu liar, tak menghiraukan Lania yang berusaha berontak dengan tubuh mungilnya tersebut. "Vin, hentikan!" rintih Lania yang sudah pasti diabaikan begitu saja oleh Vino. Gigi kecil Vino mulai terasa oleh Lania. Lania pun kembali mengerang kala Vino seakan menggigit kecil lehernya tersebut. Ia terkejut dengan sensasi unik yang baru kali ini ia rasakan. Isapan kuat dengan gigitan kecil yang terasa menyakitkan namun sekaligus terasa nikmat. Debaran jantung yang juga semakin tidak terkendali dan hembusan napas Lania yang semakin lama semakin terasa berat. Lania semakin panik dengan apa yang Vino lakukan saat ini. Perlakuan berani yang telah membuat Lania sedikit mengingat apa yang telah ia lakukan semalam pada Vino. Ia tidak pernah mengira Vino akan begitu berani membalas apa yang ia lakukan. Menerkam Lania tanpa segan dan mengecup lehernya tanpa ada keraguan di saat keduanya saat ini menyadari apa yang benar-benar Vino lakukan sangat berbeda dengan Lania yang melakukan itu di kala Vino tidur pulas. “Rasanya aku akan mati jika seperti ini terus.” Rasa malu dan debaran jantung menghantui Lania. Ia seakan bisa mati kapan saja karena debaran jantungnya yang terlalu kencang. Vino benar-benar menyesap leher Lania dengan penuh kegilaan, seolah dendam itu membuatnya seperti binatang buas yang baru terusik ketenangannya. "Tidak, Vino. Aku tidak melakukannya seperti itu!" benak Lania yang yakin jika sebelumnya dia tidak melakukan hal tersebut pada Vino dengan begitu liar. Lania yakin jika ia hanya mengecup sebentar leher Vino di beberapa tempat. Ia melakukannya hanya untuk sekadar meninggalkan sebuah tanda miliknya di tubuh Vino. Semua itu memang bisa ia akui bahwa itu tidaklah mudah. Ia melakukannya beberapa kali namun tanda itu baru bisa muncul setelah melakukan banyak percobaan di leher Vino. Ia juga yakin jika ia hanya membuat satu buah tanda dan tak tahu jika ternyata tanda malah membuat dua buah tanda kecupan di leher Vino. Jujur saja, Lania sendiri tidak pernah melakukan hal tersebut dan ini adalah kali pertama ia mencoba membuat tanda cintanya itu pada tubuh seorang pria. Lalu, ini juga adalah pertama kalinya seorang pria melakukan hal tersebut pada tubuhnya. Vino adalah pria pertama yang menyentuhkan bibirnya pada tubuh Lania. Bisa dibilang, Vino memang adalah pria pertama yang menyentuhnya. Lania tidak punya riwayat apapun dengan pria manapun selain Vino. Akan tetapi, apa yang Vino lakukan saat ini benar-benar di luar bayangan Lania. Mulai dari belakang telinga Lania, bagian tengah leher Lania, hingga bawah lehernya tak luput dari bibir Vino yang hangat, lembut dan menghisapnya dengan kasar. Lania benar-benar tidak berdaya, kedua tangannya masih di genggam erat oleh Vino. Ia tak bisa melawan dan terus mengerang namun selau diabaikan oleh Vino. “Vino, cukup, Vin!” “Hentikan!” Semakin Lania berontak. Vino malah semakin terlihat tidak akan melepas Laia. Kini, Vino malah semakin merapatkan tubuhnya. Tubuh Lania dan Vino benar-benar saling bersentuhan, tanpa jarak dan hanya menyisakan rentetan debaran yang tak dapat lagi dibedakan siapa pemiliknya. Apakah itu adalah debaran milik Lania atau malah milik Vino? Namun, sekali lagi Lania merintih saat bibir Vino semakin turun dan mulai ke arah yang membuat Lania semakin menggila. Bagian empuk pada tubuh Lania sudah menjadi sasaran Vino, melewati tulang selangka di lehernya dan kimono mandi yang tersingkap sedikit. "Vino! A-apa yang kamu lakukan?” Kecupan itu tak luput dari tubuh Lania, terasa hangat dengan bibir dan lidah Vino yang menggetarkan Lania. Erangannya semakin menjadi-jadi saat tali ikatan kimono mandi Lania terlepas dan memperlihatkan kulit tubuhnya yang mulus. Lantas, hal itu tak membuat aksi Vino terhenti. Ia masih meneruskan aksinya. Menyerang tubuh Lania semakin ke bawah dan tepat pada sasarannya, Vino yang kala itu dengan kedua pergelangan tangan Lania yang masih ia genggam erat. Lidahnya menari pada tubuh Lania, menyesapnya lembut dan sesekali mengigit pelan kulit mulus tersebut dengan tepat sasaran. "Hiks... Vino, aku takut!" Lania ketakutan saat Vino mulai menjelajahi setiap area sensitif yang ia miliki. Suara isakan tersebut berhasil menghentikan Vino. Vino tercekat, ia membuat sedikit jarak dari tubuhnya yang berada di atas tubuh Lania. Menatap sosok Lania yang berada di bawahnya, dengan busananya yang sudah tersingkap. Tubuh Lania penuh dengan segala ulahnya. Bekas kecupan dan juga gigitan kecilnya. Begitu pula dengan sedikit air mata yang terlihat di pelupuk mata Lania. "Sayang, maaf!" ucap Vino seketika, yang mulai menyesali perbuatannya dan langsung memalingkan wajahnya. Menunduk dengan penuh kekecewaan pada dirinya sendiri. Vino sendiri sadar jika ia sudah keterlaluan. Jika ia tidak sepantasnya melakukan itu tanpa seizin Lania dan saat ini, Lania pasti ketakutan akibat apa yang telah Vino lakukan tersebut. “A-apa yang telah aku lakukan?” “Lania, maafkan aku!” Vino tahu jika kondisinya sendiri tidak pantas untuk meminta maaf seperti itu pada Lania. Bahkan ia ragu jika perbuatannya itu pantas untuk di maafkan. Namun, Vino sama sekali tidak berdalih jika ia melakukan itu tanpa kendali yang bisa ia tangani. “Aku kehilangan kendali, aku benar-benar bersalah.” Kondisi Lania benar-benar mengejutkan Vino. Vino sendiri tidak sadar dengan apa yang telah ia lakukan pada tubuh Lania. Ia pun semakin menyesali apa yang ia lakukan saat ia sekali lagi melihat tubuh Lania yang benar-benar sudah berantakan. Wajah cemas Vino semakin terlihat jelas saat ia melihat pergelangan tangan Lania yang sudah memerah. Bekas kecupan yang ada di mana-mana dan semua itu ia lakukan tanpa benar-benar mendapatkan izin dari Lania. Sehingga wajar bila Lania terkesan ketakutan saat ini. "Apa yang aku lakukan, maafkan aku?" "Apa ini sakit?" tanya Vino dengan segala kecemasannya sambil menyentuh pergelangan tangan Lania yang memerah dan Lania pun menggelengkan kepalanya. Lania mengerti hal itu, Lania tahu jika Vino tak sepenuhnya bisa di salahkan. Lania sadar betul jika awal mula semua ini karena ulahnya yang bercanda melampaui batas pada Vino. Seandainya saja Lania tidak menggoda Vino, mungkin Vino juga tidak akan melakukan itu padanya. Keduanya hanya terdiam. Menyadari kesalahan apa yang telah mereka lakukan. Tapi, ekspresi Vino jauh lebih mencemaskan dan Lania mendapati kecemasan itu. "Bukan salahmu. Anggap saja kita impas!" Ucapan Lania mampu dipahami sepenuhnya oleh Vino, namun Vino hanya bisa terdiam. Dia menyadari batasan apa yang baru saja dia lakukan pada Lania. Lagi, Lania merasakan penyesalan dari Vino. Meski Lania ketakutan dengan Vino yang begitu di luar kendali tapi Lania tidak membencinya. Hal itu membuat Lania memutuskan untuk mengalah kali ini. Terlebih sejak awal memang Lania yang salah telah bermain api pada Vino. "Vino!" sapa Lania. "Iya, ada apa?" tanya Vino dengan kedua matanya yang masih berkaca-kaca penuh penyesalan. Lania pun memanggil nama Vino membuat perhatian Vino kembali pada tatapan mata Lania dan dengan suaranya yang ragu-ragu. "Walau aku takut, tapi aku tidak membencinya." Lania pun berlari dan langsung masuk ke kamar pakaian. Sementara Vino terpaku begitu saja menatap pintu kamar pakaian yang sudah tertutup rapat saat mendengar pernyataan itu dari Lania. Sesuatu yang lebih tidak mampu untuk dia bayangkan. "Apa-apaan itu?" benak Vino yang tidak menyangka dengan akhir dari kegilaan mereka. “Apa yang Lania bilang tadi? Dia tidak membencinya?” Vino masih tenggelam dalam pemikirannya tentang ucapan yang Lania katakan. Ia mencerna dengan baik maksud dari ucapan tersebut. Akan tetapi belum lama dari Lania yang berlari keluar dan Vino yang sama sekali belum memahami sepenuhnya apa maksud dari ucapan Lania, tiba-tiba saja pintu kamar pakaian itu terbuka dan Lania menyembulkan tangannya dengan sebuah handuk. "Nih, giliran kamu yang mandi!" Tepat saat Vino meraih handuk tersebut, Lania kembali berkata, "Lagian kamu itu suamiku, jadi jangan terlalu memikirkannya!" Braak .... Lania pun langsung menutup pintu dan meninggalkan Vino dengan wajahnya yang memerah. Vino pun mulai memahami maksud ucapan Lania, bahwa ia tidak masalah dengan hal tersebut karena memang sejatinya mereka adalah pasangan suami istri yang sah. "Sial, aku jadi ingin terus menyerangnya!" Vino semakin gila dengan segala tingkah Lania dan ia semakin tidak yakin kelak masih mampu menahan dirinya lagi atau tidak. Setidaknya kali ini, penyesalannya mendadak menghilang, berganti dengan debaran jantung serta hasrat yang terus meluap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD