11. Bukan hanya kamu

1641 Words
Beragam alasan sudah Lania bayangkan saat ia berusaha mendengarkan alasan dari suaminya itu. Tetapi, siapa pula yang akan menyangka jika alasan dari Vino adalah karena ia takut istrinya menodai kesucian yang ia miliki. Seakan segala letih yang Lania rasakan menghilang seketika akibat terkejut akan segala pikiran kotor Vino. Tidak habis pikir dari mana pemikiran itu muncul dan membuat Vino saat ini menutup tubuhnya dengan erat agar tidak disentuh oleh Lania. "Bagaimana mungkin dia berpikir aku akan melakukan itu pada tubuhnya!" “Apa dia pikir aku wanita yang seperti itu?” “Aku yang akan tergoda pada tubuh kekar miliknya itu?” Bersama dengan pemikiran liarnya itu, Lania terdiam untuk sesaat dan menatap pada Vino yang saat ini sudah ada di samping tubuhnya dengan tubuh yang ia lindungi sepenuh hatinya itu. Sedikit tersirat di dalam hati Lania jika ia tergoda dengan tubuh kekar yang Vino miliki. “Tapi, benar juga sih. Tubuh Vino memang menggoda!” pikir Lania lagi. Akan tetapi, di saat ia kembali mendengar ucapan dari Vino. Lania langsung menghapus semua pemikiran liarnya itu. “Aku tahu aku sangat tampan dan menggoda. Aku yakin kamu tidak akan kuat, aku takut kamu menodai aku.” Lania sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang ia dengar dari suaminya itu. Emosinya sudah mencapai puncak dan satu-satunya cara untuk membalaskan segala perbuatan Vino itu kesal hanyalah dengan menyetujui pemikiran konyol Vino tersebut. Lania juga ingin membuat Vino kesal dengan segala dendam yang kini ia miliki. “Tidak ada cara lain untuk membuat dia jera. Aku harus melakukan itu agar dia tahu rasa sudah mengatakan hal seperti itu!” Ide gila itu muncul begitu saja dengan segala hal liar yang kini sangat ingin Lania lakukan dengan Vino. Tak peduli jika Vino akan benar-benar menjerit dan memanggil sang kakek. Lania berpikir bahkan jika Vino sangat berisik, paling orang akan mengira itu karena mereka adalah pengantin baru. Begitulah kenapa Lania saat ini dengan lantang menantang Vino akan menyentuh tubuh Vino, akan merabanya, serta menodai tubuh Vino tersebut. “Kamu benar Vin, aku juga ingin menyentuh tubuhmu, meraba tubuh indahmu itu dan kalau bisa aku ingin menodai kamu,” kata Lania pelan yang entah didengar atau tidak oleh Vino. Tanpa ragu, Lania langsung bangkit dari tidurnya. Ia mulai mendekati Vino dengan senyuman lebarnya yang penuh arti, perlahan dan pasti tubuh Lania semakin condong ke arah Vino. Sudah pasti Vino yang panik ikut bangkit dan menarik selimut. Menutupi tubuhnya saat Lania yang marah itu terus mendekat ke arahnya tanpa keraguan. “Lania, kamu mau apa?” “A-apa yang akan kamu lakukan?” Vino meringkuk dengan kedua matanya yang ia tutup rapat. Teriakannya semakin menjadi-jadi padahal Lania sama sekali tidak mengatakan apapun hanya menatap tajam Vino sambil terus mendekatkan tubuhnya secara perlahan. "Jangan rebut kesucianku!" teriak Vino pada akhirnya hingga ia kembali mencoba membuka kedua matanya dengan perlahan setelah beberapa waktu menunggu aksi Lania yang tak kunjung ia rasakan. "La-lania!" ucapnya saat melihat Lania yang tepat berada di depan matanya dan Vino kembali menutup rapat kedua matanya dengan dekapan erat selimut yang menutupi tubuhnya. Hembusan napas lembut Lania sudah terasa oleh Vino, jantungnya berdebar kencang. Ia tidak bisa menebak apa yang akan Lania lakukan pada dirinya. “Apa yang akan Lania lakukan?” “Aku tidak berani menatap wajahnya!” “Bagaimana ini?” “Bagaimana jika aku melakukan kesalahan dan ternyata Lania tidak masalah sama sekali tentang sentuhan fisik.” Vino sibuk dalam kepalanya yang penuh dengan segala adegan luar biasa yang bisa ia bayangkan. Sejujurnya, Vino tahu jika apa yang ia ucapkan benar-benar keterlaluan. Saat ia mengatakan bahwa mungkin saja Lania akan menodai dirinya. Ia yakin jika kali ini Lania juga sedang menahan kekesalannya. Vino sedikit menyesal telah menggoda Lania dengan keterlaluan. Ia takut hal itu malah membuat Lania jadi tidak mau bersentuhan dengan dirinya. “Tampaknya aku benar-benar telah berbuat salah!” gumam Vino pada persembunyiannya di balik selimut tersebut. Ada sedikit di dalam hati Vino sebuah harapan agar Lania tidak mempermasalahkan sentuhan fisik yang akan terjadi pada mereka. Mengingat bagaimana pun, keduanya adalah sepasang suami istri. Hal itu semakin di perkuat dengan keheningan yang tiba-tiba terjadi. Sejak awal Lania tidak meladeni teriakan Vino dan malah menyetujui apa yang Vino katakan dan malah semakin membuat Vino berdebar tidak karuan. "Memangnya kenapa jika aku menyentuh tubuh suamiku?" tanya Lania tiba-tiba yang kini tangannya sudah menyentuh tengkuk leher Vino. Mata Vino yang sedari sudah ia tutup rapat tiba-tiba terbuka. "A-apa ini!" desis Vino pelan saat merasakan tangan lembut Lania tersebut. "Apa salahnya seorang istri yang merebut kesucian suaminya?" tanya Lania lagi yang semakin membuat Vino merasa gugup setengah mati. Vino menelan salivanya dengan sedikit kasar sambil menggelengkan kepalanya. Menunjukkan jika ia juga sependapat bahwa tidak ada yang salah dari apa yang Lania katakan. Vino semakin merasa tidak tenang seiring dengan Lania yang terus mendekatkan tubuhnya nyaris tak lagi berjarak dengan Vino. Napas Vino mulai tercekat dan ia mulai sulit menelan salivanya karena gugup. Belum lagi, sosok Lania yang sudah berada tepat di hadapannya itu semakin membuat Vino berdebar. Perasaan asing itu membuat Vino semakin tidak berdaya dan seolah tidak bisa melakukan hal yang lain selain mematuhi segala ucapan Lania, menjawab segalanya dengan jujur bak terhipnotis oleh sesuatu yang mengagumkan. "Memangnya kamu tidak tergoda untuk menyentuhku?" Pertanyaan yang secara otomatis akan membuat Vino semakin tidak karuan dengan perasaannya itu. "A-aku tergoda!" jawab Vino dengan cepat tanpa bisa berpikir lagi. Lania yang melihat sosok Vino yang terpojok dengan ekspresi menggemaskan itu masih ingin terus menggoda Vino. Lania sejak awal memang bertekad untuk tidak dengan mudah melepaskan Vino begitu saja setelah segala ucapan kotornya itu. Oleh sebab itu, Lania yang masih percaya diri itu pun mulai menyentuh dagu Vino, mengangkatnya perlahan dan membuat jarak di antara wajah mereka semakin dekat. Vino sedikit merintih kaget saat Lania melakukan hal tersebut padanya. Jemari Lania yang ada di atas dagunya semakin menambah rasa gugup yang Vino rasakan. Perutnya seakan menggelitik dengan sesuatu terasa seolah tebang di dalam perutnya. Semakin Vino menatap ke arah mata Lania. Semakin terlihat keyakinan yang Lania pancarkan pada saat itu. "Apa menurutmu akan ada yang protes jika aku menyentuh suamiku sendiri?" tanya Lania lagi yang langsung di sambut gelengan kepala oleh Vino. Vino semakin resah dengan pertanyaan Lania yang semakin menjadi-jadi. Pikirannya kian melayang, desah napas Lania yang semakin terdengar jelas itu mengaburkan pandangan Vino. Belum lagi ingatan Vino tentang Lania yang kerap tidur tampa menggenakan pakaian bagian dalam itu membuat Vino semakin resah dan merasa tidak nyaman. Apa lagi di bagian bawah tubuhnya. Ia gelisah dan semakin tidak bisa diam, tubuhnya terus bergerak dan berharap Lania tidak menyadari keganjilan tersebut. "Memangnya kamu bisa bertahan tidak menyentuhku?" Pertanyaan Lania semakin tidak bisa dibantahkan. Apa lagi, jika itu memang adalah yang sebenarnya Vino rasakan. Kala ia tak akan mungkin bisa bertahan berduaan saja dengan wanita yang telah sah menjadi istrinya tersebut. “Ma-mana ada yang bisa bertahan! Kita ini kan, suami istri.” Pengakuan Vino membuat Lania tersenyum kecil. Sejak awal bukan hanya Vino yang mencemaskan hal tersebut. Lania juga merasa tidak akan sanggup untuk bisa tidur berdua saja dengan Vino di satu kamar yang sama setiap harinya. Ia tidak bisa membayangkan harus bangun pagi setiap hari dengan melihat sosok tampan Vino. Pria yang paling menyebalkan di dunia itu harus ia lihat setiap hari dan terpesona oleh wajah tampan dan tubuh indahnya itu. “Jika dia membuka mata, mungkin aku tidak akan tergoda. Tapi, jika ia menutup mata dan tidur bak malaikat seperti itu. Aku mana mungkin bisa tahan.” Lania yang sangat mengenal Vino itu cukup mengerti jika selama ini ketampanan Vino memang tidak bisa terbantahkan. Hanya kepribadiannya saja yang minus seolah Tuhan memang benar adil adanya. Wajah, kekayaan, popularitas semuanya Vino miliki. Tapi, Tuhan yang adil membuat akhlaknya sedikit tidak masuk akal. Setidaknya itu yang membuat Vino sedikit lebih seperti manusia dibandingkan dengan sosok sempurna yang seakan hanya ada dalam sebuah novel belaka. “Tapi meskipun aku tidak suka satu kamar dengan Vino. Aku tidak boleh egois. Ada kakek dan ayah yang mungkin akan sedih bila mereka menyadari hubungan palsu ini.” Pertimbangannya itu lah yang membuat Lania cukup bersikeras agar Vino mau membiarkan mereka tidur bersama ke depannya. Lania yang putus asa itu mengungkapkan isi hatinya. Sosok kakek Reno lah yang membuat Lania menelan rasa egoisnya. Ia harus bisa membuat kakek Reno dan juga ayahnya tidak mencemaskan pernikahan mereka. Ia tidak ingin ambil pusing dengan keegoisannya dan mulai mengalah demi kebaikan bersama. "Benar, mana ada yang bisa bertahan jika pria dan wanita berada di satu kamar yang sama, apa lagi mereka yang benar-benar sudah menjadi suami istri!" Ucapan Lania benar-benar tegas, tidak ada sepatah kata pun yang bisa membantah hal tersebut. Meskipun Lania ingin mengatakan bahwa itu demi ayah dan kakek. Tapi, Lania tentu mengurungkan ucapannya itu. Ia lebih memilih untuk membalaskan dendam pada Vino sampai Vino merasakan kekesalan yang pernah ia rasakan. Tatapan mata Lania semakin dalam pada Vino membuat Vino semakin berdebar dan tak tahu apa yang akan terjadi lagi nantinya. "Jadi, Vin!" Tiba-tiba saja suara Lania terdengar samar di telinga Vino, "Ja-jadi apa?" Vino semakin gugup dan kembali bertanya. Di dalam kepalanya hal yang sedang ia inginkan terus bergejolak. Seolah Lania akan menyerangnya, menarik seluruh pakaiannya, membuatnya tanpa busana dan menyentuh setiap seluk tubuhnya. Sungguh pikiran Vino yang benar-benar sudah buruk dan ternodai hanya karena sebuah tindakan dari Lania yang semakin membuat dirinya kewalahan. "Jadi tidurlah!" "Lania, aaaah ...." Jeritan aneh bahkan sudah Vino tunjukkan. Tepat saat Lania mendekatkan wajahnya ke dekat telinga Vino. Napas hangat Lania membuat Vino semakin memikirkan hal yang sangat ia inginkan dengan reaksi tubuhnya yang semakin menjadi-jadi. "Ti-tidur apa?" Vino benar-benar kehilangan konsentrasi. Tubuhnya beraksi berlebihan tidak seperti biasanya dan tangan Vino pun spontan memegang pinggang ramping Lania yang berada tepat di depannya. Rangkulan yang pelan dan terasa ringan, lembut dan seakan merupakan sentuhan penuh kasih dari Vino. "Jadi tidurlah dengan benar. Karena bukan hanya kamu yang berpikiran kotor."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD