Pertemuan

1751 Words
"Bu Shinta, jam dua siang kita ada meeting dengan pihak rumah produksi yang akan menggarap pembuatan iklan apartemen di Setiabudi." "Udah berapa kali gue bilang. Cukup panggil nama aja kenapa sih May? Kayak yang sama siapa aja..." Shinta menyahut tanpa mengalihkan perhatiannya dari surat perjanjian kerjasama yang ada di depannya. Mayang hanya mengulas senyum mendengar gerutuan bosnya yang juga adalah sahabatnya. Ini juga adalah teguran yang kesekian kalinya dari Shinta agar Mayang cukup memanggil namanya saja terutama bila hanya ada mereka berdua. "Ini masih jam kerja bu..." Shinta mendongakkan kepala menatap Mayang malas lalu merotasikan bola matanya. Sahabatnya ini bebal sekali. "Ya..ya..ya... Tapi kan lagi nggak ada orang lain Mayang sayang. Gue berasa kayak ibu-ibu banget lo panggil gitu." Mayang hanya tersenyum kemudian pamit untuk kembali ke meja kerjanya. Perempuan berusia 29 tahun itu segera mengalihkan perhatiannya pada tumpukan berkas yang harus ia pelajari sebelum diserahkan kepada Shinta sahabatnya yang menjabat sebagai Marketing Manager di perusahaan  ini. Ini adalah tahun ke lima Mayang bekerja di Lazuardi Property, salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang properti di Indonesia. Mulai dari perumahan mewah yang tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia, apartemen, hotel juga beberapa resort yang ada di Bali, Lombok dan Manado. Mayang mengawali karirnya sebagai staff biasa lima tahun lalu. Kinerjanya yang baik juga cekatan membuatnya tidak lama di posisi itu. Ia sempat merasakan menjadi seorang supervisor di tim Marketing sampai akhirnya Shinta Namira memintanya menjadi seorang sekretaris. Posisi yang diidamkan banyak pegawai wanita lainnya. Setelah menyiapkan beberapa berkas yang akan di bawa untuk meeting nanti Mayang melangkahkan kakinya menuju pantry yang ada di lantai enam belas gedung perkantoran milik Lazuardi Property. Secangkir kopi biasanya mampu membangkitkan moodnya untuk kembali fokus bekerja. Setelah selesai dengan kopinya Mayang bergegas kembali dan mendapati meja yang tadi ia tinggalkan kosong sudah dihuni oleh makhluk mungil menggemaskan bermata bulat sedang mengulum lolipop yang memang ia sediakan di dalam toples bening di atas meja kerjanya. Begitu mereka bertatapan gadis manis itu buru-buru menundukkan kepala dan menggenggam lolipopnya erat. Setelah meletakkan gelas kopinya di atas meja Mayang melangkah pelan  mendekati si gadis cilik. "Halo..." sapa Mayang ramah. Gadis itu melangkah mundur mendengar sapaannya membuat Mayang mengernyit bingung. "Lolipopnya enak?" tanya Mayang lagi masih berusaha mengajak gadis manis itu bicara. Beralaskan lututnya ia mendekat. Gadis cilik dengan rambut di kuncir di sisi kanan dan kirinya itu kemudian mengangguk sambil sesekali matanya mencuri lihat ke arah Mayang. "Kamu suka? Tante masih punya banyak loh..." Berhasil. Gadis itu mengalihkan tatapannya yang sedari tadi menunduk takut ke arah Mayang. Sinar matanya tampak cerah. "Ane boleh minta?" "Tentu." Mayang tersenyum lembut, mengarahkan tangan kanannya untuk mengelus kepala gadis cilik itu. "Tapi sebelum itu, tante mau tanya, kamu namanya siapa?" "Ane... Aneila Maharani." jawabnya lantang. "Wah namanya cantik. Sama kayak orangnya." Ane tersenyum malu-malu menatap Mayang membuatnya tampak menggemaskan. "Ane suka lolipopnya?" Mayang mengulangi lagi pertanyaannya. "Suka banget!" jawabnya antusias. "Tapi...tante jangan bilang-bilang papa ya.." Gadis itu kemudian maju selangkah mendekati Mayang  kemudian berbisik. "Papa nggak bolehin Ane makan lolipop katanya nanti gigi Ane rusak terus ompong. Padahal kan Ane gosok giginya rajin..." Mayang membulatkan bibirnya seraya mengangguk menanggapi ucapan gadis cilik dengan mata indah itu. Ia balas berbisik, "Tante nggak akan bilang-bilang..." "Janji?" Ana memberikan jari kelingkingnya ke hadapan Mayang. "Janji..." ucap Mayang dengan senyum lebar. "Yeayy! Tante baik deh, Ane suka..." Mayang mengulum senyumnya kemudian mengelus perlahan rambut indah gadis cilik bernama Ane itu. "Ane?" Terlalu fokus mengamati tingkah si gadis cilik membuat Mayang luput memperhatikan sekitar. Shinta sudah berdiri di depan pintu ruangannya membawa beberapa berkas. Memandang bingung ke arah Mayang dan Ane. "Ane sama siapa sayang?" tanya Shinta setelah meletakkan berkas yang di bawanya ke meja Mayang. "Sama mbak Tuti tante, tapi si mbak tadi bilangnya mau ke toilet. Ane bosen nungguin jadinya jalan-jalan deh..." Shinta menggeleng pelan sebelum menggapai jari-jari mungil itu. "Ayo tante anter ke ruangan papa. Sekalian kita cari mbak Tuti. Dia pasti kebingungan tau kamu nggak ada..." Gadis cilik itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sekali. "Gue nganter Ane bentar ya May, ntar bapaknya rusuh tau anaknya ilang." Mayang mengangguk kemudian tersenyum melihat Ane melambaikan tangannya pada Mayang dengan semangat. Ia tidak tahu ada hubungan apa sahabatnya dan gadis manis bermata indah itu, namun sepertinya Aneila Maharani bukanlah gadis cilik biasa jika ia mengenal dengan baik seorang Shinta Namira. **** "Gue denger sekretarisnya Pak Erlangga mau resign..." Mayang yang sedang mencuci tangannya di wastafel meneruskan kegiatannya tidak begitu tertarik mendengarkan ocehan Marini yang terkenal biang gosip kantor ini. "Lagi hamil tua kan si mbak Nina? Wajarlah kalo resign, gue juga kalo ngeliat dia jalan suka ngilu sendiri, perutnya udah gede banget takut meletus..." Kiara, lawan bicara Marini yang merupakan salah satu staf marketing bergidik ngeri. "Ehh bukan itu yang penting. Kalo Nina resign artinya posisi Sekretaris Direktur kosong kan. Kira-kira siapa yang bakal ngisi ya? Gue mau mencalonkan diri nih.." ucap Marini percaya diri. "Ya ampun mbak, jadi sekretarisnya bu Shinta aja cuma bertahan dua minggu, sok-sokan ngajuin diri jadi sekretarisnya Pak Erlangga." Kiara geleng-geleng kepala mendengar sesumbar seniornya itu. "Dibanding elu mending mbak Mayang yang gantiin mbak Nina." Mayang yang namanya disebut hanya diam tidak memberikan tanggapan, sibuk membenahi sanggul rambutnya. "Huh..." Marini keluar dengan kaki menghentak setelah selesai memoleskan lipstik merah di bibirnya. "Dia masih aja gitu sama lo mbak..." "Biarin aja..." ucap Mayang tenang. "Padahal udah bertahun-tahun ya, masih nggak terima aja dia." Tiga tahun lalu sebelum Mayang berada di posisinya sekarang sebagai sekretaris, Marini lebih dulu berada di posisi itu menggantikan sekretaris sebelumnya yang memilih berhenti karena akan menikah. Saat itu Marketing Manager masih di pegang Pak Handoko. Malangnya baru satu minggu menduduki jabatan sekretaris, Pak Handoko kemudian mendapatkan promosi menjadi Direktur Marketing, posisinya kemudian digantikan oleh Shinta Namira. Tepat di dua minggu kerjanya sebagai sekretaris, Shinta mengembalikan Marini ke jabatan sebelumnya dan menunjuk Mayang sebagai sekretarisnya. "Gue minta lo gantiin dia bukan hanya karena kita temenan May, tapi gue udah nggak tahan sama kelakuannya. Tiap gue minta laporan hasil meeting pasti belum dibikin, kerjaannya cuma ngegosip aja. Jadwal meeting gue kacau, dia nge-iyain meeting dengan dua vendor berbeda di hari dan jam yang sama! Dia pikir gue bisa membelah diri apa?" Saat itu Shinta bercerita dengan berapi-api pada Mayang saat jam pulang kantor tiba.  "Please... Gue minta lo aja yang gantiin dia. Gue bisa mati muda berurusan sama Marini tiap hari!" Dan begitulah, akhirnya Mayang yang menggantikan Marini. Sejak saat itu perempuan bertubuh sintal itu selalu memandang sinis padanya. Mayang kembali ke mejanya setelah merapikan penampilan, setelan celana panjang dan blazer yang melapisi kemeja. Menyiapkan beberapa berkas kemudian mengetuk pelan pintu ruang kerja bosnya. "Jalan sekarang bu?" tanya Mayang. Dilihatnya Shinta seperti sedang mencari sesuatu entah apa di mejanya. "Lo turun duluan deh, gue nyusul bentar lagi. Pak Iman udah gue bilangin stand by di lobi." Mayang mengangguk mengiyakan ucapan bosnya. Kembali ke mejanya untuk mengambil tas, Mayang sedikit berlari untuk mengejar lift yang hampir menutup. "Tunggu...!" Mayang berteriak memanggil seseorang yang lebih dulu berada di dalam kotak besi itu agar menahan lift untuknya. Namun yang terjadi kotak besi itu menutup tepat saat ia sampai di sana, menyisakan ruang sempit yang menampakkan seraut wajah datar menatapnya dengan alis terangkat. Mayang ternganga. Luar biasa, apa tadi suara teriakannya kurang kencang? Apa salahnya menunggu sebentar? Mayang menghentakkan kakinya kesal. **** "Pak Iman sudah siap di bawah bu. Saya tunggu ibu di lobi ya... Iya semua berkasnya sudah saya bawa.." Mayang menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa empuk yang ada di ruang tunggu lobi setelah memutus panggilan. Pak Iman supir kantor yang di minta Shinta Namira bosnya sudah siap di depan. Sembari menunggu Shinta dilepaskannya kacamata yang membingkai mata indahnya. Di pijatnya perlahan area sudut mata dekat pangkal hidung. Terasa sedikit lebih nyaman. "Eh ada Mayang..." Sebuah suara memanggil namanya membuat Mayang membuka mata. "Pak Albert..." Sapa Mayang menunduk hormat. "Ngapain disini?" "Nunggu Bu Shinta pak..." ucap Mayang lagi. "Meeting?" Mayang hanya mengangguk mengiyakan. Mereka terlibat percakapan beberapa saat. Sedikit kurang nyaman namun Mayang  tetap berdiri dan menanggapi apa yang di katakan Albert. Bagaimanapun juga laki-laki di hadapannya ini adalah salah satu orang yang menduduki posisi penting perusahaan. "Mayang, ayo..." Panggilan itu membuat Mayang segera memasang kembali kacamatanya, mengambil berkas yang tadi diletakannya di atas meja, menyandang tas kemudian segera menghampiri Shinta yang nampak terburu-buru. "Wuih ibu manajer, buru-buru amat. Sini dulu sih ngobrol..." "Nggak usah sok manis sama gue kalo dana yang gue ajuin kemarin lo tolak." Shinta menyahut ketus. "Lo kan tau akhir tahun proyek apartemen tahap 2 udah mulai. Gue harus punya cadangan dana lah. Apalagi itu pembebasan lahannya masih ada kendala." Shinta masih cemberut menatap Albert seraya menjawab, "tapi kan gue udah jauh-jauh hari bilang mau pake Sandra Dewi buat Brand Ambassador terbaru kita!" "Budget nya dia belum masuk sama keadaan sekarang." Albert menjawab santai. Mayang yang menyaksikan perdebatan atasannya dengan Direktur Keuangan yang memang sudah saling mengenal sejak lama itu hanya bisa diam. Ini bukan ranahnya. "Terserah." Shinta memutar bola matanya malas. "Ayo May..." tangannya melambai ke arah Mayang memangil sekretarisnya untuk segera berangkat. "Shin..! Bisa gue usahain...!" Albert berteriak setelah mereka hampir mencapai pintu lobi membuat baik Mayang juga Shinta menoleh. Mayang melihat ke arah Shinta yang menatap pria yang masih berdiri di ujung sofa tempatnya duduk tadi dengan alis terangkat. "Dinner sama gue.." Mayang menatap Shinta dan Albert bergantian. Laki-laki yang baru saja mengungkapkan keinginannya tersenyum lebar. "You wish!" Setelah meneriakkan kalimat itu Shinta bergegas melangkah menuju pintu utama. Melihat bosnya sudah berjalan pergi Mayang buru-buru berbalik untuk mengejar hingga tanpa sadar menyenggol seseorang yang berjalan di belakangnya. "Maaf..." ucap Mayang. Berkas yang di bawanya berceceran. Mayang berlutut untuk membereskan kekacauan itu hingga kemudian matanya menyorot ke arah sepatu hitam mengilat yang ada di hadapannya. Tubuh tinggi tegap yang di balut setelan mahal tampak di depannya, menatapnya tajam dengan kepala menggeleng pelan, membuatnya terpana. Mayang terpaku. Bukan hanya karena seseorang yang berdiri di hadapannya ini memiliki wajah rupawan namun kenyataan bahwa pria ini adalah orang yang dengan sengaja meninggalkannya saat mengejar lift tadi membuat Mayang terhenyak, padahal Mayang yakin lift itu kosong. Wajah tampan yang berbanding terbalik dengan kelakuannya. Seketika Mayang memasang wajah datar, balik menatap tajam pria itu sambil menggumamkan maaf dan melangkah pergi. "Aneh..." Kata itu diucapkan lirih serupa gumaman tidak jelas, namun telinganya masih bisa mendengar. "Maaf..?" Mayang mengurungkan langkahnya. Pria dihadapannya menatap Mayang dengan kening berkerut. "Bukan apa-apa..." Mayang masih ingin menjawab namun  suara Albert yang ternyata masih ada di sekitar sana mengurungkannya. Ditatapnya sekali lagi pria itu kemudian melangkah menjauh sebelum Albert menghampiri mereka. Pria seperti itu Mayang benar-benar tidak suka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD