Chapter 1

1068 Words
Seorang gadis cantik yang memiliki body sangat menggoda iman kini berjalan dengan santainya di sebuah lorong kampus dengan banyaknya mata yang menatapnya kagum dan tertarik. Siapa yang tidak mengenal Ivy, gadis cantik yang bernama asli Heavenia Verleon itu menjadi orang ketiga terpopuler di kampusnya. Ivy yang kini menginjakkan usia 19 tahun tidak pernah menjadi sorotan media manapun. Ia tidak suka terkenal seperti ketiga kakak tirinya. Karena itu banyak yang ingin mengetahui sosok putri dari keluarga Verleon yang baru. Hanya segelintir orang yang mengetahui jika dirinya adalah Putri dari Keluarga Verleon. "Hai, Ivy. Apa kau mau pulang bersamaku?" sapa seorang gadis cantik yang datang menghampirinya. "Maaf, kakak sialan yang super tampan tetapi kutu buku itu memintaku untuk menjemput kakakku yang b******n," jawab Ivy sambil menatap memohon maaf pada gadis cantik di depannya. "Maksudmu Grim? Kau menjuluki kakakmu sendiri dengan sarkas seperti itu, Ivy," jawab gadis itu sambil terkekeh. "Lalu aku harus menjuluki mereka apa? Itu kenyataannya, bukan? Lagi pula mereka terima-terima saja saat aku memberi mereka nama seperti itu. Ahh ya, Chelsie, kau tahu di mana Grim? Si kutu buku itu tidak memberitahuku di mana si b******n itu berada," jawab Ivy setengah terkekeh. "Ahh, aku lihat Grim tadi sedang menarik seseorang ke dalam ruangan Rektor. Sepertinya ia sedang menghukum seorang anak gadis yang tadi tidak sengaja menumpahkan minuman ke pakaiannya," jawab Chelsie terlihat seperti berpikir. "Baiklah, aku akan menjemputnya di sana, kau lebih baik pulang. Aku akan aman jika bersama Grim," jawab Ivy sambil tersenyum ke arah sahabatnya. "Baiklah, hati-hati jika sudah di mansionmu. Kau bisa saja diterkam Grim," jawab Chelsie sambil tertawa dan berlalu meninggalkan Ivy. Ivy hanya tertawa lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang Rektor yang sangat sepi, karena tidak ada yang boleh melewati lorong menuju ke arah ruangan Rektor termasuk dosen-dosen sekalipun. Sesampainya di depan pintu besar yang berukiran rumit dan terlapisi sedikit emas itu, Ivy mendengar desahan-desahan yang sangat erotis dari dalam ruangan. Ivy mengambil kunci cadangan ruangan itu yang diberikan oleh ayah tirinya dari dalam tasnya, ia tahu ruangan itu akan dikunci oleh sang pemilik ruangan saat ini. Ivy membukanya perlahan dan pintu itu dapat terbuka, dibukanya pelan-pelan dan ia mendapati kakak tercintanya sedang menunggangi seorang gadis yang kini tidak memakai sehelai benang pun. "Ahh ... ahh ... ehm, lebih cepat Grim, lebih cepat," desah gadis itu, Ivy hanya diam di tempat sambil menyandarkan bahunya ke dinding. "Gadis perawan sepertimu memang nikmat, tetapi sayangnya Ivy-ku lebih nikmat daripada siapa pun," jawab Grim yang semakin semangat menggoyangkan pinggulnya. Milik Grim terus menghentak-hentakkan rahim gadis itu, racauan, desahan, bahkan umpatan keluar dari bibir Grim. Hingga akhirnya Grim hampir sampai, Ivy mulai mengeluarkan suara indahnya bagai lantunan musik yang merdu. "Grim, apa yang kau lakukan?" Seketika tubuh Grim menegang dan ia tidak sempat sampai klimaks, dengan cepat ia melepas penyatuan dengan gadis di bawahnya itu lalu mengambil pakaian dan memakainya meski kedua tangannya kini mulai bergetar. Ketakutan, Grim benar-benar ketakutan mendengar suara yang sangat indah itu menyapa telinganya. Sedangkan gadis yang tidak dikenalnya itu langsung dengan cepat memakai pakaiannya lalu bergegas ke pintu keluar dengan menunduk dan meminta maaf pada Ivy yang kini tengah berkaca-kaca melihat apa yang sudah terjadi. "I-ivy, a-aku bisa jelaskan apa yang terjadi," jawab Grim gugup. Ivy melangkahkan kakinya lalu mendekatkan dirinya pada Grim, dipeluknya tubuh Grim yang semakin menegang. Ivy hendak bersuara tetapi dicegah oleh bibir Grim yang kini tengah melumat bibir manis gadis itu. "Sial, kumohon maafkan aku, Ivy. Aku tidak bisa–" Ucapan Grim terpotong saat jari telunjuk Ivy menyentuh bibirnya. "Jangan katakan apa pun, sebaiknya kita pulang," jawab Ivy lalu merapikan pakaian Grim hingga menurutnya sudah lebih baik dan mengecup singkat pipi Grim. "Ayo," ajak Ivy berjalan lebih dahulu. "Sial, pasti Spade yang melakukannya," umpat Grim hampir tidak terdengar. Ivy dan Grim sudah menaiki mobil sedan hitam milik Grim, kali ini Ivy yang menyetir dengan kecepatan standar. Akan tetapi wajah Grim kini lebih pucat daripada kertas putih, Ivy pun mengabaikan wajah pucat sang kakak. Ivy hanya tersenyum senang, karena hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan untuk dirinya menghukum seseorang atau mereka menyebutnya, penyiksaan. Setelah mereka berdua sampai, Ivy dengan cepat membuka seatbelt dan keluar dari mobil hitam itu. Ia memutari mobil lalu membuka pintu mobil, dengan cepat ia langsung saja mencengkram rambut Grim dengan keras. "Argghhh ... Ivy, kumohon maafkan aku," teriak Grim sambil memegang tangan Ivy berharap Ivy melepaskan cengkramannya. Ivy tidak menggubris perkataan Grim, diseretnya tubuh Grim dengan tangan yang masih menarik rambut Grim beserta kepalanya. Semua pelayan hanya bisa menatap iba sang majikan, mereka tidak berani menolong. Jika mereka berani, maka mereka yang akan kena hukuman sang Nona Muda. Terlihat Spade yang baru saja menuruni tangga sambil memegang sebuah buku, Ivy tersenyum lalu mendekat ke arah Spade. Spade yang mengetahui kedatangan adik tercintanya tersenyum lembut lalu mengecup bibir Ivy saat adiknya sudah berada di depannya. "Jangan membaca saat menuruni tangga, kau bisa terjatuh," ucap Ivy, Spade tersenyum lalu mengangguk. "Baiklah, Ivy. Malam ini kau mau bersamaku?" jawab Spade patuh. "Sepertinya aku tidak bisa, aku harus memberi Grim hukuman," jawab Ivy terlihat memohon maaf dari wajahnya. "Baiklah, jangan terlalu kasar, oke? Dan jangan rusak wajahnya," jawab Spade memperingati. Ivy hanya terkekeh lalu kembali menarik Grim yang hanya bisa menahan sakit sejak tadi di kepalanya. Hingga akhirnya mereka berdua memasuki kamar Grim yang berada di lantai dua, Ivy baru melepaskan cengkraman di tangannya tetapi kini beralih ke leher Grim. "I-Ivy, kau ingin membunuhku?!" ucap Grim sedikit terkejut karena cengkraman Ivy. Ivy langsung saja menatap sinis sang kakak dan melempar tubuhnya ke atas ranjang, Ivy langsung saja menduduki perut sixpact Grim yang masih berbalut kemeja putih dan jas. Perlahan Ivy mendekati wajahnya ke wajah Grim, dikecupnya kecil-kecil rahang Grim dengan tangannya sedikit bermain di d**a Grim. "Berani sekali kau menyamaiku dengan gadis lain!" desis Ivy di telinga Grim. "Ma-maafkan aku, Ivy. Aku tidak bermaksud seperti itu," jawab Grim gugup. "Malam ini jika kau tidak dapat memuaskanku, akan kubuat kau tidak bisa beranjak dari tempat tidurmu," ancam Ivy dengan raut wajah penuh ancaman darinya. "Ba-baiklah, setidaknya kau tidak mematahkan tanganku atau bahkan tulang rusukku lagi." jawab Grim sambil menutup matanya dengan tangan kirinya. "Maksudku dengan kau tidak bisa beranjak dari tempat tidurmu adalah kedua kakimu akan aku patahkan," jawab Ivy, seketika wajah Grim memucat. "Baiklah," Grim langsung saja memutar tubuhnya dan kini Ivy berada di bawahnya. "akan kubuat kau tidak bisa beranjak dari ranjang," lanjut Grim dengan seringaiannya. "Bersiaplah adik kecilku yang manis," desis Grim di telinga Ivy. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD