Remaja 18 Tahun

915 Words
SYIFA *** Hari ini adalah hari Senin, hari di mana sebagian besar orang di seluruh dunia mulai menjalani kesibukkan mereka masing-masing, begitu pun dengan ku. Aku seorang anak SMA kelas dua belas. Ya, mungkin kalian kaget, tapi itu kenyataannya. Aku-hanyalah seorang siswi SMA yang telah merangkap menjadi seorang istri dari lelaki tampan, berkarisma, tapi dingin, yaa dingin kayak gunung es yang ada di kutub. Walaupun aku hanya seorang siswi SMA, tapi tetap saja aku berusaha semaksimal mungkin menjalankan peranku sebagai seorang istri, yang baik dan taat kepada suami. Jika kalian bertanya mengapa? diusiaku yang baru menginjak 18 tahun ini telah menjadi seorang istri dari lelaki dewasa seperti mas Ridwan, aku akan menceritakannya perlahan-lahan. *** "Ma? Paa? Uhuk uhuk! Aku belum siap kehilangan kalian Ma, Pa. Bagaimana nanti aku menjalani kehidupanku kalau gak ada kalian?." Aku terisak melihat dua makam yang baru saja ditaburi bunga dan dibacakan doa di hadapanku kini. Aku sekarang hanyalah seorang anak yatim piatu. Tidak tau harus kemana dan apa yang akan ku lakukan selanjutnya. Rasanya pagangan hidupku ikut hilang bersama kepergian mereka. "Fa, udah sayang. Kamu yang sabar ya, nak? Kami semua adalah keluargamu! Ingat! Kamu tidak sendirian sayang. Anggap tante dan Om adalah mama dan papa mu ya?" mungkin tante bukan ibu yang melahirkan dan membesarkanmu, tapi tante begitu menyayangimu nak. Tante mohon jangan putus asa seperti ini. Allah ada bersama hambanya yang bersabar dikala tertimpa musibah, Allah tidak suka dengan hamban-Nya yang putus asa." Tante Lyra terus mengusap puncak kepalaku untuk memberikan ketenangan yang barangkali dapat mengurangi kesedihanku walau sedikit. Sepertinya mereka tak ingin  melihatku yang semakin lama semakin terpukul dan terpuruk disini. Mereka mengajakku untuk segera pulang ke rumah yang mereka tempati bersama anak tunggal mereka. Tidak banyak yang aku tau tentang om Farhan dan tante Lyra, karena aku tak begitu sering bahkan sangat jarang berkunjung ataupun mengobrol dengan mereka. Entahlah, atau mungkin aku yang tak ingat.  *** ''Ya Ampun, ini udah hampir jam tujuh. Astaghfirullah!'' Aku pun bergegas memasukkan buku-buku ke dalam tas sekolahku, lalu melangkahkan kaki keluar apartemen dengan tergesa-gesa, setelah berada di pinggiran jalan raya ku putuskan untuk menaiki angkot agar sampai  ke sekolahku. Jika kalian bertanya, kenapa gak naik taksi? Mahal, dan lagi aku takut nanti supir taksinya abal-abal dan yaaa pasti kalian taulah remaja sepertiku ini sering parno. Mungkin keadaannya berbeda kalau saja Mama dan Papaku masih ada di dunia ini, tepatnya disampingku. Menemaniku tumbuh dewasa dan, ahhhh semakin mengingatnya semakin membuat mataku menjadi panas. Ingat Fa,, Dia lebih tau apa-apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Setelah turun dari angkot dengan tegopoh-gopoh. Aku pun berlari sekencang-kencangnya menuju pagar sekolah yang hampir sedikit lagi akan ditutup oleh Pak Maman--satpam sekolah. "Pakkkkkkk,, jangan ditutup dulu Syifa datang" aku pun berteriak sembari mempercepat langkah kakiku. Tak peduli beberapa siswa lainnya yang menatapku dengan berbagai ekspresi yang heran, mungkin karena aksi lari - larian ku tadi. "Alhamdulillah..... Tepat waktu! Yeay, makasih pak Maman aku masuk dulu" setelah mengucapkan kalimat itu dengan ter-engah-engah akupun berlalu seperti kilat melesat menuju kelas XII.IPA 3, yang hanya disambut oleh gelengan kepala pak Maman. Sepertinya jam pelajaran pertama akan dimulai, dan itu artinya aku akan bertempur dengan berbagai atom, si kakaknya molekul dan kembaran kakaknya si senyawa, yang akan dibahas oleh ibu Rum-selaku guru Kimia di SMA bakti Bangsa. Aku tidak terlalu khawatir karena datang terlambat. Yaaa karena ibu Rum itu tipe guru yang tegas dan berbaik hati pada siswa/i yang datang terlambat, dengan catetan! Alasannya kenapa datang terlambat harus masuk akal sehatnya. Begitu tu ceritanya. Setelah sampai tepat di depan kelas XII. IPA 2 dengan nafas yang masih ngos-ngosan, aku pun berdoa terlebih dahulu agar dapat memberikan alasan yang masuk akal kepada ibu Rum, kenapa aku datang terlambat. Bismillah! Tok.tok.tok. "Assalamualaikum" Aku mengucapkan salam sambil melangkahkan kaki memasuki kelas dengan perlahan dan menundukkan kepala karena malu datang terlambat, karena sebelumnya aku tidak pernah datang terlambat dan menurutku datang terlambat itu memalukan sekali. Bagaimana tidak, ketika kamu memasuki kelas maka refleks semua mata tertuju padamu, eeaaaa kayak iklaan pond'sss ajeeee dah. Langkahku terhenti ketika suara seseorang yang tak asing mengintrupsi langkahku. Apakah kalian tahu siapa yang memangilku tadi? Iya iya katakan siapa, dora mau tau.. Kok aku jadi membatin ngawur sihhh, hadeuhhh. Secara perlahan akupun membalikkan badan. "Kenapa hari ini kamu datang terlambat nak? Tidak seperti biasanya. Apa mungkin karena habis liburan yang cukup panjang membuatmu jadi malas bangun pagi atau bagaimana?", kan apa aku bilang ibu Rum itu guru yang baik sekali, buktinya dia bertanya panjang lebar mengenai kenapa aku datang terlambat. "Ehh, ini buk, anu, aku tadi, aduhhh mau bagaimana ini? masa aku berbohong dengan mengatakan kalau aku kesiangan? Kan aku ngak kesiangan, terus kalo lama nunggu angkot juga enggak, masa iyaa aku bilang gara-gara ngelayanin suamiku si gunung es itu. Itu sama saja mengakhiri masa sekolahku disini.Ya Allah berilah pentunjukMu" "Syifa, nak? Kamu tidak apa-apa?", akupun tersandar dari lamunanku. "ehhh iya bu ngak kenapa-kenapa kok", jawabku sambil mengaruk tengkukku yang sama sekali tidak gatal. "Ya sudah nanti saja penjelasannya, kamu duduk saja dan kita akan belajar dulu, kamu duduk sana nanti yang lain pada protes kenapa saya tidak memarahi kamu dan malah ngbrol seperti ini", titah bu Rum padaku. Aku pun tergopoh-gopoh melangkahkan kaki menuju bangku yang paling pojok kanan tepatnya disamping Loly. Sepertinya hari-hariku di sekolah tidak akan setenang dulu. Yaaa dimulai hari ini, aku rasa aku harus menutup rapat-rapat statusku sebagai istri dari seorang lelaki dewasa, yang telah mapan dan juga tampan, seorang Presdir perusahaan ayahnya yang ternama. Semua fakta itu malah membuatku semakin khawatir. Sungguh. *** Jangan lupa tersenyum:) Biar awet muda:) mhuweheheh
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD