CHAPTER 2 (BECAUSE I HATE A GIRL)

1496 Words
"APA??!!!! KAU SEKAMAR DENGAN IBLIS ITU?!!" Refeks Kiara menutup kedua telinganya, melindungi pendengaran dari dua gadis yang kini berteriak dan terbelalak lebar padanya penuh peringatan. Membuat Kiara menjadi semakin penasaran akan sosok Aditya yang sebenarnya. "Iblis? kenapa kalian menyebutnya seperti itu?" Kiara melepaskan tangannya yang semula menutup alat pendengarnya tersebut, mengarahkan atensi penuh penasaran pada dua orang di depannya yang saling bersitatap selama 3 detik sebelum memandang Kiara, lengkap dengan pandangan awas yang membuat Kiara mengerinyit heran. "Ayo mendekat ke sini." Pricelia memberi gesture tangan untuk menyuruh Kiara sedikit mengikis jarak mereka, setelah dipastikan posisi itu sesuai keinginan, Pricelia segera berkata nyaris seperti berbisik. "Aditya itu mengerikan, dia terlalu datar dan dingin. Sekali kau berbuat masalah dengannya, maka kau akan dihajar habis-habisan. Dia juga tak pernah suka punya teman sekamar, terakhir kali teman yang sekamar dengannya menghadap ke kepala sekolah dan dengan wajah ketakutan meminta untuk pindah kamar dari si Aditya itu. Jadi aku tidak heran kenapa kau yang perempuan ini malah diletakkan seruangan dengan Aditya, pasti karena hanya ruangan itu yang tersisa untuk ditempati-" Pricelia berhenti sejenak, menghela napas tak habis pikir, "-Tapi dia benar-benar genius. Semua guru bahkan sangat sayang pada sosoknya meski ia selalu datar seperti itu." Pricelia mengendikkan bahu, mencoba tak mengungkit lebih jauh lagi yang mana akan membuat Kiara semakin ketakutan –nyatanya Kiara benar-benar takut sekarang- "Ya, benar sekali." Jasmin menyambar langsung, mengangguk kencang seolah membenarkan semua yang Pricelia katakan. Kiara terdiam, mencerna dalam otaknya, sedikit bergidik saat membayangkan bagaimana nasibnya jika seruangan dengan pemuda itu –walau mereka berbeda kamar sih-. "Ah, bagaimana kalau kau sekamar dengan kami berdua?" Jasmin menawarkan tiba-tiba, menampilkan senyum lebar dan binar mata yang menyilaukan. Sedang Pricelia nampak mengangguk saja seakan ikut mengajak Kiara untuk sekamar dengan mereka. Kiara berpikir, ia tak ingin sekamar dengan Aditya. Tapi, Kiara juga penasaran. Sangat penasaran dengan pria itu. Saat Aditya pertama kali membuka pintu kamar dan menatap tepat kedua matanya, ada sesuatu yang bergetar dalam d**a Kiara, sesuatu yang membuatnya tak bisa mengalihkan fokus dari pria itu. Saat Aditya mengusirnya dari kamar tersebut, Kiara semakin diliputi rasa penasaran akan apa yang sebenarnya sosok itu pikirkan dan inginkan. Kiara ingin tau lebih banyak lagi. Kiara tak pernah sepenasaran ini pada seseorang. Tapi Aditya membuatnya tak pernah berhenti untuk berpikir. "Ah, tidak perlu. Aku akan kembali ke kamar itu" . . Jasmin dan Pricelia mematung, saling menatap dengan tampang bodoh saat melihat Kiara yang mulai berjalan menjauh menuju pintu dimana si Aditya Naufal berada. Sedikit merasa khawatir pada Kiara yang keras kepala, tapi Pricelia dan Jasmin sadar bahwa mereka tidak berhak terlalu ikut campur dalam masalah dua orang itu. Jadi Pricelia menatap Jasmin, menarik lengannya dan segera menjauh menuju kamar asrama mereka untuk beristirahat sebelum jam makan malam tiba. Kiara menghela napas sebanyak puluhan kali, menatap ragu pada pintu yang tertutup rapat dengan debaran jantung yang menggila, meremas kepalan jemari pendeknya untuk mengurangi getaran yang tercipta disetiap organ tubuhnya. Menghembuskan napas sekali lagi sebelum benar-benar mengetuk pintu kayu itu. 2 kali ketukkan. Tak ada respond berarti. Kiara pikir dia harus menaikkan intensitas ketukkannya hingga akhirnya pintu itu memang benar-benar terbuka, menampakkan sosok Aditya Naufal yang berdiri di depan pintu dengan sebelah tangan yang mengusap rambut hitamnya yang basah, sepertinya pemuda itu baru saja selesai mandi. "O-oh hai, Dit." Sebelah tangan terangkat gemetar, kedua sudut bibir tertarik ke atas hingga menenggelamkan kedua mata indah yang membentuk eye smile, berusaha bersikap ramah meski sekarang Aditya menatapnya terganggu dengan dahi berkerut lebih banyak daripada saat pertemuan pertama mereka. Kiara sadar bahwa ia memang sedang dalam bahaya. "Kenapa kau kembali ke sini?." Aditya bertanya dingin, melepaskan handuk kecil yang ia gunakan untuk mengusap rambutnya dan melemparnya asal ke atas sofa yang ada di belakang tubuh atletisnya, namun kedua mata penuh intimidasi itu tetap terarah pada Kiara yang mengetukkan sebelah kaki di lantai, kebiasaannya saat merasa gugup yang teramat sangat. "Karena kamarku juga di sini." Kiara berusaha mensugesti diri bahwa ia tidak boleh takut. Jika ia takut, maka Aditya akan semakin menindasnya. Aditya berdecih, menarik ujung bibir yang membentuk seringaian tipis, menyilangkan kedua tangan di d**a dan kembali menatap Kiara dengan pandangan meremehkan. "Kau sudah ku usir. Jadi ini bukan lagi kamarmu, Kiara." Aditya berucap santai, semakin menegaskan setiap kata-katanya agar Kiara mengerti dan segera mengangkat kaki dari depan pintu kamarnya. Saat pertama kali bertemu Kiara, Aditya pikir gadis itu hanyalah murid pindahan dari desa dengan pakaian kuno dengan wajah polos yang ia jadikan temeng dalam mencari perhatian semua orang. Berpura-pura baik dan busuk di belakang. Tipe gadis labil yang akan mudah ditindas dan juga.. membosankan. "Tidak." Tapi Aditya sedikit tertegun saat Kiara mendongak mantap menatapnya, saat mengucapkan kata 'tidak' tersebut, Aditya tau jika bibir tebal gadis itu bergetar. Namun Kiara benar-benar mencoba meluluhkan ketakutannya dan menatap Aditya seperti seorang pemberani. "Ini kamarku, dan aku tidak mau melepaskan apa yang harusnya menjadi hakku" Kiara gemetar dalam tegaknya, jantungnya berpacu begitu cepat, ia tau jika ini terlalu nekat. Tapi Kiara hanya ingin memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi miliknya. Hidup itu keras, jika kau hanya terus diam tanpa melakukan apapun dan menerima kenyataan dengan pasrah, maka yakinlah, semua orang akan dengan mudah menginjakmu. Aditya tiba-tiba kelu untuk berbicara. Persepsinya mengenai gadis kampung yang mudah ditindas dalam diri Kiara sedikit membuat ia ragu. Kiara memang terlihat begitu polos, tapi saat ia menatap mata Aditya penuh keyakinan, saat itulah Aditya tau bahwa gadis itu memang sangat nekat dan.. tidak mudah ditebak. "Ternyata kau tidak selemah yang aku pikirkan, ya?." Aditya meyeringai, kali ini lebih lebar lagi, kedua matanya memandang Kiara lebih intens, sedikit membuat gadis mungil itu hampir saja jatuh dari tegaknya. Sumpah, kharisma Aditya benar-benar kuat. "T-tentu saja, aku tidak akan semudah itu untuk menyerah" Kiara berbicara lebih lantang lagi, mengepalkan tangan kuat-kuat. Menatap Aditya dengan yakin meski kedua matanya tak berhenti berkedut. Rahangnya mengeras, tapi hal itu malah membuatAditya terkekeh dalam hati. Kiara Azellia, dia berbeda. Dan.. juga.. munafik. . . Kiara memandang cermin besar yang berada di dinding kamar mandi, menggigit bibir nya beberapa kali dalam kekalutan yang mengisi relung hati. Mencengkram pinggiran wastafel dan membenturkan kepala di cermin sembari menggumamkan kata 'bodoh' sebanyak puluhan kali. Teringat kembali dalam benak saat ia dengan bodohnya mematuhi perkataan Aditya yang mengajukan syarat jika ia ingin tetap tinggal di kamar ini, maka Kiara harus ikut permainannya. Ah, Kiara menjadi takut untuk keluar kamar mandi dan bertemu dengan si Aditya s****n itu, karena jujur Kiara belum siap menerima apapun permainan yang sudah menantinya di luar sana. "Jam makan malam akan tiba sebentar lagi. Jika kau masih betah di dalam sana dan tak berniat mendengar permainan seru yang akan aku berikan, maka bereskan barang-barangmu sekarang juga dan keluar dari ruangan ini" Kalimat itu terdengar datar tapi penuh kemutlakan, hampir membuat Kiara tergelincir di atas lantai kamar mandi yang licin. Mendengus diam-diam setelah meyakinkan diri bahwa tak ada yang perlu ditakutkan. Kiara memejamkan mata sebentar, mengusap wajahnya beberapa kali sebelum benar-benar membuka pintu kamar mandi dan langsung di sambut oleh wajah menyebalkan Aditya yang tegak dengan gaya pongahnya serta tatapan matanya yang sangat mengganggu itu. "Ma-maaf aku membuatmu menunggu lama, aku-" "Pertama aku benci orang munafik" Aditya langsung memotong perkataan Kiara, mendekat selangkah pada gadis mungil yang masih berdiri dengan gugup, "Jika kau tak suka padaku, maka tunjukkan wajah tak suka mu. Jika kau membenciku, maka caci aku sepuasmu. Karena.." Aditya mengikis jarak kembali, lalu menurunkan kepala untuk berbisik di telinga Kiara, deru napas hangatnya membuat Kiara menahan napas untuk sesaat, "..Aku membenci orang yang pura-pura baik." Kiara tercekat, tapi ia sedikit menghembuskan napas lega setelah Aditya menjauhkan kepalanya kembali, namun seringaian yang kini terpampang di wajah tampan itu membuat perasaan Kiara menjadi tidak enak. "Ah, untuk permainannya-" Aditya sengaja menjeda kata-kata nya, menikmati ekspresi Kiara yang kini menatapnya antusias dengan kedua mata sipit yang membesar. Diam-diam sedikit membuat Aditya takjub mengenai air wajah Kiara yang berubah-ubah begitu cepat. Tadi gadis mungil itu terlihat menatapnya merasa terganggu, tapi sekarang wajahnya menjadi antusias. Menarik. Aditya jadi penasaran. Ah, Aditya tersadar, menggelengkan kepala beberapa kali sebelum fokus kembali pada perkataannya sebentar lalu, "Permainannya adalah semacam taruhan. Aku akan memperlakukanmu dengan lembut seperti seorang kekasih-" Kiara mematung, tersengat untuk beberapa detik dengan pandangan tak percaya. Mencoba mempertajam pendengaran, takut-takut jika ia hanya salah dengar. "-Dan jika selama satu bulan kau menyukaiku ataupun menunjukkan raut menjijikkan, misalnya seperti bersemu atau senyum malu-malu, maka kau akan kalah. Dan.. kau harus angkat kaki dari ruangan ini." Aditya memperlebar senyum liciknya saat melihat Kiara yang menelan ludah gugup. "K-kenapa?" gadis manis itu bertanya gemetar, kedua tangan menggenggam ujung baju nya dengan berbagai pertanyaan dalam benak. Tentang Aditya yang benar-benar tidak bisa ditebak semua pikiran dan ide gila nya. Aditya mendekat dan mencengkram dagu Kiara tiba-tiba, mendongakkan kepala gadis mungil itu untuk menatapnya meski tatapan Kiara terlihat begitu ketakutan sekarang. Kemudian Aditya membelai rambut Kiara hingga turun ke lehernya dengan sebelah tangan yang lain, membuat gadis manis itu semakin gemetar dalam tegaknya. "Karena... aku membenci perempuan. Mereka menjijikan dengan sikap sok manis yang ternyata hanyalah kamuflase dari sifat busuknya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD