"-Dia Adrian Adinata. Calon suamiku. Kami baru saja datang dari Bandung."
Aditya terpaku, sekejap ia berhenti bernapas, ternyata ketakutannya sejak tadi benar adanya. Serena, gadis itu sangat cantik dan manis, tak heran jika ia mendapatkan calon suami setampan Adrian. Aditya mengerti, tapi ia masih belum menerima sebab selama ini Serena hanya menatapnya, menyayanginya dan tersenyum manis seperti itu padanya. Tapi sejak kesalah pahaman itu membuat Aditya kehilangan sosok cantik tersebut.
"A-apa?" Aditya harap saat ia menyebut satu kata itu maka semuanya akan berubah dalam sekejap. Serena akan mengatakan jika ia hanya bercanda dan kembali memeluk lengan Aditya seperti saat dahulu.
"Dia calon suamiku. Kami ke Jakarta untuk mengurus perusahaan yang berada di sini. Dan juga untuk bertemu adiknya." Serena bukan hanya memeluk lengan Adrian, tapi ia menyandar di bahunya, senyum manis terulas di bibir yang tipis. Aditya rasa ia seperti melihat dunia runtuh di depan matanya.
Kenapa... kenapa tak ada kesempatan lagi untuknya menjelaskan pada Serena jika ia masih mencintai gadis itu?
Aditya tertunduk, menatap sepatu sekolahnya yang berwarna hitam pekat hingga tepukkan pelan di bahu membuatnya kembali mendongak. Mendapati Serena yang memasang senyum lembutnya.
"Aku harap kau juga bahagia bersama pasanganmu-" Serena menarik napas sebentar. “-Aku.. juga mengerti jika kau selama ini tidak mencintaiku." Harusnya kalimat itu terdengar penuh sesak dengan ekspresi Serena yang seakan juga berharap jika Aditya kembali padanya. Tapi gadis itu hanya memasang senyum tulus yang semakin menguatkan persepsi Aditya jika Serena memang tak mencintainya lagi.
"Kak, aku-" Aditya ingin menjelaskan jika ia tidak pernah berselingkuh dari wanita itu, ia igin menumpahkan isi hati dan kerinduannya selama ini. Tapi itu semua hanya mampu ia telan kembali saat melihat wajah berseri Serena ketika menyandar manja di lengan Adrian.
"-Aku hanya ingin mengucapkan, selamat atas hubungan kalian. Semoga kau bahagia selalu, Kak Serena "
Rasanya sakit sekali jauh di dalam lubuk hati Aditya. Pisau dan gunting berputar dalam benaknya, namun untuk kali ini ia ingin melupakan rasa sakitnya dengan cara yang lain.
.
.
Kiara melirik jam di dinding, menghela napas lelah saat tau bahwa Aditya belum pulang sejak jam sekolah berakhir, bahkan ini sudah melewati jam makan malam dan pemuda itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Semakin membuat Kiara merasa cemas dan khawatir.
"Aditya, kau dimana?." Kiara bergumam, menimang ponsel di tangannya, ragu apakah ia harus menghubungi Aditya atau tidak. Tapi mengingat saat Aditya hanya akan memarahinya jika ia mengganggu pemuda itu membuatnya mengurungkan niat yang sudah terbentuk.
TOOKK TOKK
Kiara terperanjat saat pintu kamarnya diketuk, ia terlalu memikirkan Aditya hingga sampai melamun. Segera Kiara beranjak dan membukakan pintu kamarnya untuk mendapati Jasmine yang berdiri di depan pintu dengan senyum kotak menggemaskan.
"Hai, Kiara." Sapanya sembari melambaikan sebelah tangan.
Kiara membalas dengan tersenyum, melirik ke segala arah dan tak mendapati Pricelia dimanapun.
"Kemana Pricelia?" Tanya Kiara sedikit heran. Biasanya dimana ada Jasmine, disitu pasti ada Pricelia.
Jasmine memasang wajah malas, mengendikkan bahu nya yang sempat merosot, " Pricelia pergi terburu-buru tadi. Meninggalkan aku sendiri di kamar asrama, makanya aku memutuskan untuk mengunjungimu." Dalam sekejap wajah Jasmine kembali ceria, ia menampakkan lagi senyum meneduhkannya. Kiara hanya terkekeh, menarik lembut lengan Jasmine untuk menyuruhnya masuk.
"Wah.. aku baru pertama kali menginjakkan kaki di kamar ini. Sebelum ada kau, tak ada siswa manapun yang berani masuk ke dalam sini." Jasmine berucap, memandang sekeliling dengan perabotan yang tersusun simple dan beberapa lukisan mahal di dinding. Ah, Aditya memang pecinta seni sepertinya.
Kiara berjalan ke kulkas kecil, mengambil sebotol soda dan melempar pelan ke arah Jasmine hingga akhirnya si gadis hyperaktif bersenyum kotak itu menangkapnya.
"Terimakasih." Ujarnya sebelum meminum cairan mengigit itu.
"Jadi Aditya tak mempunyai teman ya di sini?" Kiara bertanya meski ia tau jawabannya. Mungkin Kiara hanya sekedar mencari bahan obrolan saja.
"Entahlah." Jawab Jasmine acuh, kembali meneguk cairan soda itu sebelum melirik sekeliling, "Ngomong-ngomong kemana Aditya?" Tanyanya seakan sadar suasana yang cukup sepi.
Kiara menghela napas dan menggeleng pelan, "Aku tak tau. Dia tidak pulang dari tadi siang."
Jasmine sedikit kaget, membolakan matanya yang tajam dan meletakkan botol sodanya yang tinggal setengah ke atas meja, "Hah? bukannya di peraturan asrama, kita harus sudah berada di sini sebelum jam makan malam-" Jasmine melirik jam dinding yang sudah mengarah pada angka 9, "-Dan ini bahkan sudah masuk waktunya untuk jam tidur."
"Oleh karena itu aku khawatir sekali pada Aditya." Kiara menyandarkan punggungnya di sofa, memijit pelipisnya beberapa kali dan melepaskan kacamata yang bertengger di kedua onyx nya.
"Wow." Jasmine tiba-tiba bersuara, membuat Kiara kembali mengalihkan atensi pada gadis itu sebelum meletakkan kacamatanya di atas meja.
"Ada apa?" Tanya Kiara merasa heran pada gadis itu.
Jasmine menggeleng, senyumnya semakin lebar dan ia mendekat pada Kiara. Mencengkram lembut wajah Kiara dengan penuh kekaguman, "Kau terlihat menggemaskan dan manis sekali tanpa kacamata." Jasmine berujar lantang penuh semangat, membuat Kiara diam-diam merotasikan bola matanya malas.
"Ah, terimakasih." Jawabnya acuh, kembali menjauh dari Jasmine dan memakai kcamatanya yang sempat terlupa. Membuat Jasmine mengerucutkan bibirnya sebal saat kacamata kuno itu kembali membuat Kiara terlihat seperti gadis culun tak mengasyikkan.
.
.
Pratama mengendarai sepeda motornya dengan semangat, sedangkan Pricelia yang berada di jok belakang sambil memeluk pinggang Pratama erat agar ia tak terjungkal ketika merasakan pria itu yang semakin mempercepat laju motornya.
"Kak Pratama, bisa kah kau pelan-pelan?" Ujar Pricelia sedikit berteriak, ia mendengus sebal saat Pratama hanya membalasnya dengan kekehan pelan dan bergumam, "Tidak bisa Pricelia, aku hanya tidak sabar untuk bertemu dengan Kak Adrian." Jawaban itu membuat Pricelia seperti dipukul telak di jantungnya, membuat semuanya terasa perih hingga matanya memanas. Percayalah, Pricelia tak membenci Adrian sebab pria yang lebih tua dari mereka itu adalah teman masa kecilnya. Tapi, ia tidak suka jika Pratama memberikan perasaan yang begitu besar pada pria itu. Pricelia egois sebab ia berharap sekali jika Pratama mencintainya seperti ia yang mencintai pria itu.
"Ah, apakah itu Kak Adrian?" Gumam Pratama setelah memberhentikan motornya di dekat taman, melihat seorang pemuda yang masih dengan setelan jas nya duduk di salah satu bangku taman, tapi ia tidak sendiri, ada sosok lain di sampingnya. Membuat Pratama bertanya-tanya dalam hati.
"Ah, akhirnya kita sampai dengan selamat juga." Pricelia sedikit menyindir setelah ia turun dari motor sambil merapikan sedikit rambut coklat nya yang berantakkan, tapi Pricelia langsung memasang wajah bingung ketika melihat Pratama yang menyipitkan matanya ke satu arah. Pricelia mengikuti arah pandang Pratama, di sana ia melihat Adrian yang semakin terlihat tampan, namun pemuda itu bersama seorang gadis cantik yang selalu melemparkan senyum indah pada nya.
.
.
Kiara hampir saja terlelap disaat jam sudah menunjukkan pukul 23:00, dan itu berarti sudah 1 jam sejak Jasmine meninggalkan kamar ini dan kembali ke kamarnya sendiri. Kiara benar-benar hampir terbang ke alam mimpi sebelum pintu kamar asrama diketuk secara acak dan keras. Membuat Kiara berjengit kaget dan segera membukakan pintu.
Kiara hampir saja terjungkal ke belakang ketika Aditya berdiri di depan pintu dengan wajahnya yang kusut, kedua bola matanya yang sayu dan rambut coklatnya yang sedikit acak-acakkan.
"A-Aditya." Kiara tentu saja kaget bukan kepalang, apalagi saat Aditya terjatuh dalam pelukkannya dan bergumam hal yang tidak jelas. Tapi Kiara tau jika bau alkohol begitu menguar dari sela bibir tipis Aditya yang memerah.
"Kau mabuk?" Kiara berdesis saat tenaganya ia paksakan untuk menopang tubuh Aditya dan berjalan menuju kamar si pemuda tampan. Selama kaki nya melangkah dan kaki Aditya yang nyaris seperti terseret untuk mengikutinya, Kiara membiarkan Aditya yang meletakkan kepala di lehernya, menggesekkan hidung bengirnya di sana yang membuat Kiara berdesis geli. Kiara hanya membiarkan saat ia melihat ranjang yang jaraknya sedikit lagi, dan tepat saat berada di depan ranjang tersebut, Kiara segera menghempaskan pelan tubuh Aditya, kemudian bergegas melepaskan sepatu dan kaus kakinya, membuka dua kancing seragam teratas Aditya agar ia tidak sesak, dan terakhir Kiara berniat membuatkan segelas s**u untuk menetralisirkan alkohol yang berada dalam diri Aditya sebelum pria itu menahan lengan Kiara dan membawa Kiara dalam pelukkannya.
Tentu saja Kiara membulatkan kedua mata ketika ia berada di atas tubuh Aditya yang hangat dan d**a nya yang bidang. Kiara tanpa sadar memerah malu saat merasakan posisi mereka yang terlalu intim.
"Kak Serena, aku masih mencintaimu. Kenapa... kau malah mau menikah dengan orang itu!" Aditya bergumam, tapi kali ini terdengar sangat jelas dengan pelukkannya yang semakin erat di pinggang Kiara, bahkan pemuda itu menyusupkan kepalanya di leher jenjang Kiara yang kini sedikit memberontak.
Aditya mabuk, Kiara tidak boleh membiarkan Aditya melakukan ini.
"Kau sangat harum, Kak." Gumam Aditya dengan suara seraknya, Kiara semakin ketakutan, ia berniat bangkit untuk berdiri, tapi sebelum ia benar-benar tegak dengan kedua kakinya yang gemetar, Aditya kembali menariknya dan mempertemukan dua belah bibir mereka.
Kiara merasakan saat bibir lembut Aditya hinggap di atas bibir tebalnya, terasa hangat dan membuat kupu-kupu menggelitik perutnya. Apalagi saat Aditya menyesap bibir Kiara dengan semangat, memposisikan kepala ke kiri dan ke kanan untuk mencuri oksigen disaat ciuman intens yang belum terlepas.
Kiara mengerang, ia menutup mata erat-erat dan mencengkram baju Aditya dengan kuat. Menumpahkan segala ketakutan dan debaran jantungnya yang menggila.
Aditya semakin liar dan itu membuat Kiara tersadar, ia segera berdiri disaat pelukkan Aditya sedikit melemah. Gadis mungil itu menghapus jejak saliva di bibirnya dan tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Ia menatap kesal pada Aditya yang dengan seenaknya melakukan hal itu padanya.
Kiara tidak menyangka Aditya menciumnya disaat pemuda itu selalu berkata bahwa ia membenci wanita –walaupun ia terlihat mencintai setengah mati seorang wanita yang bernama Serena itu- Kiara juga heran kenapa Aditya seperti mencintai Serena layaknya wanita itu adalah gadis yang paling suci dan tanpa dosa yang patut dicintai. Kenapa dia malah membenci wanita lain selain Serena?!
Dengan segera Kiara berlari ke kamar mandi, meninggalkan Aditya yang meraba-raba sekitarnya sambil bergumam 'Kak Serena', Aditya terus mengigau tak jelas sebelum suara ketukkan di pintu membuat Aditya sedikit mengerang sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.
Aditya segera duduk, perlahan berdiri dan berniat berjalan ke arah pintu sebab ia kira itu adalah Kak Serena nya yang sedari tadi ia igau kan.
"Kak Serena." Ucap Aditya mempercepat langkah walaupun terlihat sempoyongan.
CKLEK
"Kiara, aku lupa mengatakan padamu-"
Aditya melihat seseorang di sana, bukan Serena yang sedari tadi ia harapkan.
"-A-Aditya." Gumam orang itu dengan wajahnya yang terlihat kaget saat melihat kondisi Aditya yang berantakkan.
Aditya juga sama kagetnya, tapi pria itu mengulas senyum miring disela matanya yang setengah terbuka dan kepalanya yang berdenyut nyeri. Walaupun begitu, Aditya dapat melihat samar-samar rupa orang di depannya sekarang ini.
Aditya mendekat, sedikit memegang kepalanya yang semakin terasa pusing, lalu sebuah seringaian tercipta di bibirnya yang tipis.
"Apa kau puas sekarang?-" Aditya mendekat lagi hingga tubuhnya benar-benar berada di luar kamar, sedangkan orang di depannya tampak memundurkan langkahnya yang terasa berat.
"-Kau puas menghancurkanku dan membuat Kak Serena membenciku, karena dia menganggap aku menjalin hubungan denganmu di belakangnya?!"
Aditya menyudutkan sosok yang semakin terlihat memucat sebab merasakan aura Aditya yang benar-benar mengerikan,
"Jawab aku, sahabatku tersayang-"
Tiba-tiba Aditya memukul dinding di samping tubuh sosok itu dengan tangannya yang terkepal erat,
" Jawab pertanyaanku, JASMINE PRATIWI!!"
-TBC-