Raja Jalanan

1287 Words
Mesin motor yang berisik terdengar berisik, aksi saling mengejarpun tak terelakkan lagi. Disaat yang bersamaan para pembalap mulai menggila, bahkan beberapa jatuh dalam lintasan lantaran tidak becus dalam menantang tikungan. Dan mereka yang menguasai tekniklah yang mampu bertahan sampai akhir. Tepuk tangan meriah dan teriakan penuh saling tolongutan, meramaikan jalanan dimana sang pemenang turun dan tersenyum angkuh. Septian yang pertama kali memeluk Alden, ikut yang lain. "Berpuluh puluh kali bal balohong dan disetiap peluang lo selalu menang! Keren bro. "Rafa merangkul Alden dengan bangga. Rafa teman dunia malamnya sekaligus teman sekelas Alden juga Septian waktu kelas sepuluh dulu. Namun, saat ini mereka berpisah kelas, Rafa berada di kelas XI D. Alden dibuka helm yang dibungkus. Lalu menyimpannya di atas motor hitamnya. Semua orang di sana terkesima, aura Alden memang begitu kuat. Beberapa cewek bahkan banyak yang meliriknya diam-diam, namun tidak berani menghampiri karena Septian yang selalu memberikan tantangan lewat hitam. Lo deketin Alden, lo mati. Seperti mengingat arti tatapan transisi. Alden tidak suka cewek murahan, lebih dari itu perkataan Alden pada Septian hingga cowok itu melakukan itu. Yah, orang-orang yang ada di arena ini memang rata-rata bukan orang baik. Disni mereka hanya sebatas mencari kepuasan semata. "Lo beruntung mulu perasaan." Celetuk Septian terkekeh. "Iya gue juga ngerasa. Soalnya menang melulu sih. "Itu suara Aldo, teman dunia malamnya bersama Septian dan juga Rafa. "Taruhan malam ini gede, bisa motor lawan juga duit menang juta. Gak mau teraktir kita nih Den? "Aldo tersenyum pada Alden, sedangkan Alden hanya tersenyum tipis merespons. "Eh lo mah teraktiran mulu yang lo pikirin." Septian menatap Aldo mencela. "Kemarin-kemarin Alden juga selalu neraktir kita elah. Perlu perbaikan juga ntar dia nawarin sendiri. "Septian tertawa. Rafa memandang Alden, cowok itu hanya diam dan sesekali tersenyum tipis. Rafa sudah sering kali menginap begitu dekat dengan Alden namun entah mengapa banyak hal yang tidak diketahui oleh gambar Alden. Rafa dipindahkan tatapannya ke pinggir jalan. Dijalanan juga ditepi-tepinya banyak sekali motor juga mobil mahal yang dimodip keren oleh para pemiliknya, tapi tetap saja kendaran Alden yang palig keren. Dulu dia juga sempat berdecak kagum saat pertama kali Alden datang ketempat ini sebagai penantang baru, yang sekarang malah sebaliknya menjadi satu-satunya pembalap yang tidak bisa dikalahkannya di balapan motor maupun mobil. Alden benar-benar hebat, sukses sekarang bahkan kian merambah keseluruh kota. Dia Alden Raveno si penguasa jalanan. "Udah selai sebelas! Gue cabut dulu. " Itu bukan suara Septian maupun Aldo yang mengeluarkan suara Alden yang sedari sebelumnya diam yang menjadi bahan pembicaraan mereka. "Yaelah, kayak anak perawan aja lo jam segini udah di rumah." Aldo berseru. "Sesekali jadi anak badung dong Den." Saran Aldo, memang jika dilihat dari sisi mana pun juga Alden jauh lebih baik dari pada mereka semua. Cowok itu memang nakal namun tidak senakal mereka. Alden mengusap dagunya, dengan mata menerawang. Cowok itu terlihat berpikir. "Emang lo pikir gue ikutan pembohong balapan kayak gini termasuk prilaku anak baik, gitu ?!" "Seenggak nya lo gak sebadung gue. Gimana kalo kita ke klub malam aja cari hiburan. " Aldo berseru heboh, Septian yang kesulitan berada di sisi Aldo menampol kepala cowok itu. Aldo meringis. Rafa tertawa, sedangkan Alden menatap Aldo tak habis pikir. "Ogah." Tolak Alden mentah-mentah. Alden menghampiri Septian. "Sep ?!" Septian yang sedang menunggu pokus pada Aldo menoleh. Alisnya terangkat bertanya apa yang mau ditanyakan Alden. "Transaksinya lo yang urus ya." Alden berkata pelan. "Siap." Sanggup Septian. Ini bukan pertama kalinya Alden meminta dirinya untuk mengganti Alden untuk transaksi pada pembalap balapan. Septian sudah terbiasa. Dan juga Alden akan selalu memberikan bonus yang disetujui hingga Septian akan selalu siap selalu meminta Alden. "Ok, gue cabut dulu ya." Alden naik ke atas motor hitamnya dan memakai helm. "Iya-iya sana lo anak baik." Usir Aldo. Alden tertawa di dalam helmnya. "Cepet pulang Sep." Alden berseru pada Septian sebelum benar-benar pergi dengan motor hitamnya. Suara motor yang dikendarai Alden akhirnya mulai terdengar jauh dari telinga mereka betiga. "Ngomong-ngomong si Alden kan tajir kenapa masih ngikut balapan pembohong ya?" Aldo bertanya pada Septian yang masih memperhatikani kepergian Alden. "Yaelah masih mikir juga, Ya buat kesenengan lah." Rafa yang menjawab. "Masuk akal kalo buat kesenangan satu sampe dua kalian mah. Nah ini menghambat setiap malem dia ikutan Raf. Dan yang gue liat dia bukan menikmati balapannya, tapi kayak gimana gitu ya terobsesi mungkin. " Aldo mulai membayangi tentang cara cara Alden balapan. "Jangan suuzon, lo. Biarin lah toh itu urusan si Alden kita jangan ikut campur. " Ucap Septian kalem. Dalam hati Septian menghembuskan napas kasar, sebenarnya dia yang paling tahu tentang Alden. Dan, orang lain tidak sepatutnya menghakimi Alden. "Bener tuh. Menidingan kita ngebahas cewek cantik diujung sana tuh. "Rafa menunjuk seorang cewek yang sedari tadi menggangu iman ibadahnya. "Anjir bodinya." Seru Aldo paling semangat. ***** Jam setengah dua belas malam Sefrin baru tiba di rumah. Bi Marni-pembantunya-menghela napas lega saat Sefrin datang mengetuk pintu. Kekhawatiran nya langsung lenyap. "Aduh, Non kok baru pulang? Bibi khawatir dari tadi nungguin Non. Kemana aja Non?!" Bi Marni bertanya dengan nada khawatir khasnya. Sefrin hanya tersenyum tipis menyaksikan kehebohan Bi Marni. Bi Marni memang hanya sebatas pembantunya, namun jauh di lubuk hati terdalamnya percayalah Bi Marni lebih berarti dari sekedar pembantu bagi Sefrin. Sefrin masih berdiri di depan pintu. Ia sering kali dibuat ingin tertawa melihat wajah khawatir Bi Marni karena dirinya. "Tadi dari rumah Aleta. Terus, kelupaan waktu pas makan di pinggir jalan." "Dasar anak nakal! Non seharusnya calling Bibi dulu dong biar Bibi gak khawatir." Protes Bi Marni. Bi Marni sudah tidak heran lagi jika Sefrin seperti ini karena Sefrin memang memiliki kebiasaan aneh, cewek itu senang sekali berhenti di sekitaran dekat jalan. Bukan karena apa, hanya saja Sefrin memang senang memperhatikan orang yang berlalu lalang di sekita jalan. Entah itu pedang, pembeli, pengendara, bahkan pemulung, kata Sefrin sih dari kebiasan anehnya itu, setidaknya dirinya jadi sedikit tahu tentang bagaimana suka duka dari kehidupan itu. Tapi, ada sedikit yang membuat Bi Marni merasa aneh terhadap cara berpikir Sefrin, kata Sefrin dirinya telah memahami bagaimana jalannya kehidupan beserta suka dukanya di dalam kehidupan itu sendiri. Tapi, mengapa? Semua pemahan itu tidak di jalankan dalam kehidupan Sefrin sendiri? Itu seolah menjadi tanda tanya besar di dalam kepala Bi Marni hingga saat ini. Sefrin memiringkan kepalanya bingung, Bi Marni malah melamun. Sefrin menepuk pundak Bi Marni, membuat Bi Marni tersentak kaget. "Ngagetin aja sih Non. Eh padahal, Bibi udah masak banyak." Bi Marni berucap sedih. Membayangkan masakan buatannya yang sudah dingin di meja makan. "Yaudah, Bibi panasin lagi aja nanti pagi. Seluruh penghuni rumah ini harus makan bareng ntar pagi bareng aku." Sefrin tersenyum saat ada binar bahagia di mata Bi Marni. "Wah rejeki!!!" Bi Marni berseru senang. Sefrin mendorong Bi Marni masuk. "Udah ah. Ayo, masuk." Sefrin menutup pintu dan menguncinya. Bi Marni tersenyum lebar. Mereka berjalan semakin dalam memasuki rumah. Sefrin berhenti di awal tangga saat Bi Marni menahan lengannya. "Yaudah sana tidur. Tapi, mandi dulu jangan langsung tidur ya Non, biar tidurnya nyenyak." Pesan Bi Marni. Ada yang bergetar setiap kali Bi Marni memperlakukannya seperti ini. itu menghangatkan Sefrin. "Iya Bibi bawel." Sefrin memeluk Bi Marni dan terkekeh pelan. Bi Marni membiarkannya dan balas memeluk Sefrin. "Mau dibuatin s**u gak?" "Enggak." Tolak Sefrin dan terpejam erat dalam pelukan Bi Marni. Siapa bilang dirinya tidak mempunyai rasa bersyukur akan hidup?! Lihatlah, sekarang dirinya sedang bersyukur bahagia, Sefrin bersyukur memiliki Bi Marni disisinya. Siapa bilang dirinya hanya memiliki semangat hidup yang lemah?! Jika benar Sefrin hanya memiliki semangat hidup yang lemah, sudah di pastikan dirinya tidak ada lagi di dunia ini dan memilih bunuh diri dari pada hidup dalam kesakitan. Sefrin bertahan hingga saat ini karena dirinya memiliki semangat hidup yang besar. Ah, cowok itu memang selalu egois dengan pikirannya yang selalu dianggap logis dan benar. Menyebalkan. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD