2

1099 Words
Namanya laki-laki yang tampak lusuh itu adalah Glenn. Laki-laki yang terkenal suka berkelahi di blok di mana rumah Rose dan Jasmine tinggal. Dan bagian terburuknya, rumah Glenn berada tepat di seberang rumah mereka. Saat itu usia mereka sembilan tahun. Sejak pertama kali melihat sosok Glenn, Rose sangat tidak menyukainya. Perempuan mana  yang suka dengan anak yang laki-laki yang nakalnya bikin geleng-geleng kepala Oma Wenny, tetangga Rose. Kenakalannya bisa dilihat pada setiap jengkal tubuhnya yang penuh luka. Entah jatuh karena mengejar layangan ataupun bermain sepeda. Meski begitu Glenn tampaknya tidak kapok. Tapi hari itu, ketika dimana Jasmine harus pulang sekolah seorang diri, ia dihalang oleh beberapa kakak kelas yang memintainya uang. Namun, Jasmine bukanlah Rose. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Rasa takut sudah merayapi seluruh tubuhnya. Untunglah Glenn yang sedang lewat melihat hal tersebut. Tanpa menunggu lebih lama lagi, maka Glenn menghampiri Jasmine dan langsung memberikan ancaman yang membuat para anak nakal itu mengambil langkah seribu. Rose yang baru tiba di rumah terkejut tidak percaya dengan cerita yang baru saja didengarnya dari bibir Jasmine. "Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Rose ketus sambil melirik sosok Glenn sesekali yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. "Jangan begitu Rose. Glenn baru aja menolong aku," tegur Jasmine sambil menyuruh Glenn untuk duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan gadis kecil itu mengambil kotak p3k dari dapur. "Menolong? Memangnya apa yang terjadi?" tanyanya sambil membututi Jasmine ke dapur lalu kembali ke ruang tamu. "Dita dan kawan-kawannya kembali mengusikku. Untunglah Glenn datang menolongku," jelas Jasmine sambil membuka kotak obat itu dan mulai membersihkan luka di siku Glenn akibat dorongan yang diberikan oleh Dita. Dorongan yang seharusnya diberikan untuk Jasmine. Bibir Rose membentuk bulat. Tak tahu harus menjawab apa. Ia melirik Glenn yang ternyata sedang menatapnya. Dengan cepat Rose mengalihkan tatapannya. Sejak itulah, Rose mulai berteman dengan Glenn dengan Jasmine sebagai penengah mereka ketika mereka mulai berdebat. "Jangan bercanda. Masalahnya di sini, akulah yang tidak mau bersanding denganmu!" sahut Rose. "Kenapa?" Glenn menatap Rose. Meski mereka kembar, tapi setelah dewasa, mereka tampak berbeda. Rose yang memiliki rambut lurus panjang dan Jasmine yang memilih untuk mengeritingkan rambutnya sehingga bergelombang besar-besar. "Karena aku tidak mau di mana hari pernikahanku akan datang beberapa perempuan yang datang untuk protes karena sudah kau tinggalkan!" kata Rose yang disambut tawa Glenn. "Kau benar!" Mereka pun tertawa bersama. Selanjutnya panggilan untuk foto bersama keluarga membuat keduanya menghentikan pembicaraan diantara mereka. *** Pagi itu, Mama memeluk Jasmine cukup lama. Setelah pesta pernikahan mereka yang meriah dan berlangsung lancar. Pagi harinya Jasmine yang menghabiskan malam di hotel, berpamitan pada Mama. Suasana haru memenuhi keduanya. "Jadi isteri yang baik ya," kata Mama mengingatkan. "Iya ma," jawab Jasmine singkat di balik pelukan Mama. "Jangan lupa berikan mama cucu secepatnya," tambahnya. "Iya Ma, akan kami usahakan." Kedua perempuan itu saling melepaskan diri. Berganti dengan Rose yang sekarang sedang memeluk saudara kembarnya. "Jaga diri baik-baik ya. Ingat kamu sudah tidak hidup sendiri lagi. Jadi jangan bersikap semau jidatmu," cerocos Rose. "Iya, petuahmu akan selalu kuingat." Mereka tertawa kecil. Rose tidak menyangka jika akan tiba secepat ini, hari di mana ia akan ditinggalkan oleh saudara kembarnya hanya dalam kurun waktu dua puluh enam tahun. "Jaga mama baik-baik, Rose. Kalau ada apa-apa hubungi aku secepatnya." "Oke!" jawab Rose cepat. "Kami pergi dulu," pamit Joe. Lalu mereka pun masuk ke dalam mobil dan meninggalkan jejak mobil mereka di depan rumah. Mama masih memandang kepergian Jasmine dalam diam. "Ayo ma! Jasmine akan baik-baik saja. Ada suaminya yang akan menemani dan menjaganya." Mama mengangguk pelan. "Kau benar. Hanya saja waktu cepat sekali berlalu," gumam Mama lalu menurut ketika Rose menggiringnya masuk ke dalam rumah. *** Tanpa terasa pernikahan Jasmine telah berlalu satu tahun. Rose pun mulai terbiasa beraktivitas tanpa Jasmine yang biasa selalu ada bersamanya. Sesekali saudarinya itu datang berkunjung. Tapi kebanyakan Jasmine lebih sering menghubunginya lewat ponsel. Menceritakan bagaimana kehidupannya pernikahannya dengan Joe. Dari cerita yang keluar dari mulut Jasmine, kadang-kadang suka membuat mata bulat Rose membesar. Tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari bibir kembarannya itu. Contohnya, pada saat awal pernikahan Jasmine harus menutup kedua matanya dengan tangannya ketika melihat Joe yang bertelanjang d**a. Belum lagi ketika ia harus mencuci pakaian mereka ketika asisten rumah tangga mereka pulang kampung. "Kamu tau Rose? Aku harus menutup kedua mataku ketika memasukkan pakaian dalam milik Joe." Di seberang sana, Rose tidak dapat menahan tawanya lagi. "Aku benar-benar merasa malu, padahal saat itu Joe tidak ada di rumah!'' "Itu sudah tugasmu, Jas. Lama-lama juga kamu terbiasa. Sebaliknya aku yakin kamu akan menyukainya," kata Rose yang kembali tertawa. Sedangkan Jasmine hanya mencebik ketika saudara kembarnya kembali menggodanya. "Tapi aku berharap kata-katamu benar," kata Jasmine akhirnya lalu mereka tertawa bersama. Tertawa geli ketika membayangkannya. Membuat saudari kembar itu rindu dengan kebersamaan mereka. "Well, aku harus kembali bekerja. See you soon. Aku harap kamu bisa pulang ke rumah. Mama sudah sangat merindukanmu," kata Rose mengakhiri percakapan diantara mereka. "Aku usahakan akan pulang dalam waktu dekat," sahutnya. "Oke! Jangan lupa bawa cucu. Mama selalu menanyakannya," tambah Rose yang tidak pernah dijawab oleh Jasmine. Menimbulkan kecurigaan di dalam hatinya. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa Jasmine tidak pernah menanggapi ucapannya? Ingin sekali Rose menanyakan langsung kepada Jasmine. Tapi ia tidak berani. Biarlah ia menunggu, sampai akhirnya Jasmine menceritakan segalanya kepadanya. *** Malam minggu, malam yang selalu ditunggu oleh para kaula muda dan pasangan yang sedang dipenuhi oleh asmara. Sayangnya diantara semua itu hanya Rose yang betah berdiam diri di dalam kamarnya ditemani sebuah novel yang berada ditangannya. Suara ketukan pintu membuat dirinya berseru. "Masuk." Diambang pintu sosok Jasmine berdiri tegak dengan senyum mengembang di wajahnya. "Jasmine!?" Ia langsung bangkit berdiri dan memeluk saudara kembarnya. "Kenapa nggak bilang mau dateng? Aku kan bisa masakin makanan kesukaan kamu." "Sengaja. Mau kasih kamu kejutan. Dan tebakanku benar. Malam minggu begini kamu pasti lagi ditemani novel-novelmu itu. Kapan kamu akan mengganti novel-novel itu dengan pria?" ujarnya sembari menunjuk buku tebal dekat Rose. "Jahat. Walaupun begitu novel ini setia. Tidak seperti para laki-laki di luar sana," jawab Rose mantap. "Sama Joe?" Jasmine mengangguk. "Sama siapa lagi? Pertanyaanmu membuatku seperti memiliki dua suami." Rose tertawa kecil. "Bukan begitu. Sudahlah lupakan. Kalian akan menginap, kan?" tanya Rose. "Tentu saja." Senyum puas menghiasi wajah Rose. Setelah tiga bulan dari pertemuan terakhir mereka, membuat hatinya bahagia. Ia begitu merindukan sosok saudarinya ini. Sudah lama mereka tidak hangout bersama. Berbagi cerita. Bahkan tertawa bersama. Kali ini Rose berharap mereka bisa melakukannya. Dan kedatangannya kali ini benar-benar membuat rindu Rose terobati. Tapi siapa yang sangka jika kedatangan Jasmine kali ini akan mengubah hidupnya. Kehidupannya yang tampak baik-baik saja mendadak berubah menjadi diluar kendalinya. Tapi apa daya dirinya jika takdir sudah mengatur segalanya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD