Chapter 5 - Teman

1748 Words
Whitown, 21 Juni 2019 R  ==========================================   "ADUH! PANAS SEKALI!" kata beberapa preman yang terhempas karena dipukul oleh Arata. Saat ini, Arata dengan gadis stasiun itu sedang bertarung dengan preman yang jumlahnya jauh lebih banyak. "Speed of Light!" kata gadis itu. Jurus "Speed of Light" adalah jurus yang memungkinkan penggunanya bergerak secepat kecepatan cahaya tanpa menimbulkan efek samping sama sekali. Gadis itu bergerak ke arah beberapa preman untuk memukul mereka, kemudian kembali ke samping Arata. Karena kecepatan memukulnya luar biasa, preman-preman itu langsung terpental saat gadis itu memukul mereka. Marah karena teman mereka dipukul, preman-preman yang lainnya mengepung dan menyerang mereka berdua secara bersamaan. "Nona, menunduk! Circular Fire Breath!" seru Arata. Jurus "Circular Fire Breath" adalah jurus modifikasi dari jurus paling dasar setiap pengendali api, yakni jurus "Fire Breath". Jurus ini mengharuskan si pengguna menempatkan tangan berapi nya di depan wajahnya dan kemudian meniupnya sekencang mungkin. Jurus ini biasanya digunakan untuk menjaga jarak dengan musuh dihadapannya. Bedanya, Arata menggunakan jurus ini sambil memutar badannya tiga ratus enam puluh derajat. Akibatnya, api di tangannya membesar dan terhempas ke arah beberapa preman yang mengepung. Namun karena Arata masih belum menguasainya dengan sempurna, api itu hampir mengenai gadis di sampingnya. "Apa kau benar-benar bisa mengendalikan kekuatan apimu? Kau hampir saja mengenaiku!" tegur gadis itu. "Astaga ya ampun! Maaf..." kata Arata. Karena serangan Arata barusan, banyak preman yang terbakar apinya. Api juga terlihat membara di sekitar mereka. Hal itu membuat para preman itu bingung. Mereka bingung harus menyerang siapa terlebih dahulu. Walaupun Arata memiliki luka yang cukup parah di bahunya, Arata masih sanggup bertarung dengan para preman atau setidaknya menjaga para preman tetap jauh darinya. Ditambah, gadis di sampingnya terlalu merepotkan untuk dihiraukan. Jika mereka menyerang gadis itu terlebih dahulu, hal itu juga sia-sia. Gadis itu cukup kuat dengan elemen cahayanya. Apalagi Arata yang di sampingnya bisa membuat mereka menjauh dari gadis itu. Bisa dibilang, Arata dan gadis di sampingnya saling melindungi satu sama lain. Kebingungan preman-preman itu langsung dimanfaatkan oleh Arata dan gadis itu. "Nona! Ini kesempatan menang kita!" seru Arata. "Kau benar... Mari kita mulai!" kata gadis itu. Arata maju beberapa langkah, sedangkan gadis itu hanya diam di tempat sambil mengangkat kedua tangannya. "Dazzling Light!" seru gadis itu. Cahaya menyilaukan tiba-tiba muncul dari tangan gadis itu. Hal itu membuat para preman buta untuk sementara waktu. Sementara itu, Arata menempelkan kedua tangan berapinya ke tanah. "Fire Ocean!" kata Arata. Kedua tangan berapinya mengeluarkan api yang merambat dan membesar sangat cepat. Saking besarnya, api itu setinggi leher preman-preman itu. Sangat luas dan besar, benar-benar seperti lautan hanya saja dari api. Satu-satunya daerah yang tidak terbakar hanyalah lingkaran kecil tempat Arata dan gadis itu berdiri. "PANAS SEKALI!" "AHHH!" "SAKIT SEKALI!" "KUMOHON! HENTIKAN!" "AMPUN!" Teriakan itu terdengar dari dalam lautan api yang diciptakan Arata. Karena itu, Arata memadamkan lautan apinya. Di dalamnya terlihat banyak preman yang sudah tidak bernyawa karena kebakaran. Sisanya mengalami luka bakar yang sangat parah. "Astaga ya ampun... Dengan panas api biasa saja kalian kesakitan, apa kalian tidak takut api neraka yang jauh lebih panas?" kata Arata. Ketua preman itu berdiri sambil menunjuk Arata dan gadis di sebelahnya. "Awas saja! Akan aku balas kalian! Aku ingat wajah kalian!" serunya sebelum melarikan diri. Preman yang masih hidup menyusulnya dengan ketakutan terpasang di wajah mereka. Meninggalkan Arata dan gadis itu. "Huh... Melelahkan sekali! Kau baik-baik saja?" ucap Arata pada gadis itu. Gadis itu hanya bengong melihat Arata. Sepertinya bukan hanya para preman saja yang terkejut akan kemampuan Arata. Gadis itu juga terkejut sekaligus kagum. "B-ba-bagaimana kau melakukannya?" tanya gadis itu terbata-bata saking terkejutnya. "Melakukan apa?" katanya. "Bagaimana kau melatih kekuatan elemen apimu?" "Keluargaku memiliki sebuah ruang latihan dan sebuah mesin pelatih, di sanalah aku berlatih. Ngomong-ngomong, kau tidak ikut terbakar api ku kan?" "Aku baik-baik saja, justru kurasa kau yang tidak baik-baik saja." "Apa maksudmu? Aku bai- ADUH! ASTAGA YA AMPUN!" kata Arata sebelum tersungkur sambil memegangi bahunya. Luka di bahunya ternyata kembali terbuka. Darah mengalir deras dari luka itu. "Lihat, kaulah yang tidak baik-baik saja. Sini." kata gadis itu sambil menempelkan kedua tangannya di bahu Arata. "Aku hanya tidak mengerti, bahu itu kan ada dua... Kenapa yang mereka incar adalah bahu kiriku? Mentang-mentang aku ini kidal!" keluh Arata. Sinar terang mengelilingi tangan gadis itu. Hal itu membuat Arata berhenti mengeluh karena terkesima. Perlahan-lahan, sakit di bahunya menghilang. "Healing Purification!" ucap gadis itu. Tiba-tiba luka di bahu Arata menghilang. Arata tidak lagi merasa sakit. Bahkan, rasanya seakan dia tak pernah ditusuk pisau sama sekali. "Astaga ya ampun! Luka di bahuku benar-benar menghilang! Rasanya luar biasa! Bahkan rasanya seakan-akan aku tak pernah ditusuk pisau di bahuku sama sekali! Walaupun seragam ku sangat kotor karena noda darah..." seru Arata kagum. "Syukurlah..." kata gadis itu. Gadis itu memegangi kepalanya. Wajahnya seperti menahan rasa sakit. Karena itu, Arata bertanya. "Hei! Kau ini kenapa?" "Setiap kali aku menggunakan kekuatan elemen cahayaku, kadang aku mual dan kepalaku selalu saja sakit. Apa kau juga sering pusing?" tanya gadis itu. "Sejujurnya, aku tidak pusing sama sekali. Tetapi, kadang-kadang aku merasa sesak nafas setiap kali menggunakan kekuatan elemen api ku. Bahkan dulu saat umurku tiga belas tahun, aku sampai dilarikan ke rumah sakit karena aku tak bisa bernafas sama sekali." "Begitu ya... HMPH!" gadis itu mengembangkan pipinya. Sepertinya dia ingin muntah. Tapi dia sepertinya terlalu malu untuk muntah. "Kalau kau mau muntah, muntahkan saja... Menahan muntah itu tidak baik tahu," Gadis itu langsung muntah, dan Arata tak berniat untuk melihatnya sama sekali. "Oh ya! Kau mengatakan sesuatu saat di stasiun tadi pagi bukan?" tanya Arata. "Ya..." gadis itu sepertinya masih pusing. "Kau sepertinya mengatakan kalau akhirnya kau menemukanku... Pertanyaanku, apa kau saat itu sudah tahu kalau aku adalah pengguna kekuatan elemen?" "Tentu saja! Maksudku, mana ada manusia biasa yang memiliki mata dan rambut semerah itu!" kata gadis itu. "Oh, begitu..." "Ngomong-ngomong, aku hampir lupa. Siapa namamu?" "Kenapa tiba-tiba kau menanyakan namaku?" "Kita baru saja mengalahkan preman-preman itu bersama-sama bukan? Kurasa akan kurang pas jika kita tak saling mengenal." kata gadis itu sambil menjulurkan tangannya. "Begitu ya, masuk akal... Namaku Arata, Arata Tsuki. Siapa namamu?" katanya sambil menyalami tangan gadis itu. "Namaku Karasu, Karasu Taiyo. Senang berkenalan denganmu, Arata." kata gadis itu sambil tersenyum. "Senang pula berkenalan denganmu, Karasu." Arata ikut tersenyum. "Gadis ini sudah cantik, ramah, kuat lagi. Kelihatannya juga dia tidak peduli pada kekayaan..." batinnya. "Umm... Arata, bisa kau lepaskan tanganku?" tanya Karasu. "Apa? OH IYA! MAAF!" Arata salah tingkah. Arata melepaskan tangan Karasu dengan sangat cepat. Karasu tertawa kecil, berbeda dengan Arata yang wajahnya sedikit memerah. "Kau ini aneh..." kata Karasu. Kata "aneh" itu membuat Arata sadar satu hal. "Ngomong-ngomong soal aneh, aku baru ingat. Temanku pasti menungguku di minimarket," "Kau punya teman?" "Tentu saja aku punya teman! Kau pikir aku ini antisosial?" Karasu memasang wajah sedih. Hal itu membuat Arata tahu sesuatu. "Kau, tak punya teman?" tanyanya. "Tidak pernah punya. Mereka pikir, aku ini aneh..." "Aneh kenapa?" "Karena aku memiliki kekuatan ini..." Berbeda dengan Arata yang menyembunyikan kekuatan elemennya dari semua orang, Karasu menunjukkannya dengan terang-terangan, secara harfiah. "Jadi itu sebabnya," "Lalu apa teman-temanmu tak berpikir kalau kau itu aneh? Maksudku, kau punya kekuatan elemen api. Tidakkah mereka pikir itu aneh?" "Tidak, atau setidaknya belum... Karena aku menyembunyikan kekuatan elemenku, sampai sekarang hanya keluargaku dan satu orang yang tahu kalau aku punya kekuatan elemen." "Siapa?" "Sahabat sekaligus saudara angkatku, namanya Avatar. Dialah yang kumaksud temanku yang menunggu di minimarket." "Apa dia tidak merasa kau itu aneh?" "Justru, malah aku yang menganggapnya aneh." "Kau beruntung punya teman, sedangkan aku..." wajah Karasu murung. "Kalau begitu biar aku yang jadi teman pertamamu!" Arata memegang kedua tangan Karasu dan menatapnya dengan serius. Karena itu, pipinya memerah. Matanya terbuka lebar karena terkejut. "Sekarang kan kita saling kenal! Ditambah kita sama-sama bisa mengendalikan kekuatan elemen! Kau lihat barusan kita bisa bekerja sama mengalahkan preman-preman itu kan? Padahal kita baru bertemu! Aku yakin, kita bisa jadi teman dekat! " seru Arata. Karasu menatap Arata dengan tatapan yang dalam. Jantungnya berdebar-debar, wajahnya benar-benar memerah. "Bi-bis-bisakah k-kau melepaskan tanganku..." katanya tergagap-gagap. Arata baru sadar apa yang ia lakukan. Dia langsung melepaskan tangan Karasu dan meminta maaf terus-menerus. "Maaf! Maaf! Maaf! Maaf! Maafkan aku!" Kata Arata. Karasu kembali tertawa kecil. "Haha... Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, sekarang sudah jam lima sore... Sebentar lagi malam." "Eh, benar juga! Aku tak tahu aku ada dimana! Bagaimana ini?" "Ke minimarket? Itu mudah, dari sini kau hanya perlu..." Karasu memberitahu Arata jalan ke minimarket. "Oh, begitu?" "Kalau begitu, sampai jumpa... Teman, Speed of Light!" Karasu pergi dengan menggunakan jurus "Speed of Light" meninggalkan Arata di sana. "Sampai jumpa... Hmm... Teman ya?" kata Arata. "Jadi itu gadis yang kau maksud?" suara itu terdengar di belakangnya. "ASTAGA YA AMPUN! FIRE BR-" teriak Arata sambil memutar badannya seratus delapan puluh derajat. "ARATA TUNGGU! Ini aku..." kata orang itu. Orang itu mempunyai rambut warna putih dengan pangkal warna hitam, dan menggunakan penutup mata hitam. Benar, orang itu adalah Avatar. "Avatar? Bagaimana bisa kau ada disini?" tanya Arata. "Aku mencarimu, dan rupanya kau disini... Astaga naga, bahumu itu kenapa?" kata Avatar sambil menunjuk noda darah yang ada di bahu Arata. "Akan ku jelaskan nanti di kereta, Avatar. Kau tahu apa Avatar? Ternyata gadis itu adalah seorang pengguna kekuatan elemen!" "Sungguh?" "Sungguh! Hal itu membuatmu terkesan bukan?" "Biasa aja..." nadanya datar. "Mungkin bagimu dia biasa saja! Tapi aku sangat senang! Aku tidak sendirian!" "Selamat untukmu..." ekspresi Avatar tidak berubah. "Kau tahu apa? Dia itu sudah cantik, baik, kuat lagi... Ah... Benar-benar-" "Sudahlah Arata! Hari sudah senja, sebaiknya kau puji dia nanti saja di kereta. Ngomong-ngomong, ini pasta-mu." kata Avatar sambil memberikan pasta instan milik Arata yang belum habis. "Bukannya sudah kubilang untukmu saja?" kata Arata sambil berjalan. "Aku sudah kenyang makan pasta punyaku, makan saja." katanya sambil menyilangkan tangannya. "Masalahnya pasta dingin itu kurang enak, kau tahu! Hmm... Aku berubah pikiran. Rasanya tetap enak." kata Arata sambil memakan sisa pasta-nya. ________________________________________ Mereka berdua berjalan ke stasiun, membeli tiket, menunggu kereta, dan masuk ke gerbong kereta. Bedanya, kali ini mereka tidak rusuh seperti tadi pagi. Saat mereka masuk kereta, kereta itu tidak terlalu ramai. Karenanya, Avatar dan Arata bisa melihat keluar jendela dengan cukup jelas. Arata yang baru saja bertarung tentu saja merasa kelelahan. Dia terus menguap tanpa henti. Arata melihat keluar jendela kereta, dan dia seperti melihat Karasu. Oleh sebab itu, Arata kelihatannya agak terkejut. Arata mengusap kedua matanya dan ternyata itu bukan imajinasi Arata karena mengantuk, tapi memang Karasu ada di luar jendela kereta. Karasa melambaikan tangannya sambil tersenyum kecil pada Arata. Karena itu, Arata membalas lambaian tangan dan senyumnya. Kelihatannya, gadis itu mengatakan sesuatu padanya. "Hati-hati di jalan, Arata..." begitulah bahasa mulut gadis itu. "Tentu saja..." kata Arata dalam hatinya. Avatar menatap Arata yang tersenyum senyum sendiri. "Arata?" "Apa?" "Kau ini tersenyum senyum sendiri, apa preman-preman tadi tanpa sengaja menendang otakmu?" tanya Avatar. "Otakmu! Itu karena Karasu. Dia ada di-" Arata menunjuk ke arah Karasu. Tapi... Karasu sudah menghilang entah kemana. "Gadis itu selalu saja menghilang dengan misterius... Tapi, tidak apa-apa sih... Sebenarnya itu cukup keren juga." batin Arata. "Siapa Karasu?" tanya Avatar. "Oh, dia itu..." Kereta sudah mulai bergerak. Meninggalkan stasiun pusat kota dan bergerak menuju stasiun pinggiran kota. Avatar dan Arata terus bicara di kereta. Sesuai janji Arata, dia memberitahu apa yang terjadi pada bahunya, kemudian tentang Karasu, hingga tentang bagaimana ia bisa tersesat. Sampai... "Arata," "Ada apa Avatar?" "Entah kenapa, kurasa..." "Apa?" "Kita tak akan naik kereta kesini lagi." "Jangan berpikir negatif, Avatar." "Aku serius, sepertinya ada sesuatu yang menunggu kita di rumah." "Kumohon, berhentilah bicara seperti itu..." "Maaf."     

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD