“KALIAN HARUS MENIKAH SEKARANG JUGA!”
Anwa masih tidak mengerti apa yang sekarang terjadi pada dirinya. Ia hanya mengingat saat dirinya terbangun di dalam pelukan Ansell karena suara dari dobrakan pintu serta teriakan warga yang menyuruh mereka keluar.
Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di depan rumah ketika Ansell memintanya untuk tetap menunggu di dalam rumah. Namun, beberapa menit kemudian laki-laki itu kembali masuk ke dalam kamar sambil menggaruk perutnya santai dan mengucapkan sesuatu yang membuat Anwa terkejut bukan main.
“Pak RT dan warga lain meminta kita menikah, Anwa. Katanya, kita telah melakukan kumpul kebo.”
“Oh, iya, kita juga diusir dari sini,” tambah pria itu duduk di atas kasur dengan wajah tak bersalah.
Anwa merasakan ada yang salah saat mendengarnya tapi ketika melihat ekspresi Ansell yang seolah tak terjadi apa-apa membuatnya malah meragukan dirinya sendiri. Apa hanya dia yang disini merada ada yang janggal?
Hingga akhirnya ia dan Ansell digiring untuk segara mengesahkan pernikahan mereka. Anwa tersentak, pikirannya seolah dipaksa kembali ke bumi ketika menyadari bahwa ia kini telah menjadi isteri dari seorang Ansell Daneil Aberism.
Pria yang memiliki usia 13 tahun lebih muda darinya. Pria yang lebih cocok menjadi anaknya.
“Anwa,” panggil Ansell yang sedang mengemudikan mobil. Lamunan wanita yang dipanggil itu sontak lenyap, penglihatannya tertuju pada sosok dengan wajah tampan yang sedang menatapnya khawatir.
Anwa membalas Ansell dengan pandangan marah membuat sang laki-laki yang melihatnya menghela nafas. “Kenapa?” tanya pria itu berusaha selembut mungkin.
“Kenapa kamu tidak menolak pernikahan itu, Ansell?” tanya Anwa menatap lekat. Wanita itu sama sekali tidak mengerti apa yang ada dipikiran laki-laki yang memiliki umur dipertengahan dua puluh itu?
Ansell yang tahu bahwa ini tidak akan berakhir dengan cepat, segera menepikan mobilnya di pinggir jalan.
“Turun,” ucap Ansell pendek membuat Anwa yang mendengarnya terkejut, sedikit bagian hatinya merasa perih.
Baru saja hendak menarik gagang pintu mobil, Anwa merasakan tangannya di tahan membuatnya menoleh. Ansell menatap gemas ke arah wanita itu. “Bukan kamu, Anwa.” Lalu tatapannya beralih menuju ke arah seseorang yang berada di bangku belakang.
“Alvaro, turun.”
Alvaro yang mendengar itu mendengus kesal, laki-laki yang baru saja menjadi saksi dalam pernikahan Anwa dan Ansell itu kemudian membuka pintu mobil. “Gue ada urusan sebentar, jadi langsung pergi.”
“Terima kasih, Alvaro,” tutur Anwa sebelum lelaki itu pergi, walau ia masih terkejut dengan pernikahan yang tiba-tiba ini tapi kehadiran orang kepercayaan Ansell itu membuat semuanya menjadi lancar.
“Sama-sama,” jawab Alvaro dengan senyuman manis yang membuat Ansell menatapnya tajam.
“Apa?” tanya Ansell sedikit cuek ketika hanya ada mereka berdua di dalam mobil.
“Kenapa kamu tidak menolak pernikahan itu?” ulang Anwa dengan tatapan yang tertuju ke arah Ansell.
“Pak RT dan warga menangkap basah kita, Anwa. Mereka tahu kalo kita melakukan hal itu hubungan suami isteri malam kemarin.”
Sontak saja pipi Anwa memerah ketika mendengar itu membuatnya ingatannya kembali mengingat kembali pada malam yang menurutnya itu sangat memalukan. “Tapi, kita bisa menjelaskan bahwa malam itu kamu ingin menolong aku, Ansell.”
“Mereka akan percaya?” sarkas Ansell mantap wanita itu yang kini terdiam.
“Lagi pula tanpa warga-warga disana, aku memang akan menikahi kamu, Anwa.”
Anwa sudah tahu apa yang terjadi malam tadi, dimana seseorang telah memberikan cairan peransang di dalam minumannnya. Ansell menceritakan bahwa laki-laki itu telah berusaha membantu dengan memberikan obat pereda namun tak berhasil.
Dan, Anwa perlahan mulai mengingat malam itu dimana dirinya terbawa suasana dan meminta Ansell untuk menolongnya.
“Tidak, aku ingin kita berpisah saat ini juga,” putus Anwa membuat Ansell sontak menoleh ke arah wanita yang di sampingnya.
Ansell menatap wanita itu dengan alis mengangkat satu. “Kenapa? Kamu tidak mau menikah dengan aku, Anwa?”
Harga diri laki-laki itu sedikit tersinggung, memangnya apa kurang Ansell?
“Tidak,” jawab Anwa cepat namun tak berani menatap ke arah Ansell, wanita itu mengalihkannya pandangannya ke arah jendela.
“Kenapa? Jelaskan Anwa!?” tanya Ansell mengeratkan pegangannya pada stir mobil. Apa wanita itu masih mencintai mantan suaminya? Apa wanita itu sudah memiliki seseorang pria? Apa Ansell tidak cukup baginya?
“Karena aku malu, Ansell!” jawab Anwa dengan nafas yang ngos-ngosan.
Anwa tahu bahwa yang terjadi malam itu adalah kecelakaan. Dan, ia tahu bahwa Ansell sama sekali tidak bersalah. Semuanya terjadi begitu saja.
Ia tidak bisa berlaga seperti seorang gadis muda yang kesuciaannya baru saja direnggut. Anwa adalah seorang janda dan ia tahu sendiri tahu bahwa orang-orang kerap menyebutnya bekas.
“Apa kamu malu menikah dengan aku, Anwa?” tanya Ansell dengan suara beratnya.
Anwa menggeleng. “Aku malu dengan diriku sendiri, Ansell. Apa yang akan orang-orang katakan saat tahu bahwa kita adalah suami isteri?”
“Apa yang akan dikatakan orang bahwa wanita bekas sepertiku mendapatkan kamu?!” tanya wanita itu lagi dengan wajah yang telah basah oleh air mata.
Baginya, status janda sudah cukup membuatnya dipandang sebelah mata oleh orang lain. Dimana pun dia tinggal, para ibu-ibu selalu meliriknya sinis seolah Anwa akan merebut suami mereka. Apa memang sehina itu dirinya?
“Jika kamu malu dengan diri kamu sendiri, maka aku yang akan bangga memiliki kamu, Anwa,” ujar Ansell sambil memandang ke arah wanita itu tepat di bola matanya.
“Setelah kamu menyalamat aku dan Ray, aku rasa telah jatuh cinta dengan kamu, Anwa,” lanjut laki-laki itu membuat Anwa semakin terbelalak kaget.
Anwa berusaha menutupi keterkejutannya dengan menggeleng, seperti seseorang yang menolak sebuah fakta. Lagi pula saat itu Ansell adalah remaja lelaki kan? Remaja memang sering salah mengartikan perasaan mereka.
“Kamu memang boleh meragukan anak laki-laki 17 tahun itu. Tapi, sekarang yang akan mengatakannya adalah pria dewasa berusia 25 tahun yang masih mencintai kamu hingga saat ini.”
“Persetan dengan umur yang kamu miliki. Aku sungguh tidak peduli. Aku berjanji, sisa yang umur diberikan itu, menjadi jatahku untuk membuat kamu bahagia.”
“Ansell, jangan seperti ini...” Anwa menggeleng. Ia ini tidak seperti orang-orang katakan, bahwa wanita sepertinya mustahil akan mendapatkan seorang yang sungguh sempurna.
Anwa jelas tidak mau membut Ansell menyesal menikahi di suatu hari nanti. Laki-laki itu muda, bahkan tampan dan sangat kaya. Bukannya mendapatkan wanita muda yang sekelas dengannya adalah hal mudah?
“Kamu pantas mendapatkannya, sangat pantas,” ujar laki-laki itu lagi membuat Anwa hanya dapat memandang wajah laki-laki di depannya.
Ansell menarik tangan Anwa untuk mendekat ke tubuhnya hingga wajah mereka berdekatan, lelaki itu kemudian menarik tengkuk sang wanita untuk mendekat lalu melumat bibirnya. Ciuman yang tak menuntut nafsu namun membawa cinta.
Tuk! Tukk!
Ansell dan Anwa sontak melepaskan ciuman mereka. Sang wanita langsung memalingkan wajahnya ketika melihat bayangan Alvaro yang mengetuk pintu jendela Ansell.
“Apaa?!” tanya Ansell wajah datar, acara ciumannya dengan Anwa terganggu oleh Alvaro.
Alvaro memasang wajahnya masam. “Gue nebeng lagi mobil lo lagi.”
Ansell memasang wajah datar. “Kenapa?”
“Lo berhenti gue di jalan yang enggak ada taksi lewat!”
———-
“Lho? Ada Tewaaaaaaaa!”
Anwa yang baru saja keluar dari mobil tersenyum geli ketika melihat Rayyan berlari menuju dirinya. Tinggal beberapa langkah bocah itu bisa memeluknya erat tiba-tiba ada sebuah tubuh tinggi saja berdiri di depannya.
Ansell memasang seringai saat berhadapan dengan isterinya, laki-laki itu langsung membawa Anwa ke dalam pelukannya membuat wanita itu membeku.
“KAK ANSELLL!” teriak Rayyan sambil memukuki punggung laki-laki itu karena memeluk Anwa membuatnya tenggalam didalam pelukan pria itu.
“Jangan sembunyiin Tewa-nya Ray!” pekik laki-laki itu lagi membuat Ansell tertawa masih dalam memeluk Anwa.
Anwa mendongak, sedikit terkesima ketika melihat dan mendengar pria itu tertawa dengan begitu dekat. Ah, ternyata orang seperti Ansell bisa tertawa juga.
“Ansell sudah,” ujar Anwa ketika mendengar Rayyan hendak menangis.
Ansell yang mendengar permintaan Anwa itu mengabaikannya namun ketika melihat wajah datar Anwa, pria segera melepas pelukannya dan berganti merangkul sang wanita.
“Ray, Kakak mau ngasih tahu sesuatu,” ujar Ansell membuat Ray yang sedang memeluk Anwa menoleh.
“Apa?” tanya Rayyan dengan wajah polos.
“Kalo sekarang, Tante Anwa udah jadi isteri Kak Ansell,” ujar Ansell memindahkan tangannya untuk memeluk pinggang sang isteri.
Anwa menahan nafasnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Ansell. Tidakkah itu begitu cepat? Bagaimana jika Rayyan tidak mau memiliki kakak ipar sepertinya?
“Enggak boleh!” teriak Ray membuat jantung Anwa rasanya berhenti saat itu juga.
“Ray yang bakal nikahin Tewa!” lanjutnya membuat Anwa terkejut akan tetapi bisa menghela nafasnya lega.
“Tapi, Kak Ansell sudah menikahi Tewa deluan!”
“Kak Ansell curang!”
“Sudah-sudah,” ujar Anwa yang menengahi keduanya, ini nampaknya tidak akan selesai karena yang lebih tua bahkan tak mau mengalah . “Enggak akan selesai kalo terus-terusan barentem.”
“Ray, apa yang dikatakan Kak Ansell benar. Tewa sekarang udah jadi isterinya Kak Ansell. Jadi, mulai sekarang, Rayyan enggak boleh sungkan kalo mau minta sesuatu sama Tewa ya?”
Ansell yang mendengar bahwa Anwa sekarang menerima menjadi isterinya tersenyum lebar.
“Dan, kamu Ansell. Berhenti menganggu Rayayn, Ansell. Kamu itu sudah dewasa, bagaimana menjadi Ayah nanti?” Anwa sontak merasakan pipinya memanas sendiri ketika menyadari perkataannya sendiri.
Sedangkan Ansell yang awalnya memasang wajah masem karena diomeli, sontak tersenyum lebar dengan wajah cerah ketika mendengar perkataan Ansell.
“Tenang saja, sayang. Aku akan menjadi Ayah yang baik untuk anak-anak kita nanti.”