Akhirnya Qisya Curiga

1504 Words

Pintu ruang kontrol diketuk. Tok. Tok. Tok. Pelan. Tapi ritmis. Emran menahan napas. Langkah-langkah mendekat dari koridor luar, suara hak sepatu menyeret pelan di lantai. Ia mengintip dari lubang kecil di pintu. Tidak ada siapa-siapa. Tapi suara ketukan masih terdengar, semakin keras. Lalu berhenti. Radio di meja menyala sendiri. Suara dalamnya statis... lalu terdengar suara anak kecil: "Papa... pulang, Pa... di sini gelap..." Suara Zidan. "Zidan??" Emran membuka pintu tanpa berpikir. Lorong kosong. Tapi suara kecil itu masih bergema, seperti dari ujung koridor. Ia berlari keluar. Nafasnya berat. Setiap langkah terasa seperti ditarik masuk ke dalam lumpur pekat. Ia terus berlari, melewati pintu belakang café, keluar ke taman belakang—tempat di mana ia tadi melihat perempuan itu.

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD