Suara tangis Zidan terdengar hingga ke dapur, membuat kedua orang tuanya langsung bergegas ke ruang depan. Kuatir terjadi sesuatu pada bocah cilik mereka, apalagi tangisnya terdengar begitu keras dan panik. Tapi begitu sampai di ruang tamu, yang mereka temukan justru kontras dari bayangan mereka. Zidan sudah berada dalam gendongan neneknya, tenang sambil mengisap botol s**u dengan lahap. Di sofa, kakeknya santai membaca koran seolah tak terjadi apa-apa beberapa menit yang lalu. “Kenapa, Sya?” tanya Sukma begitu melihat anak dan menantunya datang dengan wajah panik. “Ma, tadi kami dengar Zidan menangis,” sahut Qisya, bahkan belum sempat meletakkan sendok penggorengan di tangannya. Sukma mengangguk santai. “Iya, tadi memang sempat nangis. Tapi sekarang udah anteng. Lihat aja, diem sambil

