Qisya menyambut Emran di depan pintu dengan senyum lega. Sejak kecelakaan dulu, tiap Emran keluar rumah, rasa cemas selalu menghantui. Ia takut suatu hari telepon dari polisi datang lagi. Tapi Emran selalu menenangkan. Katanya, "Kematian itu pasti, Sayang. Yang penting, kita isi hidup dengan kebaikan." Usai mandi, mereka makan malam bersama. Zidan sudah duduk manis disuapi Bibik, wanita paruh baya yang setia merawat Zidan sejak bayi. Meski keluarganya meminta pulang, Bibik tak sanggup berpisah. "Aku kira Mas bakal sampai sebelum magrib," kata Qisya. "Niatnya gitu, Sayang," jawab Emran, menyerahkan segepok uang. "Ini penghasilan hari ini?" Qisya terkejut. "Iya. Alhamdulillah, rezeki lancar. Termasuk dari penumpang terakhir... dia bayar lima ratus ribu. Sekali jalan." "Mahal amat?!" Q

