Chapter 2

1039 Words
Pagi ini kegiatanku cukup padat. Aku harus menemui Kinan dan mas Bagas untuk membicarakan rancangan konsep pernikahan mereka. Tentunya dengan segala persiapan seperti pilihan katering, gaun pengantin, tempat acara sampai souvenir dan lainnya. Hari ini kupastikan seluruh persiapan tadi sudah kudapatkan dari keduanya. Agar aku dengan leluasa bekerja mencarikan persiapan yang mereka inginkan tadi.   Aku melirik jam tanganku sekilas. Sudah hampir pukul 9 namun Kinan dan mas Bagas tak ada tanda-tanda kedatangannya. Aku sengaja memilih bertemu di kantorku saja. Agar setelah mereka menyerahkan pilihan konsep pernikahannya aku dapat langsung bergegas untuk mempersiapkan segala sesuatunya.   "Maaf lama." Seseorang masuk kedalam ruanganku. Orang yang sedari tadi kutunggu.   Mas Bagas datang seorang diri. Aku jadi sedikit canggung.   "Loh, Kinannya kemana mas?" Mas Bagas duduk di hadapanku.   "Kinan ada urusan mendadak katanya. Makanya aku disuruh kesini sendiri." Jelasnya.    "Tapi mas dan Kinan sudah nentuin konsepnya kan? Sama list kuesioner persiapan yang kukasih kemarin?" Mas Bagas mengangguk dan menyerahkan selembar kertas padaku. Aku meneliti dan langsung mencatatnya di laptopku.   "Ngga nyangka ya ternyata pelanggan kamu diluar banyak banget." Ucap mas Bagas membuka percakapan. Baru kali ini dia mengatakan hal diluar dari konsep pernikahan. Kupikir Mas Bagas ini memang orang yang sangat tak peduli sekitar dan sangat ‘dingin’.   "Iya alhamdulillah mas. Soalnya kata orang bulan ini lagi bulannya orang nikah." Balasku dambil tersenyum dan kembali beralih pada laptopku lagi.   "Oke konsepnya sweet party dengan dekorasi warna pastel ya. Oiya mas, gimana sama gedungnya? Kira-kira berapa undangan yang mau disebar? Biar aku sesuain sama kapasitas gedungnya." Mas Bagas nampak berpikir sebentar.   "Sepertinya 1000 undangan. Bisa kamu cariin gedung yang kapasitasnya segitu?" Aku mengangguk.   "Bisa kok mas. Itu cukup sering di kalangan pelangganku. Apa mau liat gedungnya sekarang? Kebetulan kita bisa mulai pesan dari sekarang." Ajakku. Mas Bagas mengiyakan setuju.   Aku segera mematikan laptopku dan mengambil tas selempang Channelku. Aku berjalan di depan dan mas Bagas dengan setia mengikutiku di belakang.   "Loh Flo kamu mau kemana?" Tanya mas Bagas saat aku tengah membuka pintu mobilku.   "Ya mau masuk ke mobil lah mas. Kan kita mau ke gedung." Aku terkikik geli dengan pertanyannya tadi, ia hanya tersenyum kikuk dan menggaruk sebagian tengkuknya yang sepertinya hanya pengalihan kekikukannya.   "Mending sama aku aja.” Aku terdiam sebentar.   “Biar irit bensin.” Lanjutnya lagi. Astaga kamu mikir apa Flo?   "Beneran gapapa?"   "Iya gapapa." Mas Bagas tersenyum kecil.    Aku menutup kembali pintu mobilku dan menguncinya. Kini aku langsung bergegas menuju pintu belakang mobil Camry milik mas Bagas.   "Eh, kok dibelakang? Aku bukan lagi narik taksi online loh.” Ucapnya sambil tertawa. Aku hanya tersenyum malu. Kenapa Mas Bagas jadi seluwes ini. Bahkan sedikit receh.   "Eh iya ampun maaf mas."   Ia membukakan pintu dan aku bergegas masuk.    Selama perjalanan hanya kebisuan yang melanda kami. Entah aku jadi merasa canggung berada dekat mas Bagas padahal sebelumnya perasaanku biasa saja.   "Kamu udah berapa lama sahabatan sama Kinan?" Ia memulai percakapan. Aku menoleh dan mendapati wajahnya yang fokus pada jalanan.   "Oh...itu...sudah hampir 4 tahunan mas." Hey kenapa ucapanku jadi terbata seperti ini?   "Aku bener-bener beruntung bisa dapetin dia Flo. Dia baik banget dan ga nuntut macem-macem sama aku selama kita pacaran sampe sekarang ini. Sikapnya yang polos kadang suka bikin gemes sendiri." Ia bicara sambil sesekali tertawa dan tersipu. Beruntung sekali Kinan punya calon suami seperti mas Bagas. Mas Bagas pun beruntung mendapati Kinan. Seperti ucapannya, Kinan memang perempuan baik dan tak banyak menuntut. Aku paham hal itu sejak mengenal dan bersahabat dengan Kinan.   "Kinan juga beruntung kok dapet seseorang seperti mas Bagas. Baik, humoris, tampan, mapan, banyak deh." Sahutku. Mas Bagas tertawa.   “Kamu memuji atau meledek?”    “Loh kok meledek? Dimana letak meledeknya Mas?”   “Aku cukup kaku apalagi dengan orang baru. Sedikit jutek juga.”   Ah, aku paham sikapnya saat pertama kali kita bertemu.    “Wajar Mas. Tapi justru itu yang membuat perempuan diluar sana jadi penasaran.” Sahutku sok tau. Tapi tipikal laki-laki tipeku ini ya yang bisa membuatku penasaran. Bukannya keliatan seperti mengobral dan terlalu mengejar.   "Lantas kamu sendiri gimana?"   "Gimana apanya?" Jawabku bingung. Ia menolehkan wajahnya padaku.   "Kok kayaknya gaada tanda-tanda aku liat kamu punya pasangan?" Aku menunduk seketika hampir menahan tawa.   "Belum ada yang cocok mas. Masih cari-cari." Mas Bagas hanya ber-oh ria.   "Semoga setelah menyelesaikan pernikahan aku sama Kinan kamu bisa cepet cepet nyusul deh."    "Amin. Makasih doanya mas."   Doa dari orang ganteng, diamini jangan?   ** Kami sampai di sebuah gedung yang menjadi tujuan utama untuk lokasi akad nikah dan resepsi Kinan dan Mas Bagas.    "Eh mba Flo. Mau pesen ballroom lagi?" Sapa Bu Hani ramah. Bu Hani adalah salah satu staff yang mengurusi bagian booking ballroom gedung ini.   "Iya Bu." Sahutku sambil tersenyum.   "Wah ternyata calon suaminya Mba Flo tampan ya. Kapan kira-kira rencananya? Sebentar ku ambil agenda dulu ya liat tanggal yang kosong." Tanpa memedulikan ekspresiku dan mas Bagas yang masih mematung mendengar ucapannya, Bu Hani dengan santai mengambil beberapa berkas di mejanya.   "Ehem..." Mas Bagas memecah keheningan diantara kami. Aku tersentak.   "Ke-kenapa mas?" Jawabku tergugup. Ah mulut! Kenapa bisa sekacau dan segugup ini? Mas Bagas kan bisa salah mengartikan nanti.   "Duduk aja mending Flo." Aku mengangguk dan duduk di salah satu sofa. Mas Bagas pun mengikuti dan duduk di sebelahku.   Bu Hani datang dengan membawa beberapa berkas.   "Ini ada tanggal yang kebetulan belum di booking. Mau ambil tanggal berapa mba Flo sama nak....?"   "Bagas Bu." Sahut Mas Bagas sambil tersenyum.   "Ah iya nak Bagas. Duh ga nyangka ya ternyata mba Flo sebentar lagi mau nikah. Padahal biasanya kesini karna mau anter klien." Ucap Bu Hani sambil sesekali tertawa.   Mas Bagas menoleh kearahku. Ia hanya memasang wajah bingung dan aku hanya menaikkan bahuku.   "Jadi gimana, mau booking tanggal berapa?"   "Ah begini Bu. Sebenernya mas Bagas ini klien saya." Aku mencoba meluruskan.   "Klien? Loh tapi mana calon pengantin wanitanya?" Ekspresi Bu Hani nampak tercengang.   "Pengantin wanitanya lagi berhalangan hadir Bu." Jelas mas Bagas.   "Oh begitu. Yaampun maaf ya ibu kira yang mau nikah itu kalian berdua." Kami hanya sama sama tersenyum dan sesekali bertukar pikiran tentang tanggal yang pas untuk dijadikan pernikahan.   "Yaudah kami booking tanggal 25 bulan ini ya." Ujar mas Bagas. Bu Hani mengangguk dan mencatat beberapa informasi di selembaran kertas.   "Oke nanti masalah biaya akan diurus sama Flo. Termasuk biaya katering, dekorasi dan lainnya." Jelas Mas Bagas lagi.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD