Chapter 3

1046 Words
Aku merebahkan tubuhku di kasur empuk yang selalu menjadi saksi keletihanku. Sudah hampir 3 minggu aku menangani persiapan pernikahan Kinan dan Mas Bagas. Untunglah keduanya tak membuatku pusing dengan permintaan aneh aneh mereka. Mereka cukup minimalis dalam segala persiapan.   1 minggu lagi Kinan dan Mas Bagas akan melangsungkan pernikahan. Aku ikut bahagia mendengarnya. Karena mereka pun selalu bicara bahwa mereka cukup puas dengan kinerjaku.   Drrrt....drrrt....   "Halo...." Tak ada suara, kulirik nama yang terpampang di layar handphoneku. Kinan.   "Kinan? Kenapa?" Aku mulai cemas karna mendengar isakan tangis Kinan yang cukup kencang.   "Kinan? Lo gapapa kan?" nada suaraku sedikit naik untuk memastikan.   “Bisa ke Café La Prince sekarang, Flo? Gue butuh lo.” Ucap Kinan tanpa basa basi.   Klik.    Tanpa menunggu sedikit balasan dariku Kinan sudah menutup rapat teleponnya. Apa ia sedang ada masalah? Kenapa dari suaranya ia sangat terpukul sekali? Ini bahkan sudah mendekati pernikahan mereka.    Aku bergegas mengambil blazer karna diluar sedang hujan deras. Tak lupa aku membawa kupluk untuk menutupi sebagian rambutku dan kunci mobil. Kali ini aku benar-benar cemas dengan keadaan Kinan. Kurasa ia sangat membutuhkanku untuk tempat bercerita.   "Mau kemana Mba Flo?" Anit menatapku bingung ketika aku menuruni tangga dengan tergesa.   "Mau ketemu Kinan." Tanpa menoleh segera saja aku berlari cepat menuju pelataran rumahku dan segera melesat menuju cafe La Prince.   **   Aku mencari sosok Kinan di dalam cafe. Masih tak dapat menemukan. Aku terus menelusuri dalam cafe. Yap, dengan wajah kusut dan penampilan yang cukup berantakan. Aku melihat sosok Kinan kini tengah menyenderkan kepalanya ke kaca dan menatap kosong pemandangan cafe diluar yang sedang turun hujan. Ada apa sebenarnya?   "Nan..."Aku mendekati Kinan. Ia menoleh dan tersenyum.   "Gue tau lo pasti dateng.  Makasih Flo." Kinan menitikkan air mata dan memelukku erat. Aku menyuruh Kinan untuk duduk dan menceritakan masalahnya. Melihatnya kusut dan rapuh seperti ini membuat sebersit perasaan cemas yang menggelayuti pemikiranku.    "Nan, ada masalah apa sampe lo kaya gini?" Kinan menggeleng.   "Gue gak kuat lagi Flo." Loh? Apa maksudnya?   "Ceritain semuanya sama aku gue  itu bisa bikin lo lebih baik dan perasaan lo lebih lega." Saranku. Kinan terdiam sebentar, namun menghela nafas panjang.   "Gue memutuskan akan membatalkan pernikahan dengan mas Bagas." Aku membelalakkan mataku.    "Lo ngomong apa sih? Undangan udah disebar bahkan kalian udah mempersiapkan semuanya dengan matang? Lo gila ya? Hah?" Bentakku tak sengaja. Kinan mulai menangis dan sepertinya ucapanku terlalu kasar. Tapi yang benar saja, pernikahan hanya tinggal menghitung jari dan masih sempat-sempatnya Kinan bicara ngawur seperti ini.   "Maaf Nan gue jadi kasar. Gue kaget dan bingung. Kenapa bisa-bisanya lo ambil keputusan kaya gitu? Apa Mas Bagas ngelakuin sesuatu yang salah? Dia selingkuh? Atau gimana Nan?” Tanyaku bertubi-tubi. Tak mungkin jika hal sepele membuat Kinan memutuskan hal ini.    Kinan mendongakkan kepalanya.   "Maaf kalo untuk alesannya, gue  gak bisa cerita sama lo." Ya tuhan, apa sebenarnya yang anak ini pikirkan? Aku hampir menggeramkan kata kata kejam namun aku mengurungkannya. Mungkin Kinan memang punya alasan untuk sempat ingin menikah dengan mas Bagas walau akhirnya jadi seperti ini.   "Lantas buat apa lo nerima dia waktu dia ngelamar lo? Pernikahan bukan hal yang patut buat dipermainkan Nan." Ia mengangguk pelan.    "Gue paham, Flo. Gue cuma gamau ada yang tersakiti nantinya.” Kinan mencoba menjelaskan dengan air mata yang bercucuran. Aku makin tak mengerti arah pembicaraan Kinan.   "Dengan cara lo yang membatalkan pernikahan ini saat pernikahan akan berlangsung minggu depan, itu juga udah sangat bikin mas Bagas kecewa Nan." Aku beranjak dari dudukku. Kinan pun mengikuti dan menarik telapak tanganku. Ia menggenggamnya dan menangis.   Melihatnya seperti ini sangat membuatku tak tega meninggalkannya. Tapi ia sudah cukup kelewatan. Ini bukan hanya mempermainkan perasaan seseorang, tapi sudah mempermainkan dua keluarga yang akan menyatu.   "Lebih baik kamu bicara sama Mas Bagas. Apa dia udah tau tentang ini?" Kinan menggeleng.   "Jelasin sama dia sejelas-jelasnya Nan. Agar gaada lagi salah paham diantara kalian." Aku menarik pelan tanganku dan berjalan keluar cafe. Masih kulihat Kinan menangis tersedu atas kepergianku.    ** Aku menuju ke rumahku untuk menghilangkan beberapa penat yang menghantuiku. Oke mungkin ini memang bukan urusanku menyangkut pembatalan pernikahan yang Kinan lakukan. Tapi, Kinan sahabatku dan selama beberapa minggu ini aku cukup dekat dengan mas Bagas dan ia adalah orang yang sangat baik. Ya, aku tak patut menyalahkan Kinan sepenuhnya. Kinan pasti punya alasan yang membuatnya seperti itu. Tapi aku juga sangat kasihan jika mas Bagas nanti harus mengetahuinya.   Kulirik jam tanganku dan terkejut sudah pukul 7 malam. Aku segera menarik gas cepat karna aku tak ingin ketinggalan makan malam bersama. Perutku sudah cukup berkeruyuk kali ini.   **   Aku memarkir mobilku sempurna di pelataran rumah. Dengan cepat aku masuk dan menuju ruang makan. Disana sudah ada mama, papa, Anit dan Mas Yogo yang sudah duduk manis dan melahap makan malam.   "Loh Mba Flo darimana aja? Untung waktunya masih pas buat makan malem bareng." Aku duduk di samping Anit dan tanpa basa basi lagi langsung mengambil sebuah piring di hadapanku dan menyendokkan nasi serta lauk pauk.   "Mba Flo kaya orang kesetanan gitu deh. Dateng dateng langsung ngelahap makanan banyak banget." Aku tak memperdulikan perkataan Anit karna yang kubutuhkan sekarang hanya asupan makanan agar membantuku untuk menjernihkan pikiranku.   "Tadi ada yang cariin kamu Flo." Ucap mama sambil meneguk air putih. Aku menghentikan kegiatan makanku dan menaikkan satu alisku. Siapa yang ingin menemuiku?   "Siapa ma?"   "Kalo gak salah namanya Bagas." HAH?   Hampir saja aku tersedak dan ingin memuntahkan seluruh makananku kalau saja Anit tak langsung menyodorkan segelas air putih padaku.   "Kamu kenapa Flo?" Tanya mas Yogo cemas.   "Gapapa mas." Aku mengelap sebagian makanan di pinggir bibirku dan menyudahi kegiatan makanku.   "Loh kok udahan?" Kali ini papa menatapku curiga.   "Iya Flo udah kenyang. Flo duluan ke kamar ya." Aku beranjak dan bergegas menuju kamar. Aku mengacak rambutku. Tanda jika kepalaku seakan mau pecah dengan segala keriweuhan ini.   "Yaampun.....kenapa jadi begini? Kenapa perasaan jadi gaenak begini...." Aku menepuk nepuk dadaku. Entah kenapa tiba-tiba perasaanku jadi tak enak.   "Mba Flo...." Seperti suara Anit.   Aku membuka kenop pintu dan benar saja itu dia.   "Kenapa lagi Nit?"   "Ada yang mau ketemu Mba Flo diluar. Cepetan temuin deh. Kasian dia kehujanan." Aku mengerutkan keningku. Siapa lagi yang ingin menemuiku?   **   "Mas...bagas...." Gumamku saat melihat mas Bagas dengan basah kuyup, wajah memucat dan terlihat menggigil.   "Flo...." lirihnya.   Belum sempat aku bertanya untuk apa kedatangannya, Mas Bagas menjatuhkan dirinya tepat di pundakku. Aku tersentak dan mencoba menepuk pipinya.   "Mas....bangun mas...."   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD