5 - Diculik

1650 Words
Ayu menatap Kai yang sedang menatapnya dengan senyuman yang mengembang di wajah tampan milik Kai. Ayu menatap Kai lamat-lamat, menatap bocah ingusan yang ada di depannya dengan heran. "Lo bilang apa tadi, Kai?" tanya Ayu memastikan takut telinganya sudah eror, dan salah dengar. "Gue bilang, kalo gue tim makan bubur diaduk terus makannya bareng Lo, Yu." Sekali lagi Kai mengulang ucapannya. "Lo gombalin gue?" tanya Ayu sambil menunjuk dirinya sendiri. Wajah Kai yang semulanya tersenyum dengan hangat langsung berubah dingin. Senyuman yang tergambar di wajahnya seketika menghilang begitu saja, saat Ayu malah bertanya sesuatu yang sudah pasti. "Nggak, gue lagi gombalin kucing betina yang baru aja lewat," ujar Kai sambil menatap kucing oyen ndut yang baru saja lewat ke samping mereka. Ayu hanya mengangguk, gadis itu memainkan ponselnya. Ide dalam kepalanya sedang mengalir dengan deras, dan hal ini tak ingin Ayu sia-siakan. Jarang-jarang ide mengalir dengan deras begini, dalam satu bulan keadaan ini hanya datang dua kali. Dan Ayu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Ayu kembali menulis, sambil menunggu bocah yang ada di hadapannya selesai makan bubur. Kai yang sudah selesai makan bubur sedari tadi, kini laki-laki itu sedang asik menatap Ayu yang sedang fokus pada ponselnya. Kalau kata bundanya sih, dan bundanya Kai tau dari bundanya Ayu langsung. Ayu itu seorang penulis novel online di sebuah platform yang berpusat di luar negeri. Sejujurnya Kai sedikit tak percaya kalau Ayu adalah seorang penulis. Pasalnya, gadis itu sendiri tak menunjukkan kalau dirinya itu seorang penulis. Padahal Kai tau, sangat tau kalau dia tak boleh memandang sesuatu dari luarnya. Sengaja Kai tak bilang kalau dirinya sudah selesai dari tadi. Sampai akhirnya konsentrasi Ayu pecah kala si bapak itu menghampiri meja mereka dan bilang akan membereskan meja dan kursi plastiknya. "Maen HP nya di rumah aja, Yu. Bapaknya mau pulang ini." Kepala Ayu terangkat menatap bapak si penjual bubur yang tengah menyusun meja di tempat biasa. Kemudian mata Ayu menatap ke arah Kai yang sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum. "Kok ga bilang-bilang, sih?" tanya Ayu sedikit kesal. "Takut ganggu." Jawaban yang diberikan Kai membuat Ayu tak bisa berkata-kata lagi. Gadis itu bangkit, lalu berjalan ke arah motor milik Kai, menunggu si pemilik motor gede itu datang. Kai tersenyum, pemuda berwajah tampan itu berjalan menuju si bapak penjual bubur ayam dan bayar. "Makasih, Pak." "Sama-sama, Mas." "Lain kali saya juga bakalan datang lagi." "Iya, bapak tunggu. Kalo mau ke sini datang pagi-pagi, ajak Ayu juga." Kai hanya tersenyum lalu bergegas menuju motor yang ia parkir. Di sana Ayu sudah menunggunya dengan wajah yang tak bersahabat. Kai tau, hal apa yang membuat gadis itu kesal. Kai naik ke atas motor gede miliknya, lalu menghidupkan motornya. Ayu masih berdiri di samping motor milik Kai, belum naik juga. Perasannya buruk, kalau hari ini dia akan diculik oleh seseorang. "Ga naik?" tanya Kai sambil menengok ke belakang. "Ini mau naik." Kaki Ayu menginjak footstep, sedangkan tangannya memegang pundak Kai. Pemuda itu tersenyum kala Ayu menyentuh pundaknya. Entah kenapa, yang jelas Kai merasa senang. Motor melaju menuju jalan besar, bukan jalan yang tadi mereka lewati. Mendadak Ayu punya firasat jelekk, kalau Kai tidak akan langsung pulang. "Mau kemana ini?" tanya Ayu dengan nada bicara yang sangat ketus. "Temenin gue jalan-jalan," sahut Kai dengan suara yang sedikit keras. "Ih, gw mau! Pulang pokonya!" teriak Ayu sebal. "Pegangan, gue mau ngebut." Kai tak mengabulkan permintaan Ayu, malah menginterupsi agar Ayu berpegangan. Ayu tak mendengarkan ucapan Kai, gadis itu justru bersedekap menolak untuk berpegangan. Kai melirik Ayu dari kaca spion, dengan jahilnya pemuda itu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Hal ini membuat Ayu yang semulanya bersedekap refleks memeluk Kai. Tanpa Ayu ketahui, seringai langsung terukir di wajah tampan milik Kai. Motornya terus melaju menuju sebuah mall yang ada di pusat kota yang terletak cukup jauh dari rumah mereka. Setibanya di mall, Kai mematikan mesin motornya. Hendak turun tapi sialnya Ayu masih memeluknya dengan erat dan membuat Kai duduk di atas motor dengan sedikit lebih lama. "Yu?" panggil Kai sambil melirik ke arah Ayu yang masih memeluknya dengan erat, dan wajahnya disembunyikan di balik punggung milik Kai. "Hem." Ayu menyahut singkat, tapi pelukan di pinggang Kai belum ia lepaskan. "Ga turun? Kita udah nyampe." Mendengar penuturan Kai, Ayu pun mulai melepaskan pelukannya di pinggang Ayu. Matanya langsung menatap keadaan sekitar, ternyata keduanya sudah sampai di mall. Ayu sedikit lega karena mereka sudah tiba di tempat tujuan dengan selamat. Selama dalam perjalanan tadi, mulut Ayu tak henti-hentinya komat-kamit, melafalkan do'a yang dia hafal. Ayu turun dari atas motor, tangannya langsung memukul lengan Kai dengan cukup keras sampai lelaki tampan itu mengaduh kesakitan. "Ah, sakit, Yu!" "Heh, Lo kucing? Punya 9 nyawa apa gimana? Ga bisa apa bawa motornya pelan-pelan?" tanya Ayu dengan suara yang sedikit kencang. "Astaga, gue juga udah punya perhitungan kali. Gue ga akan ngebut kalo jalanan padet! Ini jalan kosong melompong gini, masa iya gue harus pelan bawa motornya? Kalo gitu, mau sampe sini malem? Gitu?" Kai yang tak ingin kalah terus memberikan argumennya. Memang benar, Kai tadi ngebut karena jalanan sedang sepi. Kendaraan di jalanan tak padat seperti biasanya, sehingga dia bisa ngebut dengan leluasa. "Kalo kita ketabrak gimana? Hah? Mana belum punya pacar, belum kawin juga!" Sekali lagi Ayu berteriak, dan suaranya mampu menarik perhatian orang-orang yang ada di sana. "Ya udah maaf, gue janji ga akan ngebut lagi!" Kai mengacungkan kedua jarinya ke udara, berjanji kalau dia tidak akan ngebut lagi bawa Ayu. Ayu jadi mellow, bibirnya maju 5cm dan hal ini membuat Kai ingin menarik bibirnya Ayu. Matanya mulai berkaca-kaca, membayangkan hal jelek yang mungkin akan menimpa mereka. Dan juga Ayu belum mengungkapkan perasaannya pada Lucas. Mengungkapkan perasaannya pada Lucas adalah hal yang harus ia lakukan. Entah akan diterima atau tidak, itu urusan Lucas. Dan membalas perasaannya pun bukan kewajiban Lucas. Ini perasannya miliknya, dan Lucas tak perlu ikutan pusing gara-gara tak membalas cintanya. Tapi Ayu tak ingin munafik, dalam hati kecilnya dia berharap kalau Lucas akan membalas perasaannya. Tapi Ayu tepis jauh-jauh harapan itu, takutnya akan membuat hatinya sakit tapi tak berdarah. Harapan sudah tinggi, tapi kenyataannya tak seindah harapan. Acara melamun Ayu terhenti, kala tangannya ditarik oleh Kai. Pemuda jangkung itu menarik tangannya, dan membawanya masuk ke dalam mall. Suasana di sana cukup ramai, mungkin karena ini adalah hari Sabtu. Sekolah libur dan kantor libur, dan mall adalah tempat yang cukup cocok untuk mengistirahatkan otak dari berbagai macam hiruk pikuknya pekerjaan dan tugas. Kai masih menggandeng tangan Ayu, membawa gadis itu untuk naik ke atas eskalator. Untuk pertama kalinya, ada orang yang mau menggandeng tangannya seperti ini. Dulu dia berharap agar kalau suatu hari Lucas akan menggandengnya seperti, tapi bukankah harapannya itu terlalu tinggi. Untuk si perfect Lucas? ***** Ayu tengah berdiri di depan pintu bioskop, menunggu Kai yang sedang membeli popcorn dan juga cola untuk cemilan mereka nanti di dalam saat nonton. Ternyata Ayu diajak nonton oleh Kai, film dengan genre horor - komedi ini jadi pilihan Kai dan Ayu hari ini. Kai datang sambil membawa 1 buah popcorn dengan ukuran jumbo, begitu juga dengan cola nya. Mata Ayu menyipit, kenapa cola nya hanya satu? Popcorn okelah satu pun juga gapapa, tapi ini minumannya? "Biasa aja liatinnya. Itu nanti matanya loncat baru tau rasa!" ucap Kai saat tiba di sana. "Kok cola nya cuma satu?" protes Ayu. "Susah bawanya, Yu. Antre juga di sananya, males." "Ihhh!" Ayu kesal sendiri. "Beli lagi sana!" titah Ayu tanpa malu pada Kai. "Ogah banget! Kalo mau beli, sono beli sendiri! Gue mau masuk, bentar lagi filmnya mulai." Kai meninggalkan Ayu dan memilih untuk ke dalam. Ayu kesal sendiri, mau beli gimana? Dia ga bawa duit, cuma bawa HP aja. Ngutang? Plis, ini di mall bukan warungnya Bi Mae bisa ngutang seenak udel. "Ih, kalo minumnya barengan gitu, sama aja kayak ciuman, kan?" gumam Ayu. Dengan kesal Ayu masuk ke dalam, menyusul Kai yang sudah masuk sedari tadi. Film sudah dimulai, dan Kai terlihat sedang memakan popcorn dengan mata fokus melihat ke depan, di mana film sedang diputar. Ayu duduk di samping Kai, melepaskan jaket hitam yang ia kenakan. Tau akan diajak ke mall, mungkin Ayu akan pakai baju yang sedikit rapih. Melirik ke samping Kai yang terlihat serius, membuat pemuda itu terlihat sedikit tampan bagi Ayu. Hodie hitam yang dipadukan dengan celana jeans dan sepatu sneaker membuat Kai terlihat sangat tampan, tapi tidak untuk Ayu. Sedari pertama masuk ke dalam mall, sudah banyak mata yang menatap Kai dengan tatapan kagum. Dari kalangan muda maupun tua semuanya menatap Kai. Ayu sampai dibuat risi karena orang-orang pun melihat Ayu dengan tatapan mencemooh. Maklum saja, hari ini Ayu pakai training hitam, kaos putih, jaket merah dan sendal swallow warna putih polet biru. Gila! Ayu jadi ngakak sendiri. Kalau aja yang ngajak jalannya Lucas, mungkin Ayu akan berdandan dengan sangat cantik. Memakai baju terbaik, sendal yang bagus. Agar Lucas tak malu saat membawanya. Sekali lagi Ayu melirik ke arah Kai yang terlihat fokus pada film yang sedang diputar. "Gue tau gue itu ganteng, tapi liatinnya ga gitu juga." Suara Kai membuat Ayu sedikit kaget. Padahal keliatannya Kai fokus pada film yang ada di depannya. Ayu kira Kai tidak sadar karena sedari tadi ia menatap bocah yang ada di sampingnya. Tapi ternyata tidak. "Dih, ganteng apaan!" cibir Ayu. "Kenapa liatin gue? Gue ganteng, kan? Iya, kan?" tanya Kai penuh percaya diri, dan sialnya Kai itu emang ganteng. Mau sombong pun ga masalah, karena kenyataannya memang begitu. "Ga, Lo ga ganteng sama sekali!" "Elah, segini gantengnya." Ayu tak menyahut, sekali lagi Ayu menatap Kai. Ingin bertanya, tapi Ayu urungkan. Karena menurutnya hal itu tak penting. Tapi sialnya antara mulut dan otaknya tak selaras. Dengan lancangnya, mulut berkata apa yang sedari tadi ingin ia tanyakan. "Kai, Lo malu ga sih jalan sama gue?" Pertanyaan itu keluar begitu saja. "Nggak, tuh. Gue ga malu, meski Lo pake baju compang camping sekali pun, gue ga akan malu kalo orang itu Lo, Yu." Kai tersenyum, memberikan senyuman terindah yang ia miliki pada gadis yang ada di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD