2 - Pahlawan Kesiangan

2082 Words
Ayu pulang dengan langkah gontai, karena dia baru saja kehilangan uang empat ratus ribu. Kalo aja, kalo aja dia ga ikut campur, mungkin nggak akan kayak gini, kan? "Ayu," panggil seseorang yang Ayu sangat hafal suaranya. Buru-buru beresin rambut, baju, dan kolor. Mukanya yang terasa sangat berminyak, buru-buru ia usap dengan punggung tangan. "Eh, A Lucas." Ayu tersenyum secercah mungkin, di depan Lucas. "Abis dari mana, Yu?" tanya Lucas lembut. "Abis dari warung, A." Ayu kembali tersenyum. Lucas, anak Pak RT yang sudah beberapa bulan ini mengganggu pikirannya. Selain wajahnya yang tampan, Lucas juga memiliki kepribadian yang sangat baik. Berbanding terbalik dengan Kai. Lho, ko tiba-tiba inget Kai, ya? "Abis beli apa? Ko lesu gitu?" tanya Lucas sambil memperhatikan Ayu yang tampak murung. Wajarlah murung, dia baru aja kehilangan cuan! "Beli terasi, A," jawab Ayu malu-malu. "Wah, kamu beli terasi? Idaman, deh! Biasanya kalo anak gadis disuruh beli terasi suka pada ga mau, bau katanya." Idaman katanya? Wow, kalo gini berarti Ayu punya kesempatan, dong? Asek, asek, jos! "He-he-he, padahal nggak bau juga, sih. Toh terasinya juga kan di dalem kresek." Lagi-lagi Ayu tersenyum malu-malu. Bohong! Padahal Ayu sempat makruh gara-gara disuruh beli terasi sama bundanya. Sepanjang perjalanan menuju rumah Ayu, keduanya mengobrol ngalor-ngidul. Selalu ada obrolan menarik di setiap pertemuan keduanya. Baik mengobrol kan politik, selebritis, dll. "Ngomong-ngomong, A Lucas mau ke mana? Ini kan jalan ke rumah Ayu." "Oh iya, ada warga baru, Yu. Bentar lagi kamu punya tetangga." "Tetangga?" Mengulang perkataan Lucas. "Iya, rumah bekas Pak Somad mau ada yang nempatin, Yu." Ayu hanya manggut-manggut saja. Wah, kalo gini berarti dia bakal punya tetangga, dong? Karena selama ini rumahnya Ayu di apit oleh dua rumah kosong. Asek, dapet tetangga baru! Ada temen buat gosip! Begitu pikir Ayu. Hingga akhir mereka tiba di depan rumah Ayu, dan Lucas pun berhenti di sana. Menatap Ayu yang sedang menunduk malu. "Masuk duluan, Yu. Aku mau ke sebelah dulu," ucap Lucas sambil tersenyum. "Iya, hati-hati, A." Setelah mengatakan itu, Ayu pun bergegas masuk ke dalam rumah. Di sana bundanya sudah menunggu sambil berkacak pinggang, wajahnya sudah terlihat sangat tidak bersahabat. Sial! Pasti kena omel, nih! gumam Ayu sambil menunduk. "Kamu beli terasi kemana?" "Ke warung Bi Mae, Bun." "Oh, gitu? Bunda kira kamu beli terasi ke Hongkong, Yu," kata bunda sambil tersenyum. Mengerikan! Bagi Ayu, bundanya yang tersenyum saat sedang marah itu lebih mengerikan dari pada bundanya yang terus senam mulut. "Bun ...." Ayu mulai mengeluarkan jurus mautnya, bergelayut manja di lengan bundanya. Tentu saja Shinta hanya memasang wajah datar. Gara-gara Ayu lama beli terasi, acara mayoran rujak kangkung bersama teman-temannya batal. "Oh, iya! Bakalan ada yang nempatin rumah bekas Pak Somad, ya?" tanya Ayu mencari topik. Mengalihkan pembicaraan, biar bundanya lupa gitu. "Ga usah ngalihin pembicaraan!" "Ih, tapi Ayu serius, Bun. Tadi ketemu sama A Lucas, mau nyapa warga baru katanya." Wajah Ayu berubah berseri-seri, saat nama Lucas keluar dari mulutnya. Tentu saja Shinta tau, jika anaknya itu memiliki perasaan lebih pada anaknya pak RT. Memang, Lucas itu tipe-tipe menantu idaman. Selain tampan, Lucas juga memiliki kepribadian yang baik, otaknya encer, bisa melakukan pekerjaan rumah, memiliki pekerjaan yang mapan juga. Paket lengkap! "Kalau suka ya ungkapin, dong. Kalo di pendem terus, dia mana tau," kata bunda sambil menuangkan air panas ke dalam gelas yang berisikan kopi. "A - apa maksudnya, Bun?" "Ga usah pura-pura, bunda tau kalo kamu suka sama Lucas. Iya, kan?" Seketika wajah Ayu berubah merah. Ini kali pertamanya ada orang lain yang tau tentang perasaannya. Ko bunda bisa tau, sih? Padahal selama ini Ayu menyembunyikan perasaannya cukup baik. "B - bunda tau dari mana, kalau aku suka sama A Lucas?" "Em ... cuma nebak aja, sih. Jadi beneran kamu suka sama dia?" "Iih ... Bunda nyebelin!" Buru-buru masuk ke dalam kamar dengan wajah yang di tekuk. Mengambil headset, menutup telinganya dengan benda itu. Lalu mulai menulis kembali. Harus cepat ditulis, biar ide nya ga hilang tertiup angin. Tapi sayangnya matanya tak bisa diajak kompromi. Baru juga menulis beberapa kata, mata Ayu sudah terasa berat. "Ah, sialann! Padahal ini ide lagi gacor begini!" ngedumel sendiri. "Apa bobo dulu aja kali, ya? Abis bobo baru lanjut nulis lagi. Nah, iya gitu aja deh. Oke, sekarang kita bobo dulu, abis itu mandi, makan, terus nulis!" Menutup gorden, lalu Ayu pun mulai terlelap ke alam mimpi. Sambil berharap, jika saat bangun nanti ide-idenya tidak hilang tertiup angin. ***** "Perkenalkan, nama gue Kaisar Hinata Wiraatmadja, kalian bisa manggil gue Kai. Salam kenal semuanya!" Kai tersenyum, sebisa mungkin dia harus membuat kesan yang baik, tapi bukan berarti dia akan akrab dengan mereka. "Kai, duduknya di sebelah Andre, ya?" "Iya, Bu." Kai mengangguk patuh. Berjalan menuju meja di barisan paling belakang. Saat Kai hendak ke bangku belakang, banyak mata yang memperhatikannya. Ya, wajar saja karena Kai memiliki wajah yang cukup tampan? Rambutnya yang hitam, kulitnya yang putih, matanya sipit, hidungnya mancung banget, belum lagi tinggi tubuhnya lumayan untuk seukuran anak SMA kelas dua. Kai menarik kursi, lalu mendudukkan dirinya di sana. Andre, sedari tadi memperhatikan Kai, yang kelihatan makin tampan saja. "Ga usah liatin gue turus, nanti Lo suka lagi." "Sialann! Gue masih normal, ya!" "Ya takutnya aja, kan?" Kai tersenyum. Andre geleng-geleng kepala, bahkan sifatnya pun masih sama. Nyebelin bin tengil! Dan hanya Andre satu-satunya yang kuat berhadapan dengan Kai. "Lo apa kabar?" "Gue? Baik." "Syukur, deh. Tapi, Lo ga akan nanyain kabar gue apa?" "Nggak perlu, Lo juga pasti baik." "Sialan! Apa susahnya nanya, sih?" Di saat guru sedang menjelaskan tentang kimia, dua bocah itu malah bisik-bisik sambil sesekali terkekeh. Apalagi saat mereka berdua mengenang masa lalu. "Udah berapa lama ya? Delapan tahun, ada?" tanya Andre sambil mengerjakan soal yang diberikan guru tadi. "Em ... kayaknya, gue nggak terlalu inget. Soalnya di sini gue cuma sebentar, abis itu gue langsung pindah ke Sumatra, kan?" "He'em, bener. Lo di sini cuma sebentar doang." Dulu Kai pernah tinggal di sana saat kelas tiga SD, lalu dia berteman baik dengan Andre. Tapi sayangnya saat mereka harus berpisah, karena pekerjaan ayahnya Kai sudah selesai. Sejak SD, Kai selalu berpindah-pindah sekolah dan tempat tinggal. Hal itu membuatnya tak memiliki teman sama sekali. Bel istirahat berdering dengan sangat kencang. Semua anak-anak kelas menghambur keluar, dan tempat tujuan mereka adalah kantin. Tapi, tidak semua anak-anak kelas IPA 1 saat itu pergi ke kantin semua. Di kelas ada Kai dan Andre, kalu empat orang lainnya, bahkan Kai sendiri tidak kenal. "Lo ga ke kantin, Kai?" tanya Andre sambil menggambar doodle di buku tulis bagian belakangnya. "Nggak, males gue ngantuk banget." Kai merebahkan kepalanya di atas meja belajar. Lalu matanya fokus pada empat bocah laki-laki yang duduk di bangku yang bukan milik mereka. "Ndre." "Hem?" "Itu, mereka siapa?" tanya Kai sambil terus memperhatikan gerak-gerik mereka yang tampak mencurigakan. "Mereka? Si Udin sama gerombolannya. Udah, jangan cari gara-gara sama dia kalo bisa, Kai." Kai hanya diam, kemudian dia pun memejamkan matanya. Berharap bisa terlelap sebelum bel masuk kembali berbunyi. Tapi sayangnya, baru juga dia memejamkan matanya bel malah sudah berdering kembali. Satu per satu siswa pun masuk ke kelasnya masing-masing. Seorang guru laki-laki masuk, sambil membawa buku paket dan penggaris kayu yang besar. Pelajaran siang itu adalah matematika, di siang-siang begini? Astaga, bahkan Kai yang memiliki otak encer sekali pun kesulitan untuk konsentrasi. Setelah berusaha untuk konsentrasi, akhirnya Kai bisa melewati pelajaran matematika dengan baik. Bel pulang pun berdering, guru laki-laki itu memberikan PR untuk murid-muridnya. "Mohon perhatiannya!" ucap Vian, ketua kelas. Semuanya langsung diam tertib, fokus mereka semua tertuju pada Vian yang sedang berada di depan. "Amel, sudah hampir satu minggu sakit. Rencananya kita mau nengok, ada yang mau ikut?" tanya Vian sambil mengedarkan pandangannya. Semua orang langsung pada angkat tangan, mungkin hanya satu-satunya Kai yang tak mengangkat tangannya. "Kita nggak bisa berangkat rame-rame. Perwakilan aja, lima orang," kata Kiki, wakil ketua kelas. Semuanya memasang wajah kecewa, karena mereka tidak bisa menengok bunga kelas mereka, Amel. Bahkan, Kai melihat sendiri dengan jelas, bagaimana antusiasnya Andre agar dia bisa ikut menengok Amel. "Oke, aku tunjuk aja, ya. Yang akan menengok Amel adalah Ningsih, aku, Citra, Andre dan Kai. Yang namanya tidak disebut, bisa langsung pulang." Kai yang merasa namanya tidak disebut langsung membereskan buku-bukunya dan hendak pergi. Tapi lengannya dicekal oleh Andre. "Lo mau kemana, Kai?" "Gue? Mau balik, mau molor. Ga kuat mata gue udah lima watt!" ucap Kai sambil menunjuk matanya yang terlihat makin sipit. "Lo ga boleh pulang, Kai." "Kenapa anjimm? Gue ngantuk!" "Lo budeg atau gimana? Tadi nama Lo disebut!" "Maksudnya?" Kai tak mengerti. "Kita, ini mau nengok si Amel. Jadi, Lo jangan pulang dulu!" Nggak, Kai langsung menggeleng cepat. Nggak boleh, dia harus pulang dan tidur. Matanya sudah benar-benar tak kuat lagi. "Vian, gue ijin ga ikut nengok si Mela!" "Amel, Kai. Namanya Amel," ucap Vian meralat. "Ya itu. Gue ga bisa ikut." "Kenapa?" "Gue ngantuk, mau tidur." Vian tersenyum. "Cuma sebentar, kok. Bisa kan, Kai?" Astaga, kalau seperti ini Kai bahkan tak bisa menolaknya! Dengan berat hati, di pun mengangguk. "Ning, coba liat uang kas ada berapa?" "Oke, bentar." Ningsih membuka tas nya, mengambil dompet yang selalu ia gunakan untuk menyimpan uang kas. Tiba-tiba saja wajahnya berubah pias, uangnya ga ada! "Uangnya ga ada masa, Yan!" kata Ningsih dengan wajah panik. "Masa? Coba cari yang bener!" Sekali lagi Ningsih mencari uang itu, dan hasilnya tetap tidak ada. Kai sepertinya tau siapa yang mengambil uang kas kelas mereka. "Gue ijin mau nangkap pencuri dulu!" Setelah mengatakan itu, Kai buru-buru mengejar Udin dan gerombolannya. Benar saja, bocah itu sedang merokok sambil ketawa-ketiwi bersama teman-temannya. "Lo, ngambil uang kas, kan?" tanya Kai to the point. Karena dia paling malas jika harus basa-basi. "Eh, enak aja! Jangan asal nuduh ya, bangsad!" "Ga usah pura-pura! Gue udah liat semuanya! Lo duduk di bangku Ningsih, kan? Pas waktu istirahat?" "Sialann!" Udin dan teman-temannya langsung lari dari kejaran Kai. Mereka terus berlari, sampai mereka berempat pun tak bisa kemana-mana lagi, karena salah memilih jalan. "Bego! Kenapa Lo bawa kita ke jalan buntu, bangsad!" bentak Udin pada salah satu temannya. "Udah, ga usah lari-lari lagi, deh! Jangan buang-buang tenaga kalian. Mending kasih duitnya ke gue, dan kalian bakal aman." "Ga sudi, anjimm!" bentak Udin sambil melayangkan tinjunya pada wajah Kai. Untungnya, Kai langsung menghindar dan menendang kaki Udin hingga bocah itu tersungkur di atas aspal. "Mana duit kalian?" pinta Kai. Tapi sayangnya, aksinya untuk merebut kembali uang kas nya gagal, gara-gara ada cewek yang nggak dikenal ikut campur. Kai menatap wanita yang lebih pendek darinya. Kulitnya putih, cantik, sih. Tapi, punten itu penampilannya ko gitu banget, ya? Pake kolor bapak-bapak, dan Kai menduga jika wanita itu memakai kolor milik ayahnya, terus baju yang kerah bajunya udah longgar gitu. Ini, cewek asli? Kai bahkan sampai tak percaya melihat penampilannya. Berbeda dengan kebanyakan cewek yang ia temui, yang selalu berdandan dengan cantik, memakai baju yang bagus dan seksi. Tapi, cewek ini benar-benar berbeda! Karena asik memperhatikan penampilan Ayu, Kai sampai kehilangan jejak Udin! Sialan! Nggak apa-apa, besok dia tinggal lapor ke wali kelas. Kini, Kai sedang mengikuti Ayu dari belakang. Mereka akan pergi ke Alfamart, mengambil uang ganti rugi karena secara tidak langsung Ayu yang menjadi penyebab hilangnya uang itu. Mata Kai terus menatap tubuh Ayu dari belakang. Pendek banget! Terkekeh kecil, membayangkan jika mereka bersanding mungkin tinggi Ayu hanya sampai keteknya saja! Kai dan Andre menunggu Ayu di luar, sambil memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang. "Kai, siapa dia?" "Dia? Ga tau gue juga." "Anjim! Serius? Gue kira Lo kenal." Kai menggeleng, dia benar-benar tak kenal dengan Ayu, wanita yang sedikit mencuri perhatiannya karena penampilannya yang sangat sederhana. "Tapi, dia cantik, sih." Kai mendelik, lha ini si Andre tau aja kalo sama yang cakep! "Cantik, karena dia cewek!" "Nggak, dia beda dari kebanyakan cewek yang pernah gue temuin." Tuh, kan? Andre saja sampai tau pesona Ayu! Tak lama setelah itu, Ayu keluar sambil membawa plastik yang berisikan es krim. "Buat kalian!" Kai melihat di dalam plastik itu ada es krim rasa coklat. Tiba-tiba saja ide jail terlintas di kepalanya. Kai, dia ingin melihat wajah Ayu yang terlihat kesal sekali lagi. "Gue ga mau rasa coklat. Mau rasa stroberi aja!" Kai merebut es krim milik Ayu, yang baru saja menyentuh bibirnya. Kai menahan senyumnya, saat melihat ekspresi kesal yang diberikan Ayu padanya. Manis, wanita itu terlihat manis saat sedang kesal seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD