Cantik

2092 Words
Namanya Archi, gadis berdarah campuran Jawa dan Banjar itu baru berusia enam belas tahun saat berada di kelas akhir Sekolah Menengah Atas. Rambutnya yang memiliki gelombang di ujung tak begitu panjang, masih berwarna hitam karena sebelumnya mendapat teguran dari kakak kelas semasa orientasi dan warnanya belum diganti. Baik di sekolah maupun di rumah, rambut itu seringkali diikat, hanya dibiarkan terurai ketika basah. Dan hal itu dapat membuat tanda lahir di belakang leher bagian kanannya yang berbentuk mirip dengan sebuah love terlihat. Archi menyukai riasan, baik yang sederhana maupun yang mewah. Gadis itu bisa menggunakan keduanya di waktu dan tempat yang tepat. Dahinya yang menunjukkan bentuk wajah segitiga tak begitu lebar. Kedua alisnya tebal, mirip dengan milik sang ayah, membuatnya tak begitu repot saat menggambar alis karena dirinya hanya akan mengisi bagian yang terlihat kosong. Matanya yang beriris coklat gelap terlihat sipit, namun juga tajam, perpaduan antara mata ayahnya yang terlihat galak dan mama yang agak menyipit. Archi sedikit kesulitan merias kelopak matanya karena lipatan matanya seolah tenggelam dalam mata yang sipit. Bulu matanya tak panjang, tak juga lentik, ia membutuhkan tenaga ekstra untuk membuat bulu matanya naik. Hidungnya sama sekali tidak mancung dan bagian bawahnya membentuk seperti huruf M, mengikuti neneknya dari pihak mama. Karena takut membuat kesalahan, Archi tak pernah benar-benar merias bagian ini, ia membiarkan saja bentuk hidungnya yang tak sempurna. Tulang pipinya menonjol, terlihat jelas ketika dirinya tertawa, bebarengan dengan matanya yang ikut menyipit. Archi mengenakan blush on-nya tergantung suasana, terkadang dari tulang pipi ditarik ke arah telinga, terkadang membuat bulatan tepat di cheekbones-nya, terkadang membuat garis lurus bersama hidungnya. Namun pipinya yang dulu chubby perlahan-lahan menirus karena berbagai faktor. Bibirnya tebal sama rata, mirip dengan sang ayah, namun bentuknya mengikuti milik mama. Archi tak biasa mengenakan lipcream, gadis itu lebih suka mengenakan liptint yang membuatnya terlihat lebih natural. Dagunya tak begitu runcing, justru memiliki double chin. Namun karena menyerupai segitiga, bagian itu terlihat semakin menegaskan bentuk wajahnya. Archi menyukai baju dengan ukuran oversized, lantas dipadukan dengan celana skinny yang menempel pas pada kaki. Dan piyama selalu menjadi pakaian tidurnya. Archi hanya bisa mengenakan sebelah anting di telinga kanan karena tindikan di telinga kirinya tertutup pasca operasi kecil. Ia juga tak begitu sering memakai cincin dan gelangnya kecuali bepergian ke acara penting. Kulitnya berwarna sawo matang, tak bisa memutih lagi walau ia melakukan berbagai cara, gen dari ayahnya. Ketika berdiri, kepalanya akan terlihat lebih kecil dari badannya. BMI Archi sebenarnya memasuki range ideal, namun tingginya yang hanya 150 cm membuat gadis itu tak hanya terlihat kecil, tapi juga berisi. Jemari tangan dan kakinya mengikuti bentuk tubuh, tampak kecil. Bahkan dari teman sekelasnya yang lebih rendah beberapa senti, perbedaannya terlihat jauh. Kuku yang menurutnya berbentuk kotak nyaris tak pernah ia panjangkan lagi, selalu dipotong dengan rapi. Archi menyukai kebersihan dan kerapian, ia selalu menata segala hal dari ukuran yang kecil ke besar, atau sebaliknya, dirinya juga sering menata barang-barangnya sesuai warna. Sebagai siswi kelas XII PMIA, Archi menyukai pelajaran bahasa inggris dan biologi, maka dari itu nilainya dalam dua mata pelajaran itu terbilang tinggi. Ia tak menyukai pelajaran yang berhubungan dengan hitungan, walau begitu, nilainya tetap saja memuaskan. Archi tetap berusaha, memutar otaknya. Walau keluhan selalu terlontar, sahabatnya berkata, Archi tetap saja menemukan jawaban. Archi juga tidak menyukai kegiatan yang membuatnya banyak bergerak, terutama olahraga. Nilainya standar pada praktik, namun nilai ujian tertulisnya cukup untuk menutupi. Meski begitu, Archi berbakat dalam bulu tangkis, dan itu menjadi satu-satunya olahraga yang ia gemari. Archi tinggal bersama ayahnya yang berprofesi sebagai seorang supir truk pengangkut bahan material, bernaung di rumah yang tak mewah dengan model panggung yang khas dengan rumah adat Kalimantan, stratanya masuk ke dalam kelas menengah ke bawah. Kedua orang tuanya bercerai dengan alasan sang mama yang berselingkuh dengan bos ayahnya dulu. Archi masih berusia delapan tahun saat melihat keluarganya hancur. Rumah yang berantakan karena ayah mengamuk, bisik-bisik tetangga yang berusaha mencari tahu cerita sebenarnya, dan akhirnya, beberapa bulan kemudian, sang mama pergi meninggalkan. Dengan alasan mengobati adik laki-lakinya yang memiliki penyakit asma, mama pulang ke kampung halamannya. Yang Archi ingat di hari itu, mama memakaikan sepatunya, memasang dasinya dengan rapi, lalu memeluknya lama. Sejak memiliki adik, Archi selalu berusaha menahan tangis. Ia terbiasa, entah dilatih dari mana, dirinya tak begitu ingat. Maka walaupun mamanya menangis sambil mencium puncak kepalanya, ia hanya mengetatkan rahang, dan mengepalkan tangan. Matanya berkedip cepat, berusaha memasukkan kembali air mata yang mengumpul di pelupuk, tak ingin ada satu tetespun yang keluar dan membasahi pipi. "Mama pergi sebentar aja, Archi belajar yang pinter, ya? Jangan nakal." Mungkin hal itu, perkataan sang mama yang secara tak langsung membuat Archi selalu ingin meraih juara satu. Tanpa sadar, sosoknya selalu melakukan perintah sang ibu, dengan harapan mamanya akan datang, kembali pulang. Namun beliau baru kembali dua tahun kemudian, hanya dalam waktu sebulan, menanyakan bagaimana status rumah tangga mereka dengan ayah yang bekerja di luar kota. Saat itu Archi belum tahu, namun ternyata keluarga ayahnya tak bisa lagi menerima mama. Dan saat ini, Archi masih menyalahkan mereka, karena mereka tidak mengetahui beban yang selama ini ditanggungnya. Selama tinggal bersama kakek dan nenek dari pihak mama, dirinya mendapat cibiran dari kakak kelasnya yang tentu saja pasti diajari oleh kedua orang tua mereka. Ia mendapat pertanyaan tak masuk akal dari tetangga, yang pada waktu itu, ia sendiri belum benar-benar mengerti apa maksud mereka. Archi kecil hidup menghadapi dunia seorang diri, tidak ada yang mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh bocah itu selama ini. Sosoknya cukup pandai menyimpan kebohongan, menyembunyikan mata bengkaknya selepas menangis, dan tersenyum lebar, meyakinkan sekitar jika dirinya baik-baik saja. Semakin dewasa Archi mengerti, kedua orang tuanya bercerai karena menikah di usia muda. Tingkat perceraian cukup tinggi karena masing-masing dari mereka mungkin merasa menyesal atau masih ingin bermain-main. Menurut artikel yang Archi baca ketika dirinya belum lama lulus dari sekolah dasar, titik terberat pernikahan adalah lima tahun pertama. Namun bukan berarti tahun-tahun selanjutnya akan terlewati begitu saja. Nyatanya ayah dan mama tetap bercerai setelah sembilan tahun menikah dan memiliki dua orang anak. Archi sempat merasa ditelantarkan, dirinya tak terkendali, kacau. Dan yang ia lakukan adalah merusak diri sendiri, 'bermain' terlalu jauh, dan untuk yang pertama kali, mengabaikan salah satu pesan mama, "Jangan nakal." Yang saat itu Archi pikir, dirinya sudah menjadi anak pintar, selalu meraih juara satu, tapi kenapa mama tak juga datang? Setelah ayah tiba-tiba mengajaknya menuju pernikahan yang sama sekali tak menanyakan persetujuannya, mama menyusul beberapa bulan kemudian. Archi hancur dan sosoknya justru semakin ingin melebur. Archi terlalu memfokuskan dirinya untuk mengejar cinta, tak mempedulikan kodratnya sebagai perempuan yang tak seharusnya mengejar duluan. Namun gadis itu tak peduli, ia menangis, mengemis, menyedihkan. Cinta yang tak pernah ia dapat dari keluarga membuat gadis kecil itu mengemis cinta pada orang lain. Hingga akhirnya ia terjerumus pada pergaulan bebas. Usianya bahkan belum lima belas tahun saat itu, namun Archi telah berciuman dengan kekasihnya yang berusia delapan tahun lebih dewasa. Setelah putus karena diselingkuhi yang mungkin sosok itu mengira Archi masih terlalu kecil dan merasa segan pada kakak sepupunya, keadaan Archi tak membaik. Ia sempat memaksa meminta dipindahkan ke Jawa, hendak menyusul mama. Hal itu membuat ayah panik, mendatangi rumah nenek, menenangkan anak gadisnya, tak ingin Archi meninggalkannya. Mama yang akhirnya mengetahui alasan Archi seperti ini menegur anaknya itu, "Cuma pacaran, kan? Emangnya kamu mau kalo diajak nikah sekarang? Dia udah gede lho, Mbak, kamu masih sekolah. Nggak usah aneh-aneh, di sana aja, sekolah yang bener, kasian ayahnya." Walau begitu, Archi masih terjerumus dengan satu orang lagi. Namun karena akhirnya merasakan aura tak menyenangkan dari kakak sepupunya yang seolah bisa mengerti seluruh kelakuannya, Archi akhirnya berhenti. Mas Angga berperan penting dalam kehidupan Archi selama ini, ia takut pada kakak sepupunya yang juga dititipkan di rumah kakek dan neneknya itu. Bapaknya yang Archi panggil 'Pakde' telah meninggal dan sang mama berada di luar negeri untuk mencari rezeki. Keadaan keduanya tak sama baik, tetapi saat itu, Archi belum mengerti jika hidupnya bukanlah yang paling berat selama ini. Hari yang terus berganti dan ketidakberhasilan Archi pada lelaki membuat sosok yang gemar membaca itu akhirnya menemukan sesuatu dalam online book bacaannya. Archi yang awalnya tak menyukai K-Pop akhirnya melabeli dirinya sebagai seorang fans dari salah satu boygrup yang kini telah mendunia. Dengan mendengarkan lagu-lagu mereka yang penuh makna, menonton segala hal tentang mereka yang menghibur, Archi perlahan-lahan bisa mengubah hidupnya. Walau dirinya tahu betul dengan ilmunya yang luas jika dalam agamanya melarang hal itu, Archi tak mempedulikannya. Islam-nya seolah hanya identitas belaka, ia beribadah semaunya. Mengenal K-Pop, Archi dapat memiliki banyak teman online. Dari mereka, ia mulai belajar merangkai kata, dan menulis kisah tentang idolanya. Menjadi kpopers membuat Archi tak hanya memiliki sedikit kemampuan berbahasa korea, namun kemampuan bahasa inggrisnya meningkat cukup pesat. Dan imajinasinya, penilaiannya terhadap sesuatu, kepekaan rasa, serta ketenangannya, bahkan mungkin IQ juga meningkat jauh lebih baik. Hobi menulis yang ia geluti akhirnya membuat gadis itu berhasil membangun dunianya sendiri, menulis kisah lain, dan bekerja paruh waktu sebagai penulis. Archi juga akhirnya mengenal kehidupan roleplayer yang merupakan simulasi, dirinya hidup sebagai orang lain dengan maksud tersembunyi, mencari kebahagiannya yang belum juga ia temui. Dalam kehidupan nyata, Archi dikenal introvert. Ia tak memiliki banyak teman, bukan karena sulit bersosialisasi, tapi dirinya memiliki trust issue yang selalu ia jaga dengan hati-hati. Dirinya mudah jatuh cinta pada orang lain, jatuh cinta pada pandangan pertama. Sebesar apapun usahanya untuk tak tertarik, jika matanya melirik dua kali, Archi tak bisa mengatur kehendak hati. Dan ambisinya untuk selalu memiliki apapun yang ia hendaki membuat gadis itu selalu terlihat menyedihkan di mata laki-laki. Mereka tak tahu saja jika Archi sudah tak tertarik, ketika berpapasan, ia sama sekali tidak akan melirik. Kekecewaan terbesarnya ada pada kedua orang tua. Cinta yang tak ia dapatkan dari mereka membuat Archi merasa frustasi jika tak bisa memiliki apa yang ia hendaki, termasuk perihal laki-laki. "What is mine, is mine. What is yours, is mine. All is mine." Motto hidupnya yang egois membuat Archi memiliki obsesi pada apapun yang ia miliki. Nampak tak tersentuh, namun gadis itu juga memiliki ketakutan yang cukup parah pada darah, hantu, dan kucing. Hal itu juga yang membuatnya memiliki begitu banyak kepribadian sekaligus. Dirinya mudah tersinggung, juga santai. Terkadang ia optimis, namun tak jarang dirinya pesimis. Pandangannya terhadap hidup nol besar, selain fokus melakukan yang terbaik pada kehidupannya yang entah kapan berakhir, Archi tak memikirkan hal lain. Namun curhatan kawan jelas akan ia tanggapi sebaik mungkin, walau tak memuaskan, setidaknya beberapa kali ia berhasil memperbaiki keadaan. Dalam dunia maya, Archi bersifat sebaliknya. Ia berusaha sebisa mungkin untuk menjalin pertemanan dengan banyak orang, menjiwai karakternya sebagai seorang idola yang ia pinjam identitasnya. Walau hal itu jelas tak mudah karena Archi merasa takut pada manusia. Ia tak terbiasa, tak siap menerima respon orang lain yang mungkin tidak akan sesuai dengan keinginannya. Namun sejauh ini, Archi berhasil menjalani dua kehidupannya. Archi sempat menghilang dari dua platform bermain roleplay yang berbeda karena merasa tak nyaman lagi berada di sana. Alasan pertama karena pihak mantan kekasih sering memojokkan dirinya, Archi tidak sanggup menghadapi tindakan tak menyenangkan mereka. Alasan kedua, Archi tak menemukan kebahagiannya, justru ia mendapat masalah dari berbagai pihak karena dianggap salah bersikap. Baru beberapa hari ini dirinya memutuskan untuk kembali ke dunia roleplay, di platform yang lain lagi, menggunakan wajah idol yang sama seperti dua platform sebelumnya, dan menggunakan namanya sendiri. Archi baru saja menyelimuti diri, sudah bersiap hendak tidur, bahkan lampu kamar telah mati. Namun ponselnya berbunyi, karena penasaran, sosok itu memilih kembali bangkit dan meraih si benda pipih. Archi mengerutkan dahi saat mendapat notifikasi dan membaca pesan dari sosok yang tak dikenalnya. 'Siapa?' batinnya bertanya-tanya sambil membuka aplikasi Telegram, tempatnya bermain roleplayer. Archi membaca nama pengirim, juga membaca pesan itu sekali lagi, "Cantik." Sempat ragu, namun akhirnya Archi membalas pesan itu, "Siapa, ya?" Tak butuh waktu lama untuk sosok itu membalas, "Rey." Lalu, "Kan itu ada namanya." Archi menggelengkan kepala pelan, "Iya, tau. Maksudnya Rey siapa?" Kali ini balasannya sedikit lebih lama, "Ya Rey pokoknya." Archi akhirnya terkekeh, setelah mengecek foto profil yang ternyata sosok itu menggunakan foto seorang idol yang lebih dewasa dari dirinya, Archi segera membalas, "Oke, Kak Rey, ada perlu apa?" Rey membalas lebih cepat, "Nggak papa, mau kenalan aja, boleh?" Archi berusaha menahan senyumnya, roleplay world memang selalu bisa membuatnya tersenyum. Cepat-cepat ia membalas pesan itu, "Iya, boleh. Salken ya, Kak. Aku Archi." Butuh beberapa saat sebelum Rey kembali menjawab, "Iya. Archi kenapa belum bobo?" Untuk yang satu ini, Archi benar-benar melebarkan senyuman, "Ini baru mau, Kak." Tak menunggu sosok itu membalas, Archi kembali mengetik pesan, "Aku bobo dulu, ya. Kakak jangan bobo malem-malem. Good night!" Dan Archi meletakkan ponselnya begitu saja, memilih abai pada notifikasi yang terdengar selanjutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD