Prolog

334 Words
Aku terbangun dan gelap menyergap. Perlahan-lahan aku bangkit dan memperhatikan sekitar. Tak ada apapun selain setitik cahaya yang terlihat jauh di depan. Kakiku melangkah, terus berjalan untuk mencapai cahaya di ujung sana. Namun saat terang perlahan-lahan didapat, kakiku masih saja bergerak. Ada sebuah suara, entah berasal dari mana. Namun suara ini tak bisa kujelaskan, entah dia perempuan atau laki-laki, dan sosok itu hanya berkata, "Tulislah satu impian yang tidak berhasil engkau raih." Cahaya yang jauh lebih terang memaksa masuk ke dalam retina dan aku terbangun di sebuah kursi panjang. Tak ada apapun di sekitar selain hamparan rumput luas yang entah berujung dimana, juga sebuah pohon besar yang meneduhkan. Ada sebuah buku dan pena dalam genggaman, entah sejak kapan. Dalam sampul itu terdapat tulisan "Cita-Cita," dan space kosong yang seolah ditujukan untukku menulis nama. Setelah mengukirkan satu kata untuk nama, aku membuka sampul itu. Lembar pertama kosong, tak ada tulisan apapun karena memang sepertinya ini adalah buku baru. Kertas itu putih bersih, tanpa noda, dan membuatku ragu untuk mengisinya. Namun sekelebat bayangan mampir dalam pikiran, sebuah suara yang teramat familiar terdengar dalam telinga. Dia tertawa, tatapannya tak berdusta jika sosoknya memang tengah bahagia. Lantas air muka itu perlahan berubah menjadi sedih, hingga akhirnya ia berteriak memanggil namaku. Aku tersadar atas lamunan, menunduk, menatap kertas yang tadinya kosong kini tak sengaja mendapat noda dari pena yang menekan. Helaan napas kukeluarkan, tangan pun akhirnya kugerakkan. "Kalau bisa, kalau aku dikasih waktu sedikit lebih lama, aku pengen banget wujudin semua ini sama Kakak." Aku menghela napas sekali lagi, "Tapi karena aku sadar itu nggak bisa, di kesempatan ini, di mana aku disuruh nulis cita-cita apa yang nggak berhasil aku raih, satu-satunya yang terlintas cuma ceritaku sama Kakak." Tanganku menekan pena sedikit lebih erat, "Sekali lagi, kalau aku bisa, aku pengen banget wujudin semua ini sama Kakak, yang harusnya jadi masa depanku." Air mataku akhirnya terjatuh, "Kalau aku bisa…" Perlahan-lahan membasahi buku, membuat tulisan ini mengabur. "Dear my love, I'll do everything like you do for me, for you."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD