PART 10 - KEJUTAN KEDUA

1080 Words
Kinanti memang kembali pulang saat pagi menjelang, namun kembali ia harus menghela napas saat melihat pagi ini, wajah sebuah keluarga bahagia. Dua sosok asing sedang menikmati sarapan pagi pertama mereka dirumah ini. Persis seperti dulu saat Bunda masih ada, mereka bertiga akan sarapan seperti ini setiap harinya. Jadi posisinya sudah tergeser bukan? Bahkan Ayahnya pun tidak mencarinya saat ia tidak pulang semalam. Bagus, jadi ia sudah tidak lagi termasuk ke dalam agenda keluarga bahagia ini sekarang? “Dari masa saja Anti?” Ayah meletakkan sendoknya dan memandang ke arah anak gadisnya. Baru tadi pagi Pak Hery mengetahui jika anak gadisnya yang satu ini tidak pulang ke rumah. Namun karena ia yakin Kinanti gadis baik-baik, rasanya ia tidak perlu khawatir. Saat ini Kinanti mendapat tatapan dari dua orang asing lainnya. Melihat anak gadisnya hanya terdiam, Pak Hery bangkit menghampiri. “Sudah saatnya kamu mengenal keluargamu yang baru.” Mereka keluarga Ayah, bukan keluarga aku. “Sekarang kamu memiliki Mama Tania.” Wanita yang Kinanti tahu istri baru ayahnya tersenyum. Kinanti sudah melihat wajahnya kemarin bukan? Wajah wanita cantik dengan senyum yang tampil ramah. Kinanti tetap dingin, tak sedikitpun mau menyapa. “Dan ini Aida, adikmu. Masih ada satu lagi yang belum tiba, yang akan menjadi kakakmu. Mereka sekarang saudara kamu.” Kinanti menatap gadis yang duduk semeja dengan mama barunya. Jadi nasibnya kini ibarat Cinderella yang memiliki ibu tiri dan dua saudara tiri yang semuanya perempuan? Hati Kinanti meringis. Yang bernama Aida, menganggukkan kepalanya juga tersenyum. Entah Kinanti malas menebak apa arti senyum gadis bernama Aida itu. Lalu tanpa banyak bicara ia berjalan menuju tangga. “Mau kemana lagi kamu Anti? Ayah belum selesai bicara.” Kinanti berhenti, dan tanpa menoleh ia berujar. “Anti mau ke kamar, Ayah.” Setelah itu ia melangkah menuju kamarnya dilantai atas, setelahnya menghempaskan pintu dengan kesal. Di sana, sudah berkumpul sebuah keluarga bahagia tanpa dirinya. Ia kini sudah bukan siapa-siapa lagi dimata Ayahnya, hanya orang yang menumpang di rumah ini. Ia harus bisa menahan emosi yang sewaktu-waktu akan keluar. Tak lama pintu diketuk dari luar. Dan masuklah Bik Nah, asisten rumah tangga Kinanti membawakan sebuah nampan. “Bibik tahu kamu belum sarapan. Ini bibik bawakan ya, kamu kan memiliki maag. Nanti kalau kumat bagaimana?” Kinanti tersenyum. Cuma asisten rumah tangganya yang sekarang masih perduli padanya. “Makasih bik. Aku sebenarnya sudah sarapan tadi di rumah temanku.” Walau begitu Kinanti tetap menelan makanan yang tersaji sedikit demi sedikit. Nafsu makannya memang menjadi berkurang. Perlukan ia mengatakan pada Ayahnya tentang perselingkuhan tunangannya? Namun apakah ayahnya masih perduli? Apakah itu berarti ia akan lebih lama tinggal di rumah ini? Apa ia memang harus menerima keluarga baru ayahnya dengan segenap hati? Andaikata tidak ada drama penghinaan terhadap Bunda, pasti ia akan menerima semua, tapi apakah ia sanggup berbaur dengan mereka? Mengingat akan kekasihnya membuat mata Kinanti kembali menitikkan air mata. Lima tahun hubungan mereka menjadi sia-sia. Ataukah cinta Haidar memang sudah memudar untuk dirinya? Kinanti masih malas-malasan didalam kamar, ketika pintu diketuk dari luar. “Siapa?” tanyanya, karena sungguh ia sedang tak ingin diganggu oleh siapapun. “Ini mama, Anti. Mama mau bicara sebentar saja.” Oh ternyata istri Ayahnya. Kinanti membuka pintunya. Wanita ini memang cantik walau usia sudah melewati angka empat. “Maaf Mama mengganggu kamu. Malam ini kakakmu akan mengenalkan calon suaminya pada keluarga. Mama harap kamu bisa ikut gabung bersama kami. Bisakan sayang?” Malas, tentu saja jika harus berbasa-basi pada mereka, seolah hal yang penting. Tapi mengingat bagaimana Ayahnya begitu mencintai istri barunya, jadi mau tidak mau Kinanti mengangguk. Kakak ku? Owh jadi aku sekarang anak tengah gitu? Tiba-tiba memiliki kakak dan adik secara instant. “Oke, Mama tunggu ya. Sebaiknya sekarang kamu bersiap-siap ya. Mereka sedang dalam perjalanan kemari.” ***** Kinanti memoles sedikit wajahnya. Andaikata bisa ia malas ikut hadir ke acara bahagia versi mereka, tapi ya sudahlah. Toh hanya mengenalkan lalu ia akan kembali ke atas, ke dalam kamarnya. Beres bukan? Seharusnya saat Kinanti memiliki niat untuk tidak hadir, mungkin lebih baik jika ia benar-benar tidak hadir. Karena justru ia menyesali niatnya yang semula hanya ingin membahagiakan istri Ayahnya. Kinanti berjalan perlahan dari lantai atas. Ia menuruni anak tangga satu persatu. Jangan tanya bagaimana hatinya saat ini, saat melihat siapa yang duduk menunduk di ruang tamunya. Dadanya kian berdebar kalut. Tidak, ini tidak mungkin. Tuhan tidak mungkin setega ini memutuskan takdir pada gadis seperti dirinya. Selama ini Kinanti sudah menjadi anak baik bukan? Sudah melakukan apa yang Bundanya perintahkan? Namun mengapa kenyataan perih kembali menampar hatinya. Kini didepan matanya ia melihat sosok gadis yang baru ia lihat kini tengah menggenggam mesra telapak tangan Haidar, tunangannya. Sesuatu meremas jantungnya secara kasar. Ya Tuhan, ini tidak mungkin. Kinanti merasakan tubuhnya mendadak membeku, kala lelaki yang tengah duduk disamping gadis itu mengangkat kepalanya. Mereka bertemu pandang, mata mereka saling menatap. “Anti, sini mama kenalkan sama kakakmu Ambar dan calon kakak ipar kamu.” Tania yang semula duduk bersama kedua anaknya dan terlibat obrolan seru, bangkit menghampiri Kinanti. Kinanti sempat menoleh sedetik melihat seperti apa wanita bernama Ambar yang kini menjadi kakaknya. Debaran dalam dadanya makin kencang, belum lagi irisan yang makin ia rasakan merobek jauh didasar hatinya. Tuhan tidak sedang bercanda dalam menentukan takdirnya bukan? Kinanti berjalan sambil menatap mata Haidar. Ia bahkan harus berusaha menguatkan hatinya, bahkan berkali mengerjap, supaya tidak ada laju yang turun dari bola matanya. Kinanti tidak tahu apa yang ada dalam hati Ayahnya saat ini, tapi ia melihat Ayahnya sekilas, Ayahnya hanya menundukkan kepala. “Nak Haidar, ini Anti adiknya Ambar yang baru.” Tania tersenyum manis pada Haidar yang masih terpaku. “Anti, ini Haidar. Calon suami Ambar, kakakmu.” Tania pun tersenyum kepada Kinanti, senyum kebanggaan karena putrinya Ambar mengenalkan kekasihnya malam ini. Kinanti melihat laki-laki itu bangkit dari duduknya, dan mengulurkan tangannya. Bahkan Kinanti tidak melihat cincin yang biasa tersemat di jari manis tunangannya. Kinanti melirik ke bawah, telapak tangan Haidar yang kanan memang terulur, namun Kinanti memilih untuk kembali menatap wajah Haidar sekali lagi. Inikah mantan tunangannya? Inikah lelaki yang berjanji dihadapan Bunda akan selalu menjaganya? Lelaki yang menyematkan sebuah cincin pertunangan setahun yang lalu, yang harusnya tahun esok adalah pernikahan mereka. Yang dulu sempat menjanjikan akan menikahinya? Yang semalam ia lihat berada didalam pelukan wanita lain? Dan sialnya wanita itu tak lain adalah Ambar? Kesialan apa lagi yan akan ia temui dalam hidupnya nanti? Segitu luasnya bumi ini, dan segitu banyaknya wanita diluar sana, Haidar justru selingkuh dengan kakak tirinya? Atau jangan-jangan Haidar tak pernah tahu jika tunangannya akan memiliki saudara tiri yang ternyata selingkuhannya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD