Part 2

1788 Words
Keinginan Silvania untuk kuliah di jurusan arsitektur dan menjadi seorang arsitek sukses seperti ayahnya dan beberapa saudaranya pada akhirnya membuat Silvania memutuskan untuk mendaftarkan diri ke sebuah kampus dengan jurusan arsitektur terbaik di Jakarta. Mengesampingkan ketidaksukaannya pada saudara jauhnya yang sangat ingin dihindarinya, Silvania juga menerima syarat dari ibunya untuk tinggal bersama nenek jauhnya, Oma Gisna. Oma Gisna itu sebenarnya sosok wanita berusia enam puluhan yang tidak memiliki hubungan apapun dengan Silvania dan keluarganya secara langsung. Beliau adalah istri dari sepupu suami kakek Silvania. Begini silsilahnya, Ibu Silvania, Carina Putri, dia memiliki tante dari pihak ayahnya—kakek Silvania—yang menikah dengan seorang pria blasteran Turki-Indonesia bernama Adskhan Levent. Adskhan Levent, memiliki sepupu yang juga merupakan blasteran Turki-Indonesia yang menikah dengan gadis pribumi bernama Agisna Permata. Jadi bersama merekalah nanti Silvania tinggal. Dan yang membuat Silvania enggan tinggal dengan keluarga tersebut adalah, karena pasangan Lucas-Gisna memiliki seorang anak bungsu laki-laki yang teramat Silvania benci. Pria itu adalah sosok playboy yang selama ini selalu saja memancing amarah Silvania. Bertemu dengan pria itu sama saja dengan hilangnya perdamaian dalam diri Silvania. “Udah fix? Setuju sama pilihan Mami?” tanya ibunya di suatu sore saat mereka sedang berdua. Silvania memandang ibunya dengan wajah cemberut, namun kemudian menganggukkan kepala. “Sisi udah daftar online kemarin. Tinggal tunggu waktunya ujian tulis.” Ucapnya dengan wajah masih memberengut kesal. Carina juga bukannya tidak tahu apa yang membuat putri sulungnya itu kesal. Tapi ia pun tidak punya pilihan. Ia tidak bisa membiarkan putri sulungnya untuk tinggal di kediaman tantenya sementara saat ini tantenya sendiri sedang dirundung masalah pribadi. Dan ia sendiri tidak berani untuk membiarkan Silvania tinggal sendirian di Jakarta. Bukan karena Carina tidak percaya pada putrinya. Justru dirinya tidak percaya pada orang-orang yang nantinya akan ditemui putrinya. Sebagai seorang ibu, Carina tidak mau putrinya salah pergaulan. Ia masih ingin memantau putrinya semaksimal mungkin. Dan tinggal bersama keluarga Gisna adalah pilihan terakhir yang dimilikinya karena sisa keluarga Carina yang lain tinggal di kota yang sama dengannya, Bandung. “Kapan kakak pergi?” tanya ibunya lagi. Silvania menyebutkan tanggal ia melakukan ujian tertulis. Yang sebenarnya bukan ujian sebenarnya mengingat semua itu hanyalah formalitas saja. Carina menganggukkan kepala dan siap menginformasikan hal tersebut pada keluarga yang nantinya akan Silvania tinggali. Keluarga Levent sendiri senang setelah mendengar kabar Silvania akan tinggal bersama mereka di Jakarta. Di masa tuanya, Gisna dan Lucas merasakan rumah besar mereka sepi oleh penghuni karena putra-putri mereka sudah memiliki hidup mereka masing-masing. Meskipun sebenarnya mereka bisa dikatakan tak hidup berjauhan, tapi tetap saja, namanya juga kehidupan sudah berumah tangga, seringkali orangtua enggan untuk mencampuri hal pribadi meskipun mereka ingin. Dan dengan kehadiran Silvania di kediaman mereka, mereka mengharapkan ada keramaian lagi di rumah. Hal itu tidak dipungkiri karena pada dasarnya Silvania memang anak yang ceria dan suka bicara. Remaja menjelang dewasa itu juga sangat suka bergaul yang memungkinkannya nanti akan membawa teman-temannya ke rumah kediaman Gisna dan membuat rumah tersebut ramai oleh pengunjung. Hari yang berlalu terasa begitu cepat. Silvania, Carina, Agam dan juga kedua adik Silvania kini dalam perjalanan menuju Jakarta. Sisi—nama panggilan Silvania—tadinya meminta supaya orangtua dan juga adiknya tidak perlu ikut karena memang perjalannya kali ini tidak akan memakan waktu yang lama. Gadis itu menjanjikkan pada kedua orangtuanya bahwa ia akan kembali dalam dua atau tiga hari. Tapi orangtuanya bersikukuh untuk mengantarnya dengan alasan bahwa mereka akan bersilaturahmi dengan keluarga mereka yang ada di Jakarta. Silvania hanya bisa menurut saja meskipun lagi-lagi gadis itu hanya bisa memberengut kesal. Rumah kediaman keluarga Levent memang tidak bisa dikatakan biasa saja. Selain mereka tinggal di area perumahan yang mewah, mereka juga memiliki tanah yang tidak kecil. Mobil yang mereka gunakan kini sudah berada di depan sebuah rumah yang memiliki gerbang setinggi empat meter. Sebuah kamera pindai menyapa mereka tepat di sisi kanan dan kiri gerbangnya. Setelah tahu siapa yang datang, maka gerbang besar itu seketika terbuka dan penjaga yang berada di dalamnya memberikan sapaan hormat kepada mereka. Ayahnya memang bukan orang miskin—katakanlah mereka berkecukupan—namun kekayaan mereka tidak sampai pada kekayaan keluarga Levent, bahkan bisa dikatakan tak mencapai sepersepuluhnya. Itu yang Sisi perhatikan sejak dulu. Dan seharusnya, melihat keluarga dengan kekayaan seperti itu bisa membuat seseorang minder. Namun faktanya, perlakuan keluarga tersebut dan kesederhanaan yang mereka tunjukkan dibalik jubah emas mereka, membuat siapapun yang mengenal mereka malah merasa nyaman. Dan juga merasa hormat. Apalagi keluarga tersebut tidak pernah ragu untuk mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan bantuan. Selain neneknya, Caliana, dalam keluarga ibunya masih ada seorang lagi yang menikah dengan keluarga Levent. Dia adalah kakeknya, saudara kembar dari Caliana sendiri yang uniknya, menikah dengan putri sambung neneknya juga yang bernama Syaquilla Levent. Dan ya, seperti Levent kebanyakan, Oma Syaquilla juga adalah wanita yang rendah hati dan penyayang. Bahkan saat ini beliau mengurusi sebuah panti asuhan dan suaminya juga merupakan pensiunan direktur sebuah rumah sakit yang juga dibangun dan didanai oleh keluarga Levent. Melihat keseluruhan keluarga itu dari kacamata Sisi, memang amat sangat membanggakan. Namun sayang, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Karena dibalik semua hal yang positif itu, ada dua hal yang merupakan hal negative yang terbentuk dari keluarga Levent. Yaitu terciptanya sosok Rayyan dan Mirza. Ya, Rayyan dan Mirza Levent adalah paman-paman Silvania yang juga merupakan bungsu-bungsu keluarga Levent. Mirza Levent adalah paman Silvania dari pihak ibunya. Dia merupakan putra bungsu pasangan Caliana dan Adskhan Levent. Sementara Rayyan—pria yang menjadikan Sisi enggan tinggal di kediaman Gisna—adalah putra bungsu dari pasangan Gisna dan Lucas Levent. Yang membuat mereka negative di pandangan Cici adalah, karena keduanya bersepakat untuk menjadi pria playboy yang bertekad untuk mengencani banyak wanita sampai mereka puas dan memutuskan untuk menikah. Mereka adalah orang yang tidak pernah pandang bulu dalam mencari pasangan, dan hal itu membuat Cici merasa egonya sebagai seorang perempuan tersentil. Ya, kedua pria itu menganggap wanita sebagai mainan, yang saat mereka sudah bosan, mereka bisa menggantinya dengan yang baru. Silvania masih mengingat, saat ia masih duduk di kelas dua SMP, mereka sedang menghabiskan liburan bersama di kediaman Caliana Adskhan di Bandung. Disana, beberapa keluarga Levent berkumpul. Mulai dari yang paling tua sampai yang paling muda. Dan pada malam hari, para paman-pamannya tampak berkumpul di kolam renang, sedang asyik menikmati malam sambil berbincang sementara Sisi tahu para istri, remaja dan anak-anak sudah terlelap dalam tidur mereka. Sisi sendiri tidak berniat untuk menguping. Ia hanya kebetulan merasa haus dan ingin mengambil minum, namun dalam perjalanan kembali ke kamarnya, dia mendengar suara orang-orang dan kemudian tak sengaja mencuri dengar. “Berhentilah menjadi playboy.” Suara bernada teguran itu Sisi kenal sebagai suara pamannya, Akara. “Kalian sudah cukup dewasa, cari wanita baik-baik dan menikahlah dengannya. Jangan sia-siakan waktu kalian dengan terus melakukan hal-hal yang tidak berguna.” Lanjut putra pertama pasangan Lucas-Gisna tersebut. Dalam persembunyiannya, Sisi melihat kepala Rayyan dan Mirza menggeleng. “Akan ada masanya nanti kami mencari sosok calon istri.” Jawab Mirza yang kemudian diangguki oleh Rayyan. “Saat ini kami berniat untuk mengikuti jejak para playboy lain yang sudah menjadi pendahulu kami, bukan begitu?” Mirza menoleh pada Rayyan dan pria itu pun turut menganggukkan kepalanya. “Ada masanya penjahat taubat, begitu juga dengan playboy.” Ucap Rayyan—yang Sisi yakini menunjukkan cengiran konyolnya yang biasa SIsi lihat. Akara menggelengkan kepala. “Aku berhenti menjadi playboy di usia kalian.” Ucap pria itu lagi. “Dan kau mendapatkan pasanganmu di tujuh tahun setelah kau taubat menjadi playboy.” Mirza membalas ucapan sepupunya. “Aku tidak mau menghabiskan masa tujuh tahun itu sendirian. Aku ingin menikmatinya.” Ucapnya lagi. Pria itu mengacungkan tinjunya ke atas dan lagi-lagi, sepupunya Rayyan turut mengikuti. “Lagipula kami gak menyia-nyiakan waktu, A. Kami justru sedang belajar saat ini.” ucap Rayyan dengan cengirannya. “Memangnya apa yang kalian pelajari?” tanya Akara dengan nada mencemooh. “Wanita dan nafsu mereka pada sesuatu yang disebut ‘uang’.” Ucap Rayyan, kembali dengan cengiran di wajahnya. Mirza terkekeh dan mengangguk. “Mengencani para wanita membuat keinginan kami untuk bekerja keras dan menghasilkan uang yang banyak semakin besar.” Dukungnya. “Faktanya, uang adalah kunci utama untuk memikat wanita.” Lanjut Rayyan lagi. “Tak peduli rupamu jelek, kalau saldo di rekeningmu memiliki banyak angka nol, tidak akan ada wanita berpikiran sehat yang akan menjauh.” Mirza kembali turut menganggukkan kepala. “Wanita yang cerdas, tidak akan mau hidup bersama dengan pria miskin. Bullshit saat mereka mengatakan mencintai kita apa-adanya, karena saat ada pria lain yang isi dompetnya jauh lebih tebal, mereka akan meninggalkan kita.” Ucap nya yang diikuti anggukkan Rayyan. Akara menggelengkan kepala. “Kalian salah. Cinta yang sebenarnya, tak memandang usia, harta dan latar belakang kalian. Cinta yang sebenarnya adalah penerimaan, benar-benar menerima kalian apa adanya, tak peduli siapa kalian, asal usul kalian, masa lalu kalian. Rumah tangga yang sebenarnya adalah membangun semuanya bersama dari nol. Kalian mungkin menganggapnya klise. Tapi rumah yang sebenarnya bukanlah sebuah bangunan yang megah dengan banyak pintu dan jendela. Tapi rumah yang sebenarnya adalah sosok seseorang dimana kau ingin kembali padanya, merasakan hangat pelukannya, mendapatkan penenangan darinya saat kau marah, sedih dan gundah.” Mendengar jawaban Akara, kedua pria itu malah tertawa mengejek. “Akan ada masanya nanti kami akan bertekuk lutut pada seorang wanita, sepertimu A.” jawab Rayyan yang diangguki Mirza. “Tapi tidak sekarang.” Silvania sudah enggan menguping. Dia kembali berjalan menuju ke kamarnya dengan rasa kesal pada kedua pamannya. Bagaimana bisa ada anggota keluarganya yang begitu tak menghargai perempuan. Memangnya mereka tidak takut pada karma nyata? Bagaimana jika suatu saat nanti saudara mereka, sepupu, keponakan dan juga anak cucu mereka menjadi mainan playboy seperti mereka. Sisi bergidik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Dan sekarang, tahun berlalu sejak terakhir kali ia mendengar pembicaraan para pria itu, Sisi masih merasakan kekesalan yang sama pada kedua pamannya. Dan terlebih pada Rayyan. Karena Silvania melihat sendiri secara nyata betapa playboynya pria itu. Rayyan bahkan tidak pernah malu-malu menunjukkan kekasihnya, ia juga tidak peduli jika wanita yang dikencaninya itu lajang atau kekasih orang. “Mereka yang mau sama Uncle, mereka yang ninggalin cowok mereka buat uncle. Uncle gak pernah maksa mereka buat ninggalin pacar mereka.” Ucap Rayyan tanpa sedikitpun merasa bersalah saat suatu ketika Sisi melihat seorang pria yang marah memukul Rayyan di depan umum. Saat Sisi bertanya alasannya, pria itu mengatakan bahwa Rayyan sudah merebut pacarnya dari pria itu. Silvania tak banyak berkata. Ia hanya memandang pamannya itu dengan tatapan kesal. Dan pamannya, melihat wajah kesal Silvania dia malah justru menunjukkan cengiran lebarnya. Pria yang berusia enam tahun lebih tua darinya itu benar-benar bukan orang yang bisa Sisi tangani. Dan sekarang, Silvania berdiri di depan kediaman pria itu. Berharap, sampai masa kuliahnya selesai dia tidak akan bertemu dengan sosok yang menjengkelkan itu. Karena Rayyan, adalah sekumpulan virus yang menyebabkan kemarahan dan kekesalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD