Adel sedang mengemasi barangnya.
Ia pun kembali teringat dengan perbincangannya dengan Lucifer semalam.
Flashback.
"pertama, Kau harus pindah dari sini dan tinggal sendiri.."
"kenapa begitu?" Adel menatap Lucifer.
"orang-orang disini akan curiga padaku.. Aku juga tidak bebas untuk bertemu dengan mu dengan wujud asli Ku."
Adel mengangguk paham..
"kedua.. Kau tidak boleh dekat dengan pria manapun!!"
"tapi Aku punya tunangan." protes Adel.
"haaaa.... Tinggal batalkan saja pertunangan mu itu. Bukankah Ia juga tidak peduli padamu?"
"tidak bisa begitu.." Adel menatap serius. "...jika Aku membatalkan pertunangan, itu akan mempengaruhi bisnis Ayah, dan Ayah pasti tidak akan setuju."
"apa Kau mencintainya?" kali ini, Lucifer yang menatap serius pada gadis merah muda itu.
"Aku tidak tahu.." Adel memalingkan wajahnya.
Lucifer langsung meraih dagu Adel agar gadis itu menatapnya.
"Kau tidak perlu tunangan dengan nya.... Pria lemah sepertinya tidak pantas untuk mu.. Ingat!! Kau hanya milikku dan Aku adalah milik mu... Kau mengerti!!"
Adel langsung menganggukan kepalanya.
"bagus.. Gadis pintar.."
"....dan yang terakhir..." Lucifer meraih punggung tangan Adel. "...Kau harus mengikuti semua kata-kata Ku dan biarkan Aku berada di hatimu."
Cup..
Lucifer mencium punggung tangan Adel.
"...Kau mengerti?"
Adel kembali mengangguk dan membuat Lucifer tersenyum.
Flashback off.
Saat ini, Adel sedang duduk dihadapan sang Ayah yang masih sibuk membaca koran ditangannya.
"Ayah.. Aku ingin tinggal sendiri di apartemen."
sang Ayah pun menghentikan kegiatannya lalu menatap kearah sang Anak.
"kenapa tiba-tiba sekali?"
"Aku hanya ingin hidup mandiri..." ujar Adel.
Ia kemudian sedikit menundukan wajahnya. "...lagi pula, Ayah juga jarang pulang ke mansion. jika Aku sendirian, Aku jadi sering teringat Ibu."
Ayah membuang nafas. "baiklah."
diam sejenak, Adel pun menarik nafas. "sama satu lagi, Ayah."
sejujurnya, Adel belum yakin apakah Ia harus membicarakan masalah ini sekarang atau tidak.
namun, menurutnya jika dikatakan lebih cepat maka akan lebih baik.
"ada apa lagi?" sang Ayah kembali menatap puterinya.
"Aku ingin membatalkan pertunangan dengan Brian."
¤¤¤
"haaaaaahhhhhh...." Adel melempar tubuhnya ke ranjang.
Ia tidak menyangka jika sang Ayah akan semudah itu mengijinkannya untuk keluar dari mansion.
apalagi, Ayahnya itu sama sekali tidak bertanya kenapa Ia sampai mengajukan pembatalan pertunangan.
padahal, Adel kira jika Ayahnya akan marah atau setidaknya protes dengan rencananya itu.
tetapi, Adel juga harus bersyukur tentang hal itu.
Ia baru saja tiba di apartemen yang sudah disiapkan oleh sang Ayah.
Merasa ada pergerakan disisi ranjang, Ia pun langsung menoleh memiringkan tubuhnya.
Sedikit terkejut, karena sudah ada Lucifer disana.
"bisakah Kau datang seperti orang normal?"
"ya...bagaimana ya? Habisnya, Aku bukan orang sih." ujarnya sarkas.
Adel hanya bisa membuang nafas pasrah.
Lucifer ikut membaringkan dirinya disamping Adel.
"hei..gadis!!"
Adel kembali menoleh kearah Lucifer, menatapnya seperti menunggu kelanjutan kalimat sang Iblis.
"tidak bisakah Kau menyuruh Ku membunuh seseorang atau paling tidak... Menyiksa seseorang gitu?"
"hah???" Adel langsung bangkit dan menatap tak percaya Lucifer.
"Aku ini iblis... Jika Aku tidak membunuh atau melakukan kejahatan, Aku bisa melemah karena hasrat Ku tidak tersalurkan."
Iblis itu ikut bangkit dan duduk disamping Adel.
Adel langsung menggeleng cepat. "tidak..tidak.. Kau tidak boleh membunuh sembarangan. Aku tidak akan mengijinkannya!!"
Gadis itu memijit pelipis nya. "...haaahh.. Memangnya tidak ada cara lain untuk melampiaskannya?"
Lucifer memalingkan wajahnya. "se...sebenarnya ada cara lain..."ujarnya malu-malu.
Adel menatap aneh kelakuan iblis tersebut yang tiba-tiba tersipu seperti itu.
"..i..itu..cara lainnya itu...."
"itu apa sih?" tanya Adel tak sabar.
"A..Aku harus menyalurkan hasrat seksual Ku.."
"APA???? Kau bilang apa??"
"Aku harus melakukan skinship atau berhubungan intim agar hasrat Ku tersalurkan." jelas Lucifer.
"Kau gila? Aku tak mau!!"
Lucifer menggembungkan pipinya. "yasudah.. Kalau begitu cara satu-satunya Aku harus membunuh atau menyiksa seseorang.."
Adel berfikir sejenak.
Tidak mungkin Ia mengijinkan iblis itu membunuh seenaknya.
Akan jadi masalah jika Lucifer membunuh orang sembarangan.
Bisa-bisa, namanya akan masuk kedalam daftar pencarian orang.
Menarik nafas sebelum memulai kalimatnya. "Kau jangan membunuh. Tetapi...." kali ini, Adel yang memalingkan wajahnya dan tersipu malu. "...tolong berikan Aku waktu sampai diriku siap melakukan seks dengan mu."
Lucifer langsung sumringah dan Ia mengangguk cepat. "oke..oke.. Kita akan melakukannya bertahap..." ujarnya sambil menatap Adel. "...Kita bisa mulai dari ciuman dulu."
"Apa? Sekarang?"
Adel kembali dikejutkan oleh perkataan iblis tampan tersebut.
¤•¤•¤•¤
"Natasia..."
Gadis bernama Natasia itu pun menoleh. "Ghavin?"
"apa Kau tahu dimana Adel? Aku mencoba menghubungi nomornya tetapi tidak bisa."
Ya.... sudah dua hari ini, gadis itu absen sekolah.
Ia pun tidak memberi kabar pada teman sekelasnya.
Bahkan Natasia pun tidak mendapat kabar dari sahabatnya itu.
saat Reji kembali ke mansion setelah menyusul Adel pun, Ia hanya mendapati sang Kakak yang semakin geram karena tidak dapat menemukan keberadaan Adel.
Dan hal tersebut sukses membuat Natasia semakin merasa bersalah.
"Ghavin. A..Aku juga tidak tahu Adel di..dimana. Ia juga tidak memberi Ku kabar."
Ghavin membuang nafas.. "haaah.. Begitu rupanya. Aku sangat khawatir padanya, karena tidak biasanya nomor handphone nya tidak aktif."
Mendengar itu, Natasia hanya bisa meremas ujung rok sekolahnya menahan cemburu.
"yasudah kalau begitu. Maaf sudah mengganggu mu Natasia." ujar Ghavin sebelum beranjak meninggalkan Natasia yang masih menatap kepergiannya.
Natasia sudah saling mengenal saat meraka masih duduk di taman kanak-kanak.
semakin bertambah besar, Natasia semakin menyadari jika Ia menyukai Ghavin.
sementara pemuda itu hanya menganggap Natasia sebatas sahabat.
sampai pada akhirnya, Natasia harus menerima kenyataan bahwa Ghavin menyukai Adel.
setiap bertemu, Ghavin selalu menceritakan tentang Adel padanya dengan wajah tersenyum.
cemburu?
ya.. Natasia sesungguhnya cemburu.
hanya saja, Ia tidak ingin hubungan pertemanannya yang telah Ia bangun selama ini hancur hanya karena perasaan egoisnya saja.
lagi pula, Adel adalah satu-satunya sahabat yang selalu ada untuk nya.
"kenapa? kenapa harus Adel yang Kau cintai." gumam Natasia sangat pelan.
Namun, Ia tidak tahu jika ada seseorang yang mendengar ucapannya dari balik dinding sekolah.
¤•¤•¤•¤
Adel sedang berada di toko buku, sambil menunggu Lucifer yang bilang ingin menjemputnya dengan menyamar sebagai manusia.
Adel sedang berada di toko buku, sambil menunggu Lucifer yang bilang ingin menjemputnya dengan menyamar sebagai manusia.
Ini adalah hari pertama Ia kembali sekolah.
Begitu tiba pagi tadi, Natasia langsung menyambar, memeluk tubuhnya erat sambil meminta maaf.
Adel tidak mengerti kenapa sahabatnya itu malah meminta maaf padanya.
Tadinya, Natasia pun bersikeras untuk ikut ke toko buku. Beruntung Ayahnya menelepon dan menyuruh pulang cepat. Kalau tidak, Adel bingung harus bagaimana menjelaskan tentang Lucifer.
Begitu pula dengan Ghavin dan Althezza. Kedua temannya itu mencecarnya dengan berbagai pertanyaan karena Ia absen selama tiga hari tanpa kabar.
Untung saja otak cerdas Adel langsung bekerja mencari alasan dan kedua pemuda itu pun percaya.
Sudah sekitar setengah jam, Adel berada di toko buku.
Mulai merasa lelah, Ia pun memutuskan untuk keluar dari toko tersebut.
Ketika sampai di loby, ada sebuah mobil terparkir didepannya.
Adel menautkan alisnya.
Kaca mobil pun terbuka, menampilkan Lucifer didalamnya.
'dari mana Ia mendapatkan mobil ini? Jangan-jangan Ia habis merampok." batin Adel.
"hei gadis!! Cepatlah masuk." ujar Lucifer.
Adel pun memasuki mobil tersebut lalu menatap pria iblis yang sedang duduk di kursi kemudi.
"dari mana Kau mendapatkan mobil dan pakaian itu?"
Saat ini, Lucifer mengenakan setelan jas hitam serta kaca mata hitam
Lucifer menoleh kearah Adel. "kenapa? Apa Kau suka penampilan Ku yang seperti ini?"
"hei!! Seharusnya Kau menjawab bukan malah bertanya balik.." Adel melipat kedua tangannya didepan d**a. "...lagi pula, apa Kau tidak bisa mengurangi sedikit ketampanan mu itu?"
"hoo..."
Mendengar itu, Lucifer langsung menampilkan smirknya.
Ia mencondongkan tubuhnya kearah Adel, mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu. "...bersyukurlah karena hanya Kau yang bisa memiliki diriku yang mempunyai ketampanan maksimal seperti ini."
Ia kemudian mengecup singkat pipi milik Adel dan sukses membuat sang empunya terlonjak kaget.
"Apa-apaan Kau? Kenapa tiba-tiba mencium ku?"
"hah?" Lucifer menatap heran kearah Adel. "...bukan kah kemarin Kau sudah setuju untuk sering melakukan skinship dan berhubungan seks dengan Ku?"
Blushh
Ucapan Lucifer langsung membuat wajah Adel berubah semerah tomat.
"dasar iblis m***m!!"
Lucifer hanya bisa terkekeh melihat respon Adel.
¤•¤•¤•¤•¤•¤
Ketika sampai diapartemen, tubuh Adel menegang melihat siluet seseorang yang belum siap Ia temui.
"Brian?"
Kenapa pria itu ada disini?
Padahal biasanya jika tidak diminta, pria itu tidak pernah menemui Adel lebih dulu.
Hanya ketika ada acara keluarga atau urusan penting saja, pria itu menemui Adel.
Brian langsung menoleh dan membalikan badannya menghadap Adel.
Namun, tatapannya beralih kearah Lucifer yang berada disamping Adel.
"Adel? Sejak kapan Kau memakai bodyguard?"
Adel langsung menoleh kearah Lucifer yang saat ini memasang wajah aneh seperti ada perepatan siku didahi iblis tersebut.
"A..Aku..."
"Nona Adel memutuskan memakai jasa bodyguard karena selama ini tidak ada yang bisa diandalkan untuk melindunginya..." bukan Adel yang menjawab, melainkan Lucifer. "....Bahkan, tiga hari yang lalu saat Nona Adel terjebak dalam gudang sekolah sampai tengah malam. tidak ada seorang pun yang tahu dan datang menolong. Bahkan tidak ada yang menyadari jika Nona belum pulang kerumah." ujarnya sarkas.
Wajah Brian langsung berubah. Terlihat jika Ia merasa bersalah dan menyesal karena tidak berada disisi gadis itu ketika Ia dalam kesulitan.
"maaf kan Aku, Adel."
"sudahlah Brian. Lagi pula, Kau pasti sibuk dengan urusan mu..." Adel berjalan ke arah pintu apartemen, menekan password aprtemennya dan membuka pintu tersebut. "...silahkan masuk..." tawar Adel.
"....Kau pasti memiliki urusan penting sampai harus datang kemari." lanjutnya.
Mengangguk, pria bersurai pirang itu pun mengikuti langkah Adel.
Saat ini, mereka sudah berada di ruang tamu apartemen.
"jadi... Ada apa?"
Brian sedikit menundukan kepala. "ap..apa benar, Kau ingin membatalkan pertunangan Kita?"
Ah ternyata Ayahnya sudah memberi tahu pada Brian.
Adel pun menganggukan kepalanya.
"benar.."
Mendengar itu, Brian langsung mengangkat wajahnya menatap tak percaya gadis yang duduk dihadapannya tersebut. "kenapa?"
Adel membuang nafas kasar. "Ku fikir, hubungan ini akan menjadi halangan dalam pekerjaan mu. Lagi pula, bukankah Kau juga tidak memiliki perasaan terhadap Ku, Brian?" ujar Adel sambil tersenyum.
Dengan cepat, Brian menggeleng. "tidak!!! Kau salah, Adel"
Adel menautkan alisnya.
Salah? Apa maksudnya?
Selama bertunangan, Ia dan Brian hanya pernah berkencan sekali. Itupun berakhir dengan Brian yang pergi lebih dulu karena ada urusan bisnis.
Bahkan, bisa dihitung berapa kali pemuda itu menghubunginya dalam sebulan.
"Aku? Salah? Maksudnya?"
"Aku mencintai mu, Adel. Sejak dulu...." Brian mencondongkan tubuhnya kedepan dan menatap serius gadis itu. "....sejak pertama pertemuan Kita, Aku sudah memiliki rasa terhadap mu."
Apakah perkataan pria itu bisa dipercaya?
Mengingat setiap hal yang telah Adel lalui selama ini?
"maaf, Brian.."
Brian beranjak dan langsung bersimpuh dihadapan sang gadis sambil meraih kedua tangannya.
Hal itu, membuat Lucifer mengepalkan tangannya.
"Aku mohon, jangan batalkan pertunangan ini." pinta Brian.
"Nona Adel..." Lucifer bermaksud untuk menjauhkan Brian dari miliknya.
Namun, Adel menggesturkan agar Lucifer tidak ikut campur dulu agar pria itu tidak curiga.
Iblis itu pun tahu isi hati Adel dan menahan sikapnya.
Adel menggeleng lemah. "maafkan Aku, Brian. Aku...."
Menggelengkan kepala, Pria itu semakin mengeratkan genggamannya "jangan diteruskan..." Ia mengangkat wajahnya menatap Adel. "....pikirkanlah kembali keputusan mu..."
Ia kemudian melepas genggamannya dan bangkit. "...Aku harus pergi sekarang. Aku berharap, Kau bisa memberiku kesempatan." ucapnya sebelum beranjak, meninggalkan apartemen gadis tersebut.
Lucifer menepuk bahu Adel yang sedang menundukan wajahnya.
Gadis itu pun langsung mengangkat wajahnya dan menoleh kearah Lucifer.
"tenang saja, Aku tidak akan goyah..." menggenggam tangan Lucifer. "....bukankah Aku ini milik mu." senyum terukir di wajah manis Adel.
Lucifer hanya bisa mengangguk tanpa menjawab.
¤•¤•¤•¤•¤
saat ini, Natasia sedang berada di ruang kerja sang Kakak.
jika dilihat seperti ini, Kakaknya terlihat seperti pria muda normal pada umumnya.
"Kak... Adel tadi sudah hadir di sekolah."
Reji yang tadinya sedang berkutat dengan pekerjaannya di depan laptop pun langsung bangkit dan menatap sang adik.
"bagaimana keadaannya? Apa Ia terluka? Apa kulitnya ada yang tergores?"
"ti...tidak. di..dia baik-baik saja."
Membuang nafas lega. "syukurlah..." Ia kembali duduk di kursi kerjanya. "...hal cantik seperti dirinya jangan sampai terluka sedikit pun... Aku jadi ingin cepat-cepat menjadikannya milik ku." ujarnya sambil memejamkan matanya.
Mendengar itu, Natasia hanya bisa berdoa agar sang Kakak tidak melakukan hal diluar nalar untuk mendapat sahabat merah mudanya tersebut.
Ia kenal betul dengan sang Kakak.
Putera sulung keluarga Albert itu memang terlihat normal.
Bahkan banyak sekali yang mengidamkan untuk bisa dekat dan menjadi pasangan pria tersebut
Mereka tidak tahu jika pria yang di idamkan itu ternyata memiliki sebuah penyakit.
Penyakit yang hanya di ketahui oleh Natasia dan sang Ayah.
Penyakit yang bahkan mendiang sang Ibu pun tidak mengetahuinya..
¤•¤•¤•¤
"Aku baru menyadari, jika tubuh mu se wangi ini."
Lucifer menelusupkan kepalanya keleher jenjang milik Adel sambil memeluk gadis tersebut dari belakang.
"jangan bicara seperti om-om m***m seperti itu."
Setiap malam, mereka selalu berbagi ranjang yang sama. Tidak melakukan seks, hanya saling berpelukan sampai pagi atau berciuman sesekali.
Ya... Adel memang mengatakan jika Ia belum siap jika harus berhubungan seks dengan iblis tampan tersebut.
Dengan alasan jika Ia masih lah seorang pelajar.
Lucifer pun memberikan keringanan akan hal itu. Sebagai gantinya, mereka harus melakukan skinship dan berciuman lebih sering.
"hei, gadis..."
"Kita tidur satu ranjang, tapi Kau masih memanggil Ku begitu. Atau jangan-jangan Kau tak ingat namaku." protes Adel.
"Aku tahu kok.."
Adel berbalik menatap Lucifer. "Kalau tahu, kenapa tidak memanggil namaku?"
"apakah itu penting?"
Mendengar jawaban Lucifer, Adel mengembungkan pipinya dan kembali membalikan badan membelakangi iblis tersebut.
"hei.. Kau kenapa?"
Tidak menjawab.
"oi.... Kau kenapa?"
Adel masih tidak menjawab.
"hei.. hei.. Apa Kau mau lihat sihir?" Lucifer mengeluarkan api dari jarinya.
Adel malah menggeser tubuhnya, menjauh dari Lucifer.
Iblis itu memejamkan matanya. Kemudian, Ia mendekatkan bibirnya ditelinga sang gadis. "Adel... Apa besok pagi Kau ingin mandi bersama?"
Buaghhh
Sebuah bantal berhasil mendarat diwajah iblis tersebut. "hentai.. Ecchi.. Yadong..!!"
Adel kemudian menutupi tubuhnya dengan selimut sampai menutupi kepala. Dan hal itu, sukses membuat Lucifer terkekeh geli.
¤•¤•¤•¤•¤•¤
"Paman, mengapa Kau setuju begitu saja dengan keputusan Adel untuk tinggal sendiri bahkan memutuskan pertunangan dengan Ku?"
Saat ini, Brian sedang berkunjung ke mansion keluarga Adel.
"Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya Ia rencanakan. Lagi pula, bukankah bagus jika anak itu ingin hidup mandiri..." jawab Indra masih sibuk mengurusi dokumen dihadapannya. "...kalau soal pembatalan pertunangan, Aku juga tidak menduga nya. Apa sekarang Kau merasa keberatan?"
Brian mengangguk. "Aku tidak akan menyerah untuk Adel."
"lakukan saja." ujar Indra.
"oh ya Paman,, Sejak kapan Adel memakai jasa bodyguard?"
Indra menautkan alisnya. "Aku tidak mengirimkan bodyguard untuknya. Kau tahu sendiri, jika Adel tidak menyukai hal seperti itu."
Jawaban Indra, membuat pria bersurai kuning itu bingung.
Jika bukan bodyguard. Lantas siapa pria yang ada di apartemen bersama Adel nya?
Mungkin Ia harus mulai menyelidiki tentang hal ini.
¤•¤•¤•¤
Seperti biasa.. Pagi ini di meja makan apartemen sudah tersedia berbagai macam makanan, minuman dan buah.
"bisakah Kau hanya menyediakan satu jenis makanan saja?"
Lucifer menatap Adel. "pantas saja badan mu kecil. Makan mu saja sedikit sekali."
"manusia normal mana ada yang bisa menghabiskan sepuluh jenis makanan sekaligus."
"kalau Kau tidak memakan semuanya, biar Aku saja yang menghabiskannya."
Adel hanya bisa berdecih.
"oh ya.. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu..."
Adel mengangkat wajahnya menatap Lucifer.
"....mulai sekarang Kau harus lebih berhati-hati, karena bau iblis Ku sudah menyatu dengan tubuh mu."
"maksudnya?" gadis itu menautkan alisnya.
"haah... Jika seorang manusia melakukan kontrak dengan iblis lalu mereka sering melakukan skinship atau hubungan seks, maka bau tubuh sang iblis akan menempel dengan manusia tersebut dan mengundang perhatian iblis atau makhluk lainnya. Jadi, jika Aku sedang tidak ada disamping mu maka Kau tidak boleh dekat atau pun mempercayai orang lain....."
Adel hanya diam mendengarkan ucapan Lucifer.
"....berhubung Kita belum melakukan seks, jadi Aku tidak bisa dengan cepat melacak keberadaan mu jika sampai ada iblis atau makhluk lain yang membawa mu. Oleh karena itu, mulai sekarang Kau harus hati-hati."
"ap..apa yang terjadi jika mereka berhasil membawa ku?"
"entahlah.... Mungkin mereka akan mengeluarkan jantung mu atau merobek isi perut mu lalu memakannya." ujar Lucifer dengan senyuman tiga jarinya.
Sementara, gadis itu hanya menatap horor iblis tersebut.
'bagaimana bisa, Ia membicarakan hal seperti itu sambil tersenyum.' batin Adel.
Puk...
Lucifer menepuk pucuk kepala Adel.
"jangan khawatir... Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh milik ku. Lagi pula, level Ku berada jauh diatas iblis lainnya."
"Kau janji?"
Lucifer menganggukan kepalanya.
¤•¤•¤•¤•¤•¤
Adel baru saja tiba disekolah.
"Adel..."
Seorang gadis berlari kearahnya.
"..Aku kemarin ke mansion mu, tapi katanya Kau sekarang tidak tinggal disana. Kenapa tidak cerita Padaku?"
"ah... Soal itu..." Adel menggaruk tengkuknya. "...Aku hanya ingin belajar hidup mandiri."
"wah.. Kau keren sekali, Del. Andai saja Aku juga bisa seperti itu."
Mereka berdua berjalan bersama menuju kelas.
"oh ya, del... Apa minggu ini Kau ada acara?"
"tidak, memangnya ada apa?" gadis dengan surai merah muda itu menoleh kearah sang sahabat.
"Ayah dan Kakak Ku akan ada bisnis keluar Kota. Jika tidak keberatan, maukah Kau menginap di mansion Ku?"
Adel menimbang sebelum menjawab.
Sudah lama juga Ia tidak menghabiskan waktu bersama sahabatnya itu.
Akhirnya... Adel pun menganggukan kepala. "baiklah. Hari minggu Aku akan berkunjung ke mansion kelua...."
Brukk
Seseorang sengaja menabrak bahunya.
"heh jalang!! punya mata tuh di pake ya!!"
"sorry.."
"cih.. Enak saja cuma minta maaf."
Siswi itu mendorong tubuh Adel.
"su..sudah Erin.. Adel kan sudah minta maaf. Lagi pula, kan Erin yang lebih dulu nabrak."
"Apa??!!"
Erin mengangkat tangan kanannya hendak menampar Natasia.
Grepp..
Dengan sigap, Adel menahan pergelangan tangan Erin.
"jangan sentuh Natasia!!"
Erin menghentakkan tangan Adel.
"hoo... Sudah berani rupanya... Liat saja pembalasan Ku nanti." ucapnya sebelum beranjak dari sana.
"Nata, Kau baik-baik saja?"
Natasia menatap Adel.
"A..Aku tidak apa-apa. Adel sendiri bagaimana?"
"Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir..." ujarnya sambil tersenyum. "...bagaimana kalau Kita ke kelas sekarang?"
Natasia mengangguk.
¤•¤•¤•¤•¤•¤
"Dia sudah berhasil bebas."
Brakk...
"bagaimana mungkin itu bisa terjadi?"
"seorang gadis biasa berhasil membebaskannya."
Pria itu menatap seseorang dihadapannya.
"seorang gadis? Bagaimana mungkin seorang gadis biasa bisa menyelamatkannya?"
"Saya juga tidak yakin. Apa Tuan ingin Saya menyelidikinya kembali?"
"ya.." Ia menatap tajam kedepan. "...Aku ingin Kau bawa gadis itu kepada Ku."
"baik.. Tuan..." Ia pun menghilang dari sana.
Sementara, Pria yang dipanggil Tuan itu mengepalkan tangannya.
"sialan!!! Lihat saja, Aku akan kembali mengambil segalanya darimu sampai Kau sendiri yang akan meminta padaku untuk dilenyapkan, Lucifer." ujarnya dengan mata berkilat tajam.
masih teringat jelas pertarungannya dengan Lucifer beberapa ratus tahun lalu.
Ia sudah tidak sabar untuk melihat wajah marah teman lamanya tersebut.
to be continued.