bc

ventus diaboli

book_age18+
20
FOLLOW
1K
READ
dark
sex
goodgirl
drama
mystery
female lead
others
friendship
supernatural
crime
like
intro-logo
Blurb

mempunyai wajah cantik dan terlahir di keluarga kaya tidak serta merta membuat Adelia bahagia.

kesepian dan penderitaan sudah sering Ia rasakan.

mulai dari perceraian orang tuanya,

tunangan yang tidak peduli padanya, sampai tindakan pembullyan yang dilakukan temannya.

namun suatu hari. pertemuan nya dengan seorang Iblis menjadi awal dari setiap perubahan di hidupnya.

bagaimana kehidupan Adel kedepannya?

chap-preview
Free preview
perjanjian
Plak "ah... Sa..sakit Erin.." Pipinya terasa sakit dan surainya terasa perih saat gadis bersurai ponytail itu menampar lalu menjambak rambut panjangnya. "bagaimana rasanya, hah?" gadis itu memekik didepan wajah seorang gadis yang rambutnya masih Ia jambak. "...hei, Adel...jangan karena Kau cantik dan keluarga mu kaya, Kau bisa mendapatkan apa saja!! Mentang-mentang para lelaki itu mengagumi mu, Kau bisa seenaknya!!" Manik coklatnya mulai berkaca-kaca. Ia tidak tahu kenapa gadis itu sangat membencinya. Seingat Adel, Ia tidak pernah melakukan kesalahan pada gadis yang merupakan primadona disekolahnya tersebut, sampai Ia harus dibenci seperti ini. "semakin melihat wajah mu, rasanya Aku semakin muak!!" Byuurr.... Gadis bernama Erin itu beserta teman-temannya menyiram air bekas pel ke tubuh Adel. Suara tertawa menggema dikamar mandi sekolah tersebut. "mati saja Kau!!" ujarnya sebelum meninggalkan Adel dikamar mandi sendirian. "hikss..hikss... Kenapa? Kenapa selalu begini? Sebenarnya apa salah Ku?" gadis itu memeluk lututnya meringkuk dilantai kamar mandi. Tap... Tap.. Tap... "Adel..." seorang gadis bersurai pendek menghampirinya dan memberikan jaket pada sahabatnya itu. "...astaga!! Apa ini perbuatan Erin dan geng nya lagi?" Adel mengangkat wajahnya. "Na..Nata..." Ujarnya sebelum kesadarannya menghilang. ¤•¤•¤•¤•¤ "bagaimana kondisinya?" "apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Ia sering sekali seperti ini?" Sayup-sayup, Adel bisa mendengar suara seseorang yang sangat Ia kenal. Perlahan, kelopak matanya terbuka menampilkan manik yang terlihat redup. "Adel... Kau sudah sadar?" pria itu menatap khawatir padanya. "Brian? Kenapa Kau ada disini?" mengedarkan pandangannya. "..dimana Aku?" Adel memegangi kepalanya yang terasa pusing. Brian adalah laki-laki yang merupakan tunangan dari Adel. "Kau ada di rumah sakit. Natasia menelepon Ku. Tadi Kau pingsan disekolah. Lebih baik Kau istirahat dulu Aku akan panggil dokter." Brian membalikan badannya.... Hap... Adel menahan pergelangan tangan Brian. "Ka..Kau mau kemana? Jangan pergi." Pria itu kembali berbalik pada gadisnya. Ia membelai pipi yang lebam itu. "Kau tenang saja. Aku hanya akan memanggil dokter." Brian kemudian pergi meninggalkan ruangan Adel. Tak lama, Dokter pun datang lalu memeriksa kondisi Adel. Gadis itu menatap kebelakang sang Dokter.. "maaf, Dok.. Apa Anda tahu dimana pria yang tadi menemani Saya?" Sang dokter menatap kearah Adel. "maaf, Nona. Tetapi Saya kurang tahu." Adel menganggukan kepala. Sejujurnya Ia merasa sangat kecewa. Brian selalu saja meninggalkannya sendiri, sama seperti sang Ayah. Tok.. Tok.. Tok.. Mereka menoleh kearah pintu. Ceklek... Nampak Natasia bersama dengan dua orang pemuda dibelakangnya. "Adel.. Bagaimana keadaan mu?" "Nona Adel sudah boleh pulang. Saya akan memberikan resep obatnya." ujar sang Dokter. "terima kasih, Dok." Adel menatap ketiga orang sahabatnya yang baru saja tiba. "Adel maaf ya.. Ghavin dan Tezza memaksa untuk ikut..." Natasia duduk ditepi ranjang Adel. "....Kami datang untuk menjemput mu." "Apa Ayah Ku tahu, Aku ada disini?" Raut wajah Natasia langsung berubah. "maaf, ya Del.. Aku sudah menghubungi Ayahmu, tetapi beliau sedang ada rapat yang tidak bisa di tunda." Mendengar itu, Adel langsung menundukan wajahnya dan meremas selimut yang menutupi tubuhnya. Ketiga orang disana saling pandang melihat ekspresi Adel. "eheemm... Adel... Apa Kau ingin makan sesuatu? Ku dengar, ada toko kue yang baru buka di seberang rumah sakit ini." ujar Ghavin. Pemuda itu sangat tahu jika gadis itu sangat menggemari makanan manis. Benar saja, Adel pun langsung mengangkat wajahnya menatap Ghavin. "benarkah?" Ghavin menganggukan kepalanya. "baiklah, Aku akan bersiap sekarang untuk pulang." ujar Adel kembali semangat dam membuat semuanya bernafas lega. ¤•¤•¤•¤•¤•¤ "Tuan... Apa Anda yakin tidak akan menjenguk Nona dulu sebentar?" Pria paruh baya bersurai coklat itu menghentikan langkahnya. Ia kemudian menoleh kearah asisten dibelakangnya. "Dokter yang mengurusnya sudah memberi kabar jika Ia sudah diperbolehkan pulang. jadi untuk apa Aku kesana? Lagi pula, teman-temannya datang menjemput. Aku tidak mau mengganggu." "tetapi..." Lirikan tajam pria itu membuat sang asisten menghentikan ucapannya. Mereka pun kembali melangkahkan kaki menuju keruang rapat. ¤•¤•¤•¤•¤ Saat ini, Adel bersama Natasia, Ghavin dan Althezza sudah berada di toko kue yang tadi dibicarakan. Memesan beberapa jenis kue disana. "Adel, seharusnya Kau panggil saja Aku jika sedang mengalami kesulitan seperti tadi... Apa Kau tidak ingin melaporkan masalah ini ke pihak berwajib?" Adel menggelengkan kepalanya. "terima kasih, Ghavin. Tetapi, jika Aku melaporkan hal ini ke pihak berwajib, bukankah masa depannya bisa hancur? Aku tidak mau hal itu terjadi." Inilah salah satu kelemahan gadis itu. Ia memiliki sifat yang saaaaaaangaaatt baik. "te...tetapi hal itu sudah berlebihan." Adel tersenyum. "tidak.. Mungkin saja Aku telah menyakitinya secara tidak sengaja, sehingga Ia sangat membenci Ku. Lagi pula, Aku yakin suatu saat Ia pasti akan sadar." "tck... Kau terlalu baik." ujar Althezza. "Natasia..." Mereka menoleh kearah sumber suara. "Kak Reji? Kenapa kemari?" Tidak menjawab, Reji malah langsung berjalan menuju Adel dan menampatkan diri disamping gadis tersebut. Natasia sudah hafal betul kelakuan Kakaknya itu. Pria yang merupakan pebisnis muda itu memang sangat terobsesi pada gadis tersebut. "cantik.. Kenapa tidak bilang kalau Kau sakit? Aku sangat khawatir, Kau tahu." Ghavin dan Althezza menatap tak suka pada Pria yang baru saja datang tersebut. Adel menoleh kearah Reji. "Saya tidak apa-apa Kak." Tatapan Reji langsung berubah serius ketika melihat pipi Adel yang biasanya terlihat putih mulus kini menjadi lebam. "siapa yang melakukannya?" Adel langsung memalingkan wajahnya. Reji pun menoleh kearah sang adik. "Natasia!!! Katakan!!" "i..itu..." mau tak mau, Natasia pun menceritakannya pada sang Kakak. Tangan Reji sudah terkepal kuat. Ia berjanji akan membalas itu semua. Apapun akan Reji lakukan untuk Adel. Bahkan, Ia pun sanggup membunuh seseorang demi Adel. ¤•¤•¤•¤•¤•¤•¤ Dua hari pun telah berlalu.. Entah kenapa, hari ini terasa begitu tenang bagi Adel. Tetapi, hal seperti itu justru membuat perasaan nya lebih tidak enak. Pasalnya... saat bertemu Erin dan gengnya, gadis itu melewati Adel begitu saja. Padahal biasanya, Ia selalu mencari gara-gara dengannya. Namun, mengingat pertemuannya tadi dengan Erin, Adel sadar jika pipi gadis itu terlihat lebam. "Adel.." Gadis itu langsung menoleh kearah sumber suara. Seorang siswi kelas sebelah menghampirinya dengan membawa setumpuk buku. "....Pak Aldo meminta Ku untuk memberikan ini padamu. Beliau menyuruh mu untuk membawanya ke ruangan XXV dilantai dua." Adel mengerutkan dahinya. "bukankah itu ruangan tak terpakai?" Siswi itu mengangkat kedua bahunya. "entahlah.. Aku hanya menyampaikan pesannya." Adel mengangguk. "baiklah.. Aku akan membawa buku ini kesana." "Adel, apa ingin Aku temani?" Adel menoleh kearah sang sahabat. "tidak perlu, Nat. Bukankah Kau harus menyerahkan buku absen itu ke ruang guru?" "ah... Benar juga.." Adel langsung mengangkat tumpukan buku itu dan keluar kelas tanpa rasa curiga. Tap.. Tap.. Tap... Adel telah sampai di kelas yang dimaksud. Sepi... Dan berdebu... Ruangan tersebut sudah lama tidak terpakai. Letaknya yang berada di ujung lorong pun membuatnya semakin tidak terawat dan jarang dilewati. Sreekkk... Adel membuka pintu geser ruangan lalu masuk kedalamnya. Ia pun meletakkan tumpukan buku tersebut disalah satu meja. Gelap... Lampu diruangan tersebut mati.. Ketika Ia ingin berbalik.. Sreek.... Ceklek.... Pintu ruangan langsung tertutup. Adel berlari kearah pintu. Dok..dok..dok..dok...dok..dok.. "siapa pun, Aku mohon buka pintunya..." Dok..dok...dok...dok... Adel kembali menggedor pintu yang terkunci tersebut. Namun, tak ada yang menjawab.. Berkali-kali Ia berteriak dan menggedor pintu tersebut, hasilnya tetap sama. Tidak ada siapa pun yang menolongnya. Ia menjatuhkan tubuhnya di lantai. "hiks.. Siapapun... Siapa pun tolong Aku.. Hiks... Ku mohon.." Natasia pov.. Setelah mengantarkan buku absen, Aku berniat menyusul Adel. Entah kenapa, perasaan Ku tidak enak sedari tadi. Aku mulai menaiki tangga menuju ruangan XXV.. Itu adalah kelas tak terpakai. Dok...dok..dok... Suara gedoran pintu terdengar saat Aku mulai mendekat keruangan tersebut. Betapa terkejutnya Aku ketika suara Adel yang terdengar dari dalam sana. Aku semakin mendekat dan ingin membuka pintu ruangan tersebut.... puk... Seseorang tiba-tiba saja menepuk bahu Ku.. Aku menoleh kebelakang. "Erin?" "halo, sayang... Kau mau apa, hah?" Erin mendorong tubuh Ku sampai membentur ke dinding. "jika Kau menyelamatkannya, Aku akan membongkar semua rahasia mu padanya..." bisiknya Padaku. "....bukankah Ia satu-satunya teman mu yang berharga?" Ya... Erin mengetahui semua rahasia Ku. Aku tidak bisa apa-apa.. Aku tidak bisa melawannya.. Ia pun menyuruh Ku pergi dari tempat itu dan meminta Ku untuk tidak mengatakannya pada siapapun. Aku hanya bisa menuruti nya. "maaf kan Aku, Adel." hanya itu yang bisa Aku ucapkan. Natasia pov end. ¤•¤•¤•¤ Entah sudah berapa lama Adel berada diruangan tersebut. Yang pasti, nafasnya sudah semakin terasa sesak karena ruangan tersebut begitu kotor dan berdebu. Ia mencoba berdiri, dan meraba-raba sekitar... Ketika Ia ingin meraih sesuatu, kepalanya terasa berputar dan..... Prangggg..... Sebuah buku dan botol kaca yang berada diatas meja terjatuh ke lantai dan pecah, mengenai sedikit lengan milik Adel... Darah keluar dan menetes diatas buku tersebut. Sementara di luar ruangan. "Erin, suara apa itu? Apa kita tidak terlalu berlebihan? Jika terjadi apa-apa bagaimana?" Erin langsung berbalik menatap temannya itu. "ah tidak tahu!! biarkan saja Dia. Lebih baik Kita pergi dari sini." Ujarnya sebelum berlari meninggalkan tempat tersebut. ¤•¤•¤•¤ Sriiingggg.... Sebuah cahaya keluar dalam buku yang terkena tetesan darah Adel. "wah.. Wah.. Wah... Ternyata Dia yang telah menyelamatkan Ku." Ia mendekati Adel yang sedang tak sadarkan diri, kemudian berjongkok disisi gadis tersebut. Mata merah nya kemudian beralih pada darah yang keluar dari tangan Adel akibat terkena pecahan kaca. Lalu Ia membentuk sebuah simbol, setelah itu mengusap sedikit darah gadis tersebut dan dioleskan diatas simbol yang Ia buat. "sahhh.... Mulai sekarang, Kau adalah milik ku.... Gadis kecil.." Ujarnya, kemudian menggendong tubuh Adel ala bridal style dan pergi dari sana. ¤•¤•¤•¤•¤ Reji sedang berada di ruang makan bersama sang adik. Manik nya menangkap perilaku tak biasa sang adik.. "Natasia!!! Ada apa?" Gadis itu mengangkat wajahnya.. "e..eh? Ti..tidak.." Reji meletakkan alat makannya. "jangan bohong padaku.. Dari tadi Kau kelihatan gelisah." Natasia tak berani menatap sang Kakak dan membuat Reji semakin curiga. "apa Erin membuat masalah lagi?" Natasia menundukan wajah sambil meremas pakaiannya. "katakan!! Kali ini, apa yang Ia lakukan?!" Natasia mulai ragu. Haruskah Ia mengatakannya pada Reji? Tetapi, jika Ia tidak mengatakannya, Adel akan dalam bahaya.. Menarik nafas panjang, "E..Erin....." Ia pun akhirnya buka mulut dan menceritakan semuanya pada sang Kakak. Pranggg... Reji melempar piring kearah sang Adik. Beruntung lemparannya meleset dan tidak mengenai Natasia. "apa Kau bodoh? Kenapa Kau tidak bilang dari awal? Sudah jam berapa ini!! Jika terjadi sesuatu pada Adel Ku... Akan Ku bunuh kalian semua!!!" Ia kemudian melihat kearah jam tangan lalu langsung bergegas pergi meninggalkan Natasia yang tubuhnya bergetar hebat. "maafkan Aku, Adel.. Hiks...Maafkan Aku... Hiks..." ¤•¤•¤•¤ "Ibu mau kemana?" gadis kecil itu memegang tangan sang Ibu. "Ibu harus pergi. Kau baik-baik disini bersama Ayahmu." gadis itu menggeleng. "tidak mau! Aku ingin ikut Ibu!" sang Ibu berjongkok menyamakan tinggi sang anak. "maafkan Ibu, Adel. tetapi, Ibu harus pergi." sang Ibu pun bangkit lalu meninggalkannya. Semilir angin membelai kulit mulus milik gadis tersebut. Perlahan, kelopaknya pun mulai terbuka dan menampakkan manik yang tadi tersembunyi. Ia mengedarkan pandangannya. "di..dimana Aku?" "sudah bangun rupanya.." Suara seseorang langsung membuatnya tersentak dan reflek langsung mendudukan dirinya. Di pojok ruangan, terlihat seseorang sedang duduk disana. "Kau..... Siapa?" Adel yang terkejut melihat sesosok makhluk dihadapannya pun langsung memeluk erat tubuhnya sendiri. Pria bermata merah dengan sayap hitam dan tanduk dikepalanya itu pun bangkit lalu berjalan kearah Adel dan membuat gadis itu menarik selimut menutupi dirinya. "ja..jangan mendekat.." "Kau tenanglah.. Jangan takut.. Aku akan memperkenalkan diri..." Ia menempatkan diri disisi ranjang. "....Aku adalah Lucifer, iblis yang Kau bebaskan..." Iblis itu mengeluarkan kertas dengan sebuah simbol. "...Aku juga sudah membuat perjanjian dengan mu..." Menghilangkan kembali kertas tersebut, lalu Ia menatap Adel. "...mulai sekarang, Kau adalah milikku dan Aku adalah milik mu." Perkataan Lucifer membuat otak gadis yang baru sadar itu seperti berhenti berfungsi.. Apa katanya? Dia iblis? Perjanjian? Aku milikknya dan Ia milik ku? Plak..plak.. Adel menampar pipinya sendiri. "apa Aku sekarang sedang bermimpi bertemu orang aneh?" gumamnya. "ah.. Benar..." Ia menepuk telapak tangannya sendiri. "...Aku kan tadi berada di gudang tak terpakai, lalu kepala Ku pusing. Mungkin saja ini hanya halusina.... aawwww...." Adel mengusap pipinya yang di cubit oleh iblis tersebut. "eh..? Ini sakit.. Berarti ini nyata?" Lucifer menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka jika yang berhasil membebaskannya adalah gadis cantik yang bodoh. "bagaimana? Apa Kau sudah sadar kalau ini nyata?" Adel mengulurkan tanggannya dan membelai pipi Lucifer, sesaat kemudian "aawww... Apa Kau sudah gila?" Adel mencubit pipi Lucifer. "pembalasan karena Kau mencubit Ku duluan dan membuat kontrak tanpa sepengetahuan Ku.." ujar Adel sambil menjulurkan lidahnya. "Kau tidak takut padaku? Aku ini iblis, loh.. Aku bisa saja membunuh mu sekarang." Mendengar pertanyaan itu, Adel langsung mengubah posisi jadi menghadap kearah iblis tersebut. Kemudian, Ia menatap lekat-lekat wajah sang iblis. "jika diperhatikan, Kau tampan juga ya..." Iblis itu memiliki surai berwarna perak dengan mata merah. garis rahang tegas dengan kulit putih mulus. "... Ah iya, Aku tidak takut padamu karena Kau telah menyelamatkan Ku yang terkunci diruangan tadi dan Aku berterima kasih untuk itu... Lagi pula, kalau Kau berniat membunuhku kenapa tidak melakukannya dari tadi?" "hoo... Ternyata Kau menarik juga.. Aku menyukainya.." Adel kembali mengedarkan pandangannya. "ngomong-ngomong, ini dimana?" "di dimensi Ku." "Aku mau pulang..." "untuk apa Kau pulang? Bukankah disana tidak ada yang menunggu dan peduli padamu?" Ucapan Lucifer, mampu membuat Adel terdiam dan menundukan wajahnya. "Kau benar... Tidak ada yang menunggu dan peduli padaku." Lucifer mengangkat dagu Adel agar gadis itu menatap matanya.. "sekarang Kau tak perlu khawatir. Aku akan selalu ada disisi mu dan memberikan segala yang Kau impikan... Kau hanya perlu mengikuti perkataan Ku dan tetap menjadi milik ku. Biarkan Aku selalu berada di hatimu dan jadilah kuat bersama ku." Seperti terhipnotis, Adel pun menganggukan kepalanya. Lucifer mendekatkan wajahnya ke wajah Adel. kemudian Ia pun menempelkan bibirnya dengan diatas bibir Adel. Sesaat kemudian, gadis itu pun kembali tak sadarkan diri. "dengan begini, Kau tidak akan bisa lari dari Ku." gumamnya.. ¤•¤•¤•¤•¤ Reji sudah berada di halaman sekolah.. Ia pun langsung berlari menuju ruangan yang dibicarakan sang Adik. Brakkk... Mendobrak pintu ruangan tersebut, begitu terkejutnya Ia ketika tidak mendapati Adel disana. "brengsekkk.... Dimana gadis Ku!!" Reji mengepalkan tangannya. Matanya berkilat seperti teringat sesuatu.. "ah~~ benar.. Aku harus bertemu dengan jalang itu dan memberikannya pelajaran..." Reji menyeringai. "...Apa Aku harus mencongkel matanya atau menguliti nya hidup-hidup?" Ia kemudian berbalik, melangkah keluar. "apapun itu, Aku akan membalaskan perbuatannya karena telah berani melukai gadis Ku..." Ia meraih ponselnya.. "...bawa jalang itu ke mansion di perbatasan hutan.. Dan siapkan orang untuk mencari keberadaan Adel.. Aku tidak ingin ada kata gagal atau Aku akan menghabisi Kau beserta keluarga mu." ucapnya dengan seseorang yang Ia hubungi. "huh... Rasanya Aku ingin menyimpan mu di lemari kaca agar tidak ada yang bisa menyakiti mu, Adel." ¤•¤•¤•¤ Saat ini, Adel sudah berada di mansion keluarga nya. "makan lah..." Lucifer memunculkan beberapa jenis makanan dengan kekuatannya. Ia juga membuat para pelayan tak sadarkan diri agar tidak ada yang mengganggu waktunya bersama Adel. "apa Kau yang membawa Ku kemari?" Adel menatap kearah Lucifer. "menurutmu?" Ah benar juga.. Pasti iblis itu yang membawanya. "terima kasih.." Adel kemudian menyuap bubur yang diberikan Lucifer. Ucapan Adel membuat Lucifer mengerutkan dahinya. Baru kali ini ada manusia yang mengucapkan terima kasih pada seorang iblis. "soal perjanjian itu..." Adel menghentikan kegiatan makannya. "...apa yang harus Aku lakukan?" Lucifer tersenyum. "Kau hanya perlu membiarkan Ku tetap berada di sisi mu, kemana pun Kau pergi." Adel memperhatikan penampilan Lucifer yang sedang duduk di sofa kamarnya "tidak bisa... Penampilan mu terlalu mencolok." Adel menunjuk kearah sayap dan tanduk milik Lucifer. "bagaimana kalau seperti ini?" Lucifer merubah penampilannya menjadi pria sexy dengan pakaian yang memperlihatkan otot perutnya. Trangg.. Gadis itu menjatuhkan sendok yang Ia pegang sambil menganga. Sesaat kemudian, Ia menggeleng. "m***m!! Itu malah lebih menarik perhatian." "tck...bukankah para wanita menyukai penampilan seperti ini?" Adel menatap tajam Lucifer. "jika Kau seperti itu, Aku tidak akan mau berada di sisimu." Gadis itu tidak habis fikir. Bagaimana bisa, iblis tersebut merubah penampilannya seperti itu. Dengan santainya, Ia memperlihatkan otot perutnya pada Adel. Membuang nafas. "baiklah..baiklah.." Ia pun mulai merubah penampilannya lagi. "kalau seperti ini? Menurut Ku ini sudah paling biasa." ujar Lucifer.. Ia merubah penampilannya seperti manusia normal. Tanduk dan sayap pun sudah hilang. Adel berdehem menyembunyikan semburat merah di pipinya. "ba..baiklah.. Begitu saja tidak apa-apa.." Adel tidak mengetahui jika itu adalah awal dari hubungan tak biasa antara Ia dan sang iblis. ¤•¤•¤•¤ "ahh..ahh...sha.. Khit Re...ji." Pria itu menghiraukan ucapan seseorang yang saat ini berada dibawahnya. Ia semakin bergerak kasar memaju mundurkan penisnya. Ketika sang wanita ingin mencapai klimaks, Ia malah mencabut kejantanannya. "ahh~~ ku mohon.. Jangan Berhenti seka.... Awww..." Reji menarik surai pirang sang wanita. "siapa Kau berani memerintah Ku, hah? Lagi pula, jalang seperti mu tidak pantas mendapatkan kepuasan dari ku..." Reji menatap tajam wanita tersebut dengan wajah bengisnya. "...hanya adel lah yang pantas mendapatkan kepuasan Dariku!!" "hikss...kenapa? Kenapa selalu saja Dia? Aku ini tunangan mu, Reji!!!" Plak... Ia menampar pipi sang wanita. "Aku tidak pernah menganggapmu!! Hanya Adel lah yang pantas bersanding dengan Ku... Camkan itu!!" Reji beranjak, hendak meninggalkan tempat tersebut. Tetapi.... "Kau tidak bisa begini padaku!!!" pekiknya "...Aku akan menghancurkan Adel.. Aku akan menghancurkannya!! Kau tidak akan bisa bersamanya!!!" Mendengar itu, Reji kembali menoleh. Ia memasang wajah lebih sadis dari pada tadi. "...Kau tahu? Aku baru saja membunuh Ibumu karena Kau berani mengusik milik ku... Jika Kau mengulanginya lagi, Aku akan menguliti Ayah mu tepat dihadapan mu dan setelah itu, Aku akan membuat mu menderita hingga Kau sendiri yang memohon untuk Ku bunuh." Ujar Reji sebelum benar-benar keluar dari sana. "kurung Ia diruang bawah tanah selama tiga hari dan jangan beri makan." perintahnya pada seseorang yang berjaga disana. ¤•¤•¤•¤•¤•¤ Saat ini, Adel sedang duduk dihadapan sang Ayah yang masih sibuk membaca koran ditangannya. "Ayah.. Aku ingin tinggal sendiri di apartemen." sang Ayah pun menghentikan kegiatannya lalu menatap kearah sang Anak. "kenapa tiba-tiba sekali?" "Aku hanya ingin hidup mandiri..." ujar Adel. Ia kemudian sedikit menundukan wajahnya. "...lagi pula, Ayah juga jarang pulang ke mansion. jika Aku sendirian, Aku jadi sering teringat Ibu." Ayah membuang nafas. "baiklah." diam sejenak, Adel pun menarik nafas. "sama satu lagi, Ayah." sejujurnya, Adel belum yakin apakah Ia harus membicarakan masalah ini sekarang atau tidak. namun, menurutnya jika dikatakan lebih cepat maka akan lebih baik. "ada apa lagi?" sang Ayah kembali menatap puterinya. "Aku ingin membatalkan pertunangan dengan Brian." to be continued

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rebirth of The Queen

read
3.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Rise from the Darkness

read
8.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
36.0K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

TERNODA

read
198.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook