Episode 2: Gibran Al Tariq

1091 Words
Aqila sudah 2 bulan berada di kota bersama bibi dan paman serta sepupunya. Aqila mengikuti bibinya bekerja di sebuah rumah besar sebagai tukang masak. Kebetulan Aqila memang sudah diajarkan memasak sejak kecil dan hasil masakannya tidak pernah diragukan lagi. Hal tersebut yang membuat Mirna tidak ragu untuk membawa Aqila ke kota. Kebetulan, mereka menempati sebuah paviliun yang berada tak jauh dari rumah utama majikan Mirna. "Aqila, tolong bawa minuman ke depan. Sedang ada tamu Bu Hilda di depan," ujar Mirna pada Aqila. Aqila yang baru saja selesai mencuci piring segera membawa nampan berisi gelas minuman ke ruang tamu. Gadis berparas cantik itu dengan sopan meletakkan gelas masing-masing di depan tamu Bu Hilda. Bu Hilda sendiri adalah majikan di mana Aqila bekerja. Bu Hilda merupakan wanita yang baik yang selalu memperlakukan bawahannya dengan ramah. "Terima kasih, Qila," ucap Bu Hilda ramah. Tidak lupa, wanita itu juga melempar senyum manis yang membuat Aqila tak segan untuk membalasnya. "Sama-sama, Bu. Kalau begitu aku permisi," pamit Aqila. Setelah itu Aqila berlalu ke dapur meninggalkan Hilda dan kedua tamunya. "Jadi, persiapan sudah 90 persen, ya?" "Iya, Jeng. Syukur sudah 90 persen. Eh, Jeng Hilda, bagaimana dengan penghulu? Apakah sudah dihubungi?" "Kalau penghulu sudah, Mbak Rina. Kebetulan, penghulunya kenalan suami saya. Jadi, beliau sudah diwanti dari jauh hari," jawab Hilda. Rina sendiri adalah calon besannya di mana dalam waktu dua hari, Rina akan sah menjadi besan dari keluarga Jimmy Al Thariq. "Nak Salma sendiri bagaimana, apa deg-degan mendekati hari pernikahan?" Hilda mengalihkan tatapannya pada Salma--calon menantunya-- yang tampak anggun dengan dress selutut yang dikenakannya. Salma sendiri tersenyum anggun. Wanita itu berkata, "deg-degan pasti, Tante. Tapi, aku pasti bisa." "Harus bisa dong. Masa, menantunya Al Thariq lemah cuma karena menghadapi akad nikah," celetuk Rina sambil terkekeh. Wanita itu menepuk pundak putrinya dan terlihat sekali jika ia merasa senang putrinya akhirnya bisa mengangkat sedikit derajat mereka dengan menjadi menantu dari Al Thariq. "Iya, Ma." Salma tersenyum lembut. Wanita itu mengangguk dengan anggun menatap Hilda penuh sopan santun. Hilda sendiri tidak masalah dengan calon istri pilihan putranya meskipun jika boleh jujur Hilda ingin sekali memiliki calon menantu yang taat beribadah dan memakai pakaian tertutup. Namun, jika ini sudah pilihan sang putra, Hilda sendiri tidak bisa berkata-kata. Tugas Hilda sebagai seorang ibu adalah mendukung dan merestui keinginan putranya. Baginya, jika putranya bisa bahagia dengan wanita pilihannya, mengapa Hilda harus melarang? Lagipula, jika jodoh putranya seperti ini, Hilda juga tidak bisa menolak takdir. Hilda hanya berharap semoga putranya mendapatkan pendamping yang baik. ____ Sementara itu di sebuah restoran terkenal yang berada tak jauh dari kantor AT berada, Gibran Al Thariq selaku putra tunggal dari Hilda dan Jimmy, saat ini sedang duduk berhadapan dengan dua orang pria berseragam hitam di dalam sebuah ruangan yang sudah mereka reservasi. Gibran menyandarkan tubuhnya pada kursi sementara matanya menatap tajam dua bawahannya yang membawa berita tidak mengenakkan hari ini. "Jadi, baru berapa bulan?" Gibran bertanya dengan mata tajamnya menatap dua orang pria yang terlihat sekali jika saat ini mereka sedang ketakutan. "Dua bulan, Pak. Laki-lakinya sudah kami amankan." Salah seorang bawahan Gibran menjawab. Pria itu adalah Denis Simanjuntak berprofesi sebagai mata-mata yang bekerja di bawah naungan Gibran. Sementara temannya yang lain bernama lengkap Adi Jaya atau kerap disapa Jaya dan memiliki profesi yang sama dengan Denis. Akhir-akhir ini mereka ditugaskan untuk mengawasi calon istri dari atasan mereka yakni Gibran. Tidak tahu mengapa Gibran meminta mereka mengawasi Salma beberapa waktu ini. Kemudian, ketika mereka menemukan fakta jika calon istri atasan mereka ternyata memiliki affair dengan pria lain, mereka segera melaporkannya pada Gibran. Awalnya mereka menduga jika Gibran akan segera membongkar perselingkuhan antara calon istrinya dengan laki-laki lain. Tapi, ternyata Gibran masih diam dan terus meminta mereka mengawasi Salma hingga akhirnya mereka menemukan fakta jika Salma saat ini sedang mengandung dua bulan. Gibran mendengus dan melempar kasar sedotan yang ia pegang. "Benar-benar tidak ada wanita yang baik di dunia ini," katanya sambil mendengus dingin. Jaya dan Denis diam tidak menyahut lagi. Mereka terlalu takut dengan kemarahan sang atasan yang memang tidak pernah main-main jika sedang marah. Gibran diam sejenak. Sebuah senyum miring tersungging dari sudut bibirnya seraya mengangkat sedikit kacamata ia kenakan. "Aku sepertinya harus membuat pertunjukan yang spektakuler," ujar Gibran dingin. Keringat dingin mulai menetes di kedua dahi bawahannya saat mendengar ucapan Gibran. Sepertinya, wanita bernama Salma ini akan memiliki nasib yang buruk karena sudah berani menghianati seorang Gibran Al Thariq. Mereka hanya berdoa semoga hukuman yang diberikan oleh Gibran tidak terlalu kejam pada Salma nantinya. Setelah menyelesaikan urusannya pada dua bawahannya, Gibran kembali ke kantor dengan lima orang pengawal yang biasa menemaninya kemanapun. Hal tersebut dikarenakan Gibran terlalu malas berurusan dengan hal-hal yang tidak terlalu penting. Misalnya, penjahat jalanan atau musuh yang tidak senang dengan kesuksesannya. Turun dari mobil, Gibran melangkah masuk ke lobby perusahaan dengan lima pengawal yang masih mengikutinya. Pria itu mengancing jas yang ia kenakan sambil terus berjalan ke arah lift. Pintu lift terbuka membuat seorang pengawal mempersilakannya masuk hingga akhirnya lift yang mereka naiki tiba di lantai 12 dimana ruang kerja Gibran berada. Sudah ada dua orang sekretaris yang menunggunya di depan pintu. Keduanya merupakan wanita muda yang sudah bekerja dengan Gibran 2 tahun terakhir ini. Keduanya cukup profesional dan tangkas dalam bekerja sehingga Gibran mempertahankan mereka. Andai saja mereka membuat ulah, mungkin Gibran akan segera menendang mereka dari perusahaan tidak peduli sebaik apa pun ke-profesional mereka bekerja. "Dinda, saya minta kamu untuk mengundang wartawan ke acara pernikahan saya. Pastikan, wartawan yang kalian undang adalah wartawan dari berbagai stasiun televisi ternama dan majalah terkenal." "Baik, Pak." Dinda segera mencatat apa yang di dipesankan oleh atasannya. "Bapak ingin memberi kejutan lain? Misalnya mengundang artis atau penyanyi?" tanya Dinda dengan pena di tangan. "Tidak perlu. Kebetulan, calon istri saya juga artis. Nanti dia saja yang mengundang teman-teman artisnya." Gibran menjawab dengan senyum penuh arti. Lalu, tatapannya beralih menatap ke arah Sonya. "Dan tugas kamu, mengundang tiga orang dokter kandungan terbaik sebelum akad," titahnya pada Sonya. Manik mata Sonya berbinar mendengar ucapan Gibran. "Maksud bapak, bapak mau mengumumkan pernikahan bapak sekaligus kehamilan Nona Salma ke wartawan? Begitu? Wah, bapak bertanggung jawab sekali mengakui kesalahan bapak jika sudah menghamili perempuan di luar nikah." Sonya bertepuk tangan menatap Gibran dengan tatapan kagum. Tidak ia sangka jika sang atasan begitu gentleman dan berani. Sementara Dinda yang berada di samping Sonya spontan menggigit lidahnya ketika mendengar ucapan sahabatnya ini. Dinda tidak mengerti mengapa ia bisa masuk ke dalam ruangan bersamaan dengan Sonya. Seharusnya, dia duluan yang masuk baru setelah itu Sonya. Jika seperti ini, Dinda juga akan kecipratan hawa dingin dan amarah yang berasal dari atasan mereka, Gibran Al Thariq.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD