Episode 3: Pernikahan

1037 Words
Hari ini adalah hari pernikahan antara Gibran dan Salma. Akad nikah akan dilaksanakan di kediaman Salma dengan dihadiri sanak saudara dari kedua belah pihak dan juga para awak media serta teman-teman Salma yang diundang. Sejak tadi subuh Salma sering merasakan mulas hingga membuatnya bolak-balik kamar mandi. Rina yang mengetahui kondisi putrinya mendadak cemas. Sementara jam saat ini sudah hampir menunjukkan pukul 8 pagi. Itu merupakan pertanda jika sebentar lagi pihak mempelai pria akan tiba di kediamannya. "Sudah digosok dengan minyak urut?" Rina menatap putrinya yang sudah tampak cantik dengan kebaya pengantin dan riasan yang membuat kecantikannya tampak bertambah. "Sudah, Ma. Memang udah agak mendingan," jawab Salma. "Bu, mempelai pria dan penghulu sudah datang," lapor salah satu ART yang bekerja di kediaman Rina. "Baiklah kalau begitu." Rina menganggukkan kepalanya kemudian tatapannya beralih menatap Salma yang sudah siap. "Kita keluar sekarang," ajaknya yang mendapat anggukan Salma. Salma keluar diiringi oleh mamanya dan beberapa sanak saudara Salma yang masih muda hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan luas yang disulap untuk tempat akad nikah. Sudah banyak tamu undangan yang hadir termasuk rekan wartawan dan beberapa rekan sesama artis Salma. Salma sendiri merasa bingung mengapa ada banyak wartawan di dalam rumahnya, sementara ia merasa tidak mengundang banyak wartawan. Namun, apapun itu tidak masalah bagi seorang Salma. Justru akan baik jika banyak wartawan yang meliput akad nikahnya sehingga seluruh pelosok Indonesia tahu jika ia sudah menikahi seorang anak konglomerat yang memiliki kekayaan melimpah. Salma menarik sudut bibirnya membentuk senyum manis. Hari ini adalah hari bahagianya. Salma tidak akan pernah menyangka jika ia akan bisa sampai ke tahap ini bersama Gibran. Meskipun, ia sempat tergoda untuk menjalani affair dengan cinta masa lalunya. Diam-diam Salma mengusap perut datarnya tanpa sepengetahuan orang lain. Namun, beberapa orang yang sedang memperhatikan Salma sejak awal kemunculannya sudah memperhatikan gerak-gerik Salma. Salma duduk disebelah Gibran yang tampak tampan dengan balutan jas pengantin warna putih senada dengan gaun pengantin yang dikenakan Salma. Peci putih pun tampak membuat aura tegas dan tampan milik Gibran bertambah berkali lipat. Hal tersebut membuat Salma diam-diam mengagumi sosok calon suaminya itu. Gibran menoleh melempar senyum miringnya pada Salma yang menyambutnya dengan senyum malu-malu. Sementara Denis dan Jaya yang akan menjadi saksi pernikahan Gibran dan Salma diam-diam menyeka keringat dingin yang menetes di kening mereka. Keduanya bertanya-tanya, apakah Salma tidak memiliki firasat buruk saat melihat senyum miring milik Gibran? Karena bagi orang yang sudah mengenal pria itu, mereka akan ketakutan dan paham jika smirk yang ditampilkan Gibran bukanlah suatu pertanda baik. "Bagaimana? Semuanya sudah siap?" Pak penghulu bertanya menatap pasangan pengantin di hadapannya. "Siap, Pak," jawab Salma. Sementara Gibran hanya mengangguk datar menunggu momen selanjutnya akan dimulai. "Baiklah kalau begitu--" "Ugh," lenguh Salma ketika penghulu mengulurkan tangannya pada Gibran. Semua tamu undangan menoleh menatap ke arah Salma dengan tatapan bertanya. "Mbak Salma kenapa?" Pak penghulu bertanya begitu juga dengan yang lain. "Saya enggak tahu, Pak. Perut saya agak mulas." Keringat dingin mulai menetes di dahi Salma. "Saya boleh minta izin untuk ke kamar mandi?" tanyanya pada Pak penghulu. Pak penghulu tidak bisa untuk tidak menganggukkan kepalanya. Lagipula siapa yang bisa menahan orang ingin buang air besar, pikirnya dalam hati. Semua tamu undangan berbisik menanyakan mengapa Salma bisa sakit perut menjelang akad nikahnya sendiri. Rina yang tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada putrinya segera bangkit berdiri dan menyusul Salma ke kamar mandi. Tak lama kemudian keduanya kembali keluar dan bersiap untuk memulai akad. Namun, ketika pak penghulu sedang mengucapkan ijab, lagi-lagi perut Salma mulas. Hal itu terjadi berulang kali hingga membuat Hilda menampilkan raut wajah cemas. "Salma kenapa? Apa sudah periksa ke dokter?" Hilda bertanya pada Rina yang tengah khawatir dengan kondisi putrinya. "Saya juga enggak tahu, Jeng, Salma kenapa. Tadi pagi mau saya panggilkan dokter, tapi dia enggak mau. Katanya paling sakit perut biasa," ucap Rina mulai panik. Pasalnya tamu undangan sudah mulai gelisah menyaksikan Salma yang bolak-balik kamar mandi. "Di sini ada dokter?" Gibran tiba-tiba berdiri menatap para tamu undangan yang hadir. "Saya, Pak." Seorang wanita muda bangkit dari duduknya kemudian perlahan mendekat ke arah anggota keluarga inti yang berdiri di satu tempat. "Ada yang bisa saya bantu?" "Tolong periksa calon istri saya. Kata mereka dia sejak pagi mulas terus," ucap Gibran. Tepat pada saat Gibran selesai berucap, Salma yang baru saja kembali dari kamar mandi menghentikan langkahnya dan berdiri kaku di tempat. "Nah, itu dia Salma. Ayo, Dok, tolong periksa anak saya," ujar Rina bersemangat. Salma segera menggeleng kepalanya saat melihat semua orang menatap ke arahnya berdiri. "Aku enggak sakit apa-apa. Ini mungkin hanya mules biasa. Nanti juga bakal sembuh dan enggak perlu diperiksa." Salma berucap tergesa-gesa menatap anggota keluarganya. Salma tidak akan pernah bisa mengizinkan siapapun memeriksa kondisinya jika tidak ingin rahasia yang selama ini ia simpan terbongkar. "Jangan begitu. Ayo-- astaga Salma!" seru papanya Salma. Mereka cukup terkejut ketika melihat putrinya yang merosot ke lantai dan jatuh tak sadarkan diri. Semua orang bergerak mendekat untuk melihat kondisi Salma. Salma diangkat ke sebuah sofa dalam ruangan dan direbahkan di atasnya. "Salma," panggil Rina cemas. "Biarkan saya yang memeriksanya." Dokter muda tadi segera menyeruak di antara kerumunan kemudian mulai memeriksa kondisi Salma. Kening dokter muda tersebut mengerut ketika sudah mendapatkan hasilnya. "Mbak Salma sepertinya salah makan sesuatu. Tapi, beruntung sekali kandungannya dalam kondisi baik-baik saja," ucap dokter muda sampai tersenyum lebar. Semua yang berada dalam ruangan tersebut melongo mendengar perkataan dokter muda tersebut. Salma hamil? Itu sepertinya tidak mungkin karena akad nikah padahal akan dilaksanakan hari ini. Apa mungkin, Salma dan Gibran melakukan DP lebih dulu? Batin mereka bertanya-tanya. Terutama orang tua Gibran yang menatap putra mereka tidak percaya. "Gibran, kamu menghamili Salma? Kenapa kamu melakukan hal sehina ini padahal kalian belum menikah?" Jimmy menatap putranya penuh amarah. Tidak ia sangka putranya akan melakukan hal senista ini pada wanita yang belum menjadi istrinya. "Nak, kamu benar-benar mengecewakan mama." Hilda menangis terisak memikirkan dosa putranya yang sudah melakukan zinah sebelum menikah. "Selama menjalin hubungan dengan Salma, aku bahkan belum pernah memeluknya sekalipun." Gibran menatap sekelilingnya dengan tatapan datar. "Jadi, bagaimana dia bisa hamil tanpa pernah aku sentuh?" cibirnya membuat semua orang menatapnya tak percaya. "A-apa?" Hilda menatap Gibran tidak mengerti apa yang dimaksud oleh putranya itu. Gibran menggeleng kepalanya sambil tersenyum kecil. Pria itu berujar, "kita tunggu dia sadar dan tanya langsung sama dia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD