Chapter 3

1115 Words
‘’Wah, bener-bener …’’ ucap seorang gadis Ketika melihat sketsa sebuah kue yang dipesan melalui layar computer, ia juga sampai menggeleng tak percaya selama beberapa kali. Sang gadis terus menatap layar computer dengan jelas dan teliti sampai – sampai dahinya Nampak berkerut saking bingungnya siapa yang memesan kue dengan gambar mengerikan seperti ini. ‘’Sabrina!!!’’ panggil seorang gadis kepada rekan kerjanya yang sedari kedatangannya masih membungkus roti-roti kering ke dalam sebuah packaging yang lucu dan menarik. Toko kue ‘’Untuk Yang Terkasih’’ adalah tempat pertama bagi Alicia berkarir dalam dunia baking, ia menemukan toko kue ini Ketika dirinya tengah mencari pekerjaan dan sepertinya Tuhan memang ingin dirinya berada di dalam lingkup pembuatan kue sampai akhirnya tanpa wawancara dan bermodal tekad seorang CEO yang waktu itu baru mendirikan toko kue berukuran kecil di lain gang di pusat kota menerimanya dengan baik. Mbak Dania, wanita yang menerimanya berkerja di toko kue dengan harapan Ia bisa belajar banyak hal dan benar saja selama satu bulan ia Sudah bisa membuat roti kering dalam berbagai jenis dan bentuk. Hasil dan tekad Mba Dania dan Alicia benar-benar berbuah manis, dalam satu tahun mereka mampu menyewa sebuah ruko yang lebih besar dengan dua ruangan meskipun peralatan pembuat kue masih sederhana dan hanya beberapa saja. Alicia sempat menyerah Ketika pesanan kue jauh lebih banyak dari jumlah oven dan alatnya sehingga ia banyak menangis di depan Mba Dania, tapi semangat wanita pemilik toko kue membuat Alicia tersenyum lagi. Katanya, ‘’Mba janji kalo kita berhasil, mba akan beli lagi oven yang jauh lebih besar Alicia, ayo semangat!!!!’’ Kalimat itu yang sering melewati lintasan di isi kepalanya, menyalip dan menutupi semua kebingungan serta kesusahan yang kerap kali hampir membuatnya putus asa. ‘’Kenapa Mba Alicia,’’ jawab Sabrina yang membutuhkan satu menit untuk menghampirinya. Alicia yang bingung dengan pesanannya bertanya secara jelas. ‘’Ini beneran detail kuenya kayak gini?’’ ujarnya merasa kebingungan dan yang pasti begitu merasa takut dengan design kue yang akan ia bentuk sendiri. ‘’Iya seriusan mbak,’’ ‘’Kamu yang nerima pesanannya kah?’’ tanya Alicia lagi merasa ragu, paslanya ini adlah bentuk kue yang paling aneh selama hampir tiga tahun ia berkerja. ‘’Engga mbak, malah tadi Mba Dania sendiri yang nerima tuh, Saya masih manggang kue tadi jadi kurang tau,’’ ujar Sabrina yang juga sesekali berdecak bingung dengan pesanan kuenya. ‘’Detail alamatnya emang dikirim kemana?’’ tanya Alicia yang mendadak tidak sempat membuka form pesanan yang ada di meja coustumer service di bagian depan toko kue. ‘’Mau tak ambilkan formnya mba?’’ tawar Sabrina. ‘’Oh boleh,’’ ujar Alicia kegirangan. Si gadis yang biasanya mencintai pekerjannya mendadak kebingungan, ia seolah kehilangan skill hingga keyakinan diri jika dirinya sendiri sanggup membuat cake dengan design yang seperti di layar computer. ‘’Siapa sebenernya yang pesan kue kayak gini,’’ batin Alicia. Tak lama, Sabrina datang dengan membawa form yang sudah di foto copy sebelumnya dan ia pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. ‘’Thank you Brin,’’ Mata yang berbentuk bulat namun sedikit tipis di bagian kelopak matanya, bulu mata yang lentik dengan kelopak mata yang bertumpuk, wajah yang ayu dengan senyum yang tidak mengembang bebas kali ini. Terlebih Ketika matanya menangkap sebuah nama yang menunjukan jika pesanan ini harus diantar olehnya sendiri. ‘’Ini serius? Aku yang harus bawa?’’ ujarnya dalam hati Ketika melihat jam yang sudah di ralat dan alamat yang menunjukan tempat ia sekolah. ‘’Duh, pasti ribet banget lagi. Apalagi ini kan tiga biji, gimana dong? Belum bikin aja aku udah khawatir.’’ Batinnya terus berucap berbagai hal tentang kekhawatirannya. ‘’Huhff, oke deh paling minta tolong dianterin Kak Farel aja ya. Ya udah aku eksekusi aja lah,’’ ** Senja sore hari yang tak jarang ditemani semilir angin, hiruk priuk Langkah kaki puluhan manusia yang bersiap untuk menemui orang yang terkasih, ramai sorak kendaraan yang berlalu Lalang mengantarkan para pujangga cinta bertemu dengan kekasihnya hingga buah cintanya, dan tak jarang pula senja di sore hari ditemani oleh angin yang membelai lembut wajah hingga rambut hingga selembar kain yang sengaja dikenakan menutupi bagian d**a hingga kepala dengan smepurna. Senja sore hari memang sempurna dinikmati dengan secangkir kopi hangat atau the serta dinikmati dengan kue kering buatan toko ini. Sayangnya, seorang gadis yang biasanya menghabiskan waktu hingga sore hari dengan menghias kue kini tengah menangis tersedu-sedu di depan sebuah cake polos yang sudah jadi, ia kebingungan bagaimana membentuk pola kepala seseorang yang sudah dibelah dua. Iab bahkan tak pernah melihatnya dan hanya melihat sekilas di serial atau film bergenre thriller atau mystery atau bahkan serial dan film horror. Dan kini ia sendiri harus membuatnya semirip mungkin. ‘’Ini gimanaaa!’’ ucapnya sesekali menghapus air matanya sendiri dengan isakan yang membuat Sabrina juga ikut melihat cake polos dan berusaha membuat sketsa bentuknya menggunakan pisau kecil tapi mereka gagal. ‘’Mbak, kita hubungi mba Dania aja gimana?’’ tanya si Sabrina namun Alicia dengan cepat menggeleng. ‘’Ngga bisa Brin, mba Dania lagi dinner date katanya pacarnya mau ngelamar malem ini, kasian juga kalo kita ganggu,’’ ‘’Tapi gimana sama pesanannya mba? Mba Alicia yakin bisa rampung male mini?’’ ‘’Huft, bisa kok ini Cuma tinggal ngebentuk aja,’’ ‘’Ya udah kalo gitu Brina pulang duluan yah mba?’’ ‘’Iya hati – hati brin, jangan sampai terluka di jalan!’’ ‘’Oke mba, bye mba Alicia! Aku tunggu foto terbaru dari cake nya, Mba Alicia hebat bangettt!’’ ‘’Thank you!’’ ** Selepas kepergian Sabrina yang berkerja dari pagi, Alicia tinggal sendiri di dalam toko kue yang telah closing sejak Sabrina pulang, kini ia tengah berusaha keras untuk membentuk sketsanya dengan baik. Memotong cake polos yang penuh dengan aroma harum dan rasa manis itu penuh kehati-hatian sampai ia sendiri takut jika ia menggerakan badannya maka pisau yang ia genggam ikut berubah polanya, saking takutnya bahkan Alicia bernafas begitu pelan mencoba stabil agar tangannya tidak gemetas. Design kue berbentuk wajah yang terluka, tangan yang patah, serta jari – jari kaki yang berdarah membuat ia frustasi, selain tak pernah melihatnya, ia sendiri bingung bagaimana seseorang bisa memakan kue dengan bentuk yang mengerika sementara dirinya sendiri mencoba untuk tidak pernah terluka. Orang – orang yang memesan kue ini membuat Alicia begitu frustasi hingga tak terasa sudah pukul setengah tujuh malam, itu artinya masih tersisa satu setengah jam lagi hingga ia harus beralih profesi menjadi penyaji kopi dan minuman dingin di sebuah café serta bar sekaligus. ‘’Oke, good Aliciaaaa! Akhirnyaaa!!!’’ teriak si gadis Ketika pola ketiga cake polos tanpa cream sudah terbentuk sempurna bahkan sebelum dilapisi cream putih dan berwarna sudah begitu terlihat bentuknya. ‘’Menakutkannn, sumpah …’’ lanjutnya Ketika tengah melapisi kue polos dengan cream ini. ‘’But, its oke! Aku akan selesaikan secepatnya.’’ Tuturnya lagi hingga akhirnya ia larut dalam pekerjaan sampai alarm pukul delapan kurang lima belas menit berbunyi dan menghentikan semua aktifitasnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD