“Nenek, aku kangen sekali dengan nenek. Nenek jangan tinggalkan Laras lagi ya” kata Laras mengigau seakan memeluk dan menciumi Neneknya. Seperti yang biasa mereka lakukan ketika Neneknya masih hidup. Setelah Kakeknya meninggal, keduanya selalu tidur bersama. Dalam mimpinya sekarang, dia begitu bahagia karena Neneknya yang telah lama pergi kini kembali lagi bersamanya. Laras semakin gemas dengan Neneknya. Dia meluahkan kerinduannya dengan menubruk, memeluk manja dan menciumi kening, pipi akan kirinya berkali-kali. “Cup... Cup.... Mmmuah... Mmmuah... “
Padahal di dunia nyata, Ryan lah yang sedang jadi sasarannya. Untuk sesaat Ryan yang masih tertidur pulas hanya merasa keasyikan dan geli-geli saja. Terakhir Laras tarik hidung Neneknya karena merasa semakin gemas, ”Aaaaaaaaaaghh........ ” Ryan terbangun dan berteriak sekencang-kencangnya, karena sakit dan kesulitan bernafas.
Laras pun terbangun dari mimpinya. Dia langsung berteriak histeris ketika sadar dan melihat ternyata dirinya ada di atas tubuh Ryan , “Tidaaaak....” teriak Laras. Kemudian dia langsung ngamuk-ngamuk menghajar Ryan tidak karuan.
“Kurang ajar. Kamu apakan diriku semalam?,”
“Aaaagh.... Aaaagh..... Hentikan... Hentikan kataku,” mohon Ryan terlentang di ranjang tak kuasa menahan amukan Laras.
.”Apa yang telah kamu lakukan padaku Ryan?” tanya Laras dengan geram dengan duduk di atas tubuh Ryan sembari terus memukuli Ryan.
“Jangan Laras.. Tolong hentikan... Sakit sekali... Aku bisa jelaskan semuanya,“ pinta Ryan.
“Aku tidak menyuruhmu ke ranjangku semalam. Bisa - bisanya datang tanpa seizinku,”
“Hentikan... “ bentak Ryan sambil mencengkeram kedua lengan Laras.
Laras menghentikan amukannya dan turun dari atas tubuh Ryan.
Kamu semalam demam, Laras,“ ungkap Ryan lalu bangkit dari ranjang dan turun meninggalkan Laras yang masih duduk dengan perasaan kesal.
“Kamu terus saja memanggil-manggil Nenekmu minta dipeluk. Kamu bilang sangat merindukan dia. Aku jadi kasihan padamu. Ku pikir, apa salahnya aku memelukmu dan kamu menganggapku sebagai Nenekmu. Sungguh, tidak terjadi apapun antara kita semalam. Percayalah aku tidak melakukan tindakan” jelas Ryan sambil mondar – mandir.
“Bagaimana aku bisa percaya, sementara aku tidak sadar?” tanya Laras masih tidak yakin dengan pria yang selama ini terkenal suka bersenang – senang dengan banyak wanita. Laras bingung mana yang harus dia percaya. Mulut Ryan atau apa yang selalu dia tampilkan dalam masyarakat.
“Kalau tidak percaya ya sudah. Asal kamu tahu ya, kamu itu bukan tipeku. Meskipun cantik, badanmu itu bukanlah seleraku,” tegas Ryan. “Bahkan aku yakin tidak ada pria yang akan tertarik padamu,” jelas Ryan kesal.
Laras menatap Ryan dengan kesal. Tak terima Ryan membawa – bawa pria lain segala untuk menilai dirinya.
“Oh ya. Baiklah, suatu saat bila aku menikah, aku akan mengundangmu,” sahut Laras ketus dan sinis.
“Aku bisa bersama wanita cantik yang ku inginkan. Kenapa harus dengan gadis ingusan yang tidak berpengalaman sepertimu. Pasti membosankan,” jelas Ryan senyum sinisnya lalu melangkah keluar dari kamar.
“Tidak masalah, hei Tuan Muda kalau itu membosankan bagimu. Tapi menjadi wanita yang belum berpengalaman tidur dengan pria manapun, merupakan satu kebanggaan bagiku. Kau harus mengerti itu,” teriak Laras. Kemudian dia juga keluar, ingin ke kamar mandi.
Dari luar kamar Ryan mendengar jawaban itu. Dalam hati dia kagum dengan gadis itu. Karena teguh memegang prinsipnya. Tidak mudah tergoda dengan harta dan menjaga kesucian dirinya. Zaman sekarang, wanita seperti itu tentu sangat sulit di cari, pikir Ryan.
***
Ryan sedang menata makanan di meja makan, untuk sarapan pagi mereka berdua yang telah dipesan semalam melalui ojek online. Kali ini dia memesan nasi pecel dengan lauk lengkap. Ada tempe, tahu, dendeng daging, ayam goreng tak boleh ketinggalan rempeyek. Ryan pikir mungkin Laras akan menyukainya. Walaupun dia tidak pernah sarapan dengan nasi pecel.
“Ayo sarapan dulu. Nih, aku sudah pesan nasi pecel untuk kamu,” ajaknya ketika melihat Laras baru muncul dari kamar mandi.
Laras mendekat ke meja makan, Gadis itu termangu melihat satu meja penuh paket lengkap nasi pecel. Padahal yang makan cuma mereka berdua.
“Banyak sekali, yang makan kan cuma kita berdua,” kata Laras sambil menarik kursi untuk duduknya.
“Aku belum pernah membeli nasi pecel sendir. Jadi aku beli semua menunya. Benar tidak?” tanya Ryan.
“Iya benar, tapi apa nanti kau bisa memakannya. Ini kan pedas?” tanya Laras
“Bisa. Aku sudah pesan sambal kacangnya tanpa cabe tadi,” jawab Ryan
“Baguslah, kalau begitu,” sahut Laras.
“Terus, siapa yang akan menghabiskan kalau sebanyak ini?” tanya Laras geleng – geleng kepala.
“Kamu, makanlah yang banyak agar badanmu lebih menarik lagi,” sahut Ryan disela-sela menikmati pecel pertamanya setelah beberapa tahun tidak menyantapnya.
Laras cemberut kesal melihat ke Ryan, “Kenapa? Untuk menyenangkan mata para pria seperti dirimu?” tanya Laras sewot. “Jangan harap. Enak saja. Terserah diriku. Mau seperti apa badanku biarlah aku yang atur. Bukan kamu atau pun orang lain” tegas Laras.
“Wow.... Bagus... Bagus... Kamu benar,” puji Ryan tulus dari dalam hatinya.
“Enggak.. Aku ingin supaya kamu cepat sembuh lebih kuat lagi. Nanti aku mau pulang,” kata Ryan kemudian
Laras tiba-tiba tersedak, “Huk.. Huk...”
Ryan bangkit dari duduknya, segera menyodorkan segelas air untuknya.
“Kenapa, kamu sebenarnya nggak ingin aku pulang kan,” goda Ryan lagi.
Laras terbelalak, “Apa? Jangan sok tahu kamu ya,” sahutnya. “Cepat pulang sana,” usirnya ketus.
“Aku takut kalau terus di sini, aku takut tak bisa menghadapimu, bagaimana bila ada kejadian seperti semalam dan tadi pagi,” gurau Ryan lagi untuk menggoda Laras.
“Iiihhh.. Ryan diamlah,” Laras makin kesal dan berdiri dan mengarahkan sendoknya ke muka Ryan. Karena sangat risih dan malu bila ingat peristiwa tadi malam juga pagi tadi.
“Tenanglah aku akan tetap memantaumu dari jauh,” kata Ryan kemudian.
“Tidak perlu, aku terbiasa hidup sendiri,” jawab Laras tanpa melihat Ryan, terus menunduk ke piringnya asyik menikmati makananya.
“Besok sopirku akan ke sini menjemputmu untuk kontrol ke rumah sakit,”
“Tidak perlu, aku bisa sendiri,”
“Aku akan tetap melakukannya meskipun kamu menolaknya,” kata Ryan datar lalu pergi meninggalkan meja makan.
Laras membereskan meja makan, lalu membawa semua piring dan gelas kotornya ke tempat cucian piring dan mencucinya. Dia sendiri juga tidak bisa memahami mengapa perasaannya jadi seperti ini sekarang. Kenapa tiba-tiba jadi merasa sedih dan kehilangan, saat Ryan berpamitan akan pulang tadi. Apa mungkin secara tak sadar dirinya telah terbuai oleh perhatian dan kebaikan Ryan ketika merawat dirinya. Ya, Laras yakin ini hanyalah buaian sesaat.
Ryan sedang menyiapkan obat untuk Laras minum setelah sarapan ketika Laras masuk.
“Minumlah obatnya, setelah itu istirahatlah,” kata Ryan.
“Aku bisa menyiapkan sendiri. Kau tak perlu selalu menyiapkannya untukku,” jawab Laras ketus.
“Tidak apa-apa nanti juga tidak lagi” Ryan memberikan obatnya pada Laras.
“Istirahatlah.... ” ucapnya kemudian keluar kamar.
Sebenarnya Ryan juga merasa berat hati memutuskan pulang hari ini. Meskipun sudah bisa berjalan dengan baik, tapi Laras belum sembuh benar. Apalagi dia hidup seorang diri di rumah ini. Ryan juga masih ingin menemani dan menghibur beberapa lama lagi. Namun dia tidak mau menimbulkan masalah bagi Laras. Ryan takut jika tiba-tiba mereka di gerebek tetangga atau RT karena telah tinggal serumah dengan pria yang bukan siapa-siapanya. Tentu bila sampai benar-benar terjadi, Laras lah yang paling dirugikan. Dia masih lajang dan tinggal di tengah masyarakat yang masih menjujung tinggi norma-norma. Ryan takut itu akan mencemarkan nama baiknya dan menyulitkan gadis itu dalam mencari pasangan nantinya.
Begitu Ryan keluar, Laras kemudian asyik menonton film dengan handphone - nya. Setelah kecapekan, tanpa terasa dia tertidur lelap sampai siang. Ketika bangun tubuhnnya telah terselimuti. Dia yakin ini tadi pasti Ryan yang menyelimuti.
Laras keluar dari kamarnya, entah kenapa merasa rumahnya begitu lengang. Lalu dia membuka pintu kamar Neneknya yang biasa digunakan Ryan istirahat, kosong, Ryan tidak ada di situ. Kamar itu telah tertata rapi seperti biasanya. Di ruang tamu pun Laras tidak menemukannya. Di meja makan Laras menemukan satu porsi sup sapi dan sepucuk kertas, “Habiskan lah.... Agar lekas sembuh dan berat badanmu naik, dan jadi lebih menarik. Aku pulang.”
Laras terduduk lesu di kursi meja makannya, “Dasar, suka bikin kesal. Sudah pergi pun masih suka meledek orang,” gerutunya.
Dibukanya sup daging sapi yang menggugah selera itu. Tapi sayangnya selera makan Laras jadi hilang. Dia tidak ingin menyantap sup yang terlihat lezat itu. Ditutupnya lagi sup itu kemudian dia kembali ke kamar dan merebahkan diri lagi. Ryan mengirim pesan di aplikasi chat nya, ”Jangan lupa minum obatnya,”
Laras tidak membalasnya. Dia tidak mau mengatakan kalau tidak meminum obatnya.
Masuk pesan lagi, “Besok jam delapan sopirku akan menjemputmu,” tulis Ryan dalam pesannya. Laras hanya membacanya saja, tak membalas satu kata pun. Perasaannya begitu hampa. Semangatnya tiba-tiba hilang. Dia tidak ingin melakukan apapun selain tidur lagi dan masuk ke alam mimpi bertemu Nenek atau pun Kakeknya. Bukan seperti alam nyata yang terasa sepi baginya sekarang setelah Ryan pulang.
Sorenya setelah balik ke dunia nyata alias bangun dari tidurnya, Laras langsung mandi. Tubuhnya terasa lengket karena tadi pagi dia tidak melakukan rutinitas itu. Segarnya air dan aroma sabun yang wangi, sedikit memberikan terapi semangat dalam dirinya. Selesai mandi Laras menghabiskan waktu menonton televisi. Meskipun begitu dia tidak mampu mengusir bayang - bayang Ryan yang seolah-olah sedang berada di sekitarnya. Tak terasa waktu berjalan, sekarang menunjukkan pukul tujuh malam.
“Tok.... Tok.. Tok...” pintu depan rumah Laras diketuk orang.
“Pesanan makan datang” suara ojeknya.
Laras bangkit dan berjalan ke pintu. Ada bunyi chat masuk, “Makan malammu datang. Cepat makanlah diteras sambil menikmati suasana malam yang meriah,”
“Meriah? Meriah apa an di gang sepi seperti ini? Kecuali kalau kamu mengundang orkes kampung keliling, pasti meriah tetanggaku pasti datang semua,” tulis Laras berseloroh.
Setelah Laras tanda tangan ojek online itu pun pamitan pulang. Laras duduk di teras dan membuka paket nasi dan ayam dari kedai franchise ternama saat ini plus satu paket salad dari tempat yang berbeda kiriman Ryan.
Sambil menikmati makanannya Laras membaca chat balasan Ryan, “Permintaanmu dalam sekejam datang, Nona,” balas Ryan.
“Apa maksudmu,” tanya Laras tidak mengerti.
Sebuah gerobak karaoke dengan lampu warna warni meriah memasuki halaman rumahnya. Membuat mata Laras terbelalak.
“Ryan apa kamu sudah waras ya?” tulisnya.
“Ternyata kita pernah sehati juga ya? Tadi aku melihatnya di jalan, jadi ada ide untuk menghiburmu. Walaupun sangat sederhana, tapi bisa membantu mereka dapat penghasilan juga kan,” tulis Ryan.
“Jangan khawatir asistenku telah mengurusnya, aku sudah izin RT sampai lurah di sana. Bahkan tetanggamu sudah ku undang semua. Nikmatilah selama tujuh tujuh malam, semoga kamu tidak merasa sepi lagi,” tulis Ryan.
“Apa... Tujuh hari tujuh malam? Ryan kamu benar-benar sudah tidak waras,” tulis Laras.
“Sudahlah, nikmati saja. Jangan banyak protes,” chat dari Ryan.
“Permisi.. Apa benar ini rumah Mbak Laras?”
“Benar. Ini rumah saya, Laras,”
“Kenalkan nama saya Maya. Pak Ryan, telah menyewa kami selama tujuh malam untuk menyanyi di halaman rumah mbak Laras,” tanya seorang gadis remaja kira-kira berusia lima belas tahun.
“Saya bisa mulai memulai menyanyi sekarang mbak. Oh ya, Mbak Laras mau request lagu apa mbak. Atau musik apa? Pop, rock, dangdut, campursari, kita bisa Mbak,” tanya gadis itu.
“Terserah kamu saja. Atau tanya saja kepada para tetangga saya itu. Mereka maunya lagu apa,”
“Baiklah Mbak kalau begitu, saya mau nyanyi dulu,” pamit Maya melangkah ke dekat gerobak soundnya.
“Mbak Laras, ini ada lagu dari Pak Ryan untuk Mbak Laras, SPEECHLESS,” kata Maya.
Laras melihat ke arah Maya, dia tahu lagu itu. Lalu dibacanya satu pesan dari Ryan lagi, “Aku pesan satu lagu untukmu, Speechless. Jadilah seperti di lagu itu. Maafkan aku karena kemarin telah berbuat kasar dan membuatmu terluka,” tulis Ryan.
“Terima kasih lagunya, aku suka dan akan ku ingat pesan dari lagu itu. Sudahlah lupakan kejadian kemarin. Aku telah melupakannya,” tulis Laras lalu dilanjut menyimak lagu Speechless dengan perasaan bahagia, haru, dan hangat.