Bab 12 Demi 500 Juta

1262 Words
"WATARU-KUN!" raung Reiko geram, nyaris saja ia melompat ke balkon sebelah, untungnya Misaki dengan sigap menahannya dengan cara memeluknya dari belakang. Kedua tangan wanita seksi itu menggapai-gapai liar ke arah sang adik, wajahnya dipenuhi amarah. "Reiko-san!" teriak Misaki panik. "Kendalikan dirimu!" Misaki yang murka mendengar tentang dirinya yang menjadi tameng Wataru, tapi malah Reiko yang meledak seperti hewan buas yang diganggu anaknya. Ia sungguh tak mengerti. "Wataru! Cepat minta maaf pada Misaki!" Reiko menggertakkan gigi. "Kenapa aku harus minta maaf? Aneh sekali. Faktanya memang begitu, kan?" sebelah tangannya berkacak pinggang, dagunya dinaikkan sedikit ditambah pandangan dingin khasnya yang merendahkan. "KAU! Minta maaflah sebelum aku benar-benar akan menghajarmu!" desisnya, mencengkeram kuat-kuat railing beranda. "Reiko-san! Hentikan! Sudah! Biarkan saja!" Misaki melirik sosok angkuh itu, sama sekali tak ada tanda-tanda akan mengalah. Lelaki itu berdiri kokoh di seberang sana. "Misaki! Kau gila? Dia menghinamu sudah keterlaluan! Bisa-bisanya dia memanfaatkanmu begitu rendah!" matanya memicing waspada, " aku malu sekali jadi kakaknya." "Oh... jadi kau malu punya adik sepertiku?" tubuhnya menghadap pintu geser balkon apartemen, kepalanya ditelengkan menghadap Reiko. Wajahnya berubah gelap. "Aku juga tak suka punya kakak sepertimu." "TOSHIO WATARU!!!" teriakan Reiko lebih keras dari sebelumnya. Dadanya naik-turun dipenuhi kegusaran, bisa-bisanya dia mencampur adukkan urusan Misaki dengan urusan keluarga mereka. Perempuan berponi rata itu tak bisa berkata apa-apa sekarang. Ia tahu hal ini sudah merembet ke hal lain. Hal yang bukan seharusnya ia sentuh. "Misaki!"seru sang playboy lambat-lambat. "Aku tidak tahu kau berharap apa saat menerima kontrak itu. Kau tidak berkhayal, kan, untuk menjadi tunangan sungguhanku? Kuberitahu dengan jelas. Palsu tetaplah palsu. Sama seperti anak haram tetaplah anak haram. Bukan begitu, Reiko?" Mata Reiko membesar, sekali lagi wanita itu berteriak marah. "WATARU!" "Misaki, jika kau tetap menginginkan lima ratus juta yen itu. Maka bersikaplah sesuai kontrak. Kau adalah anak buahku, tepatnya budakku. Mau aku apakan selama tiga puluh hari, terserah aku. IQ-mu jeblok, ya, kebanyakan baca buku?" ucapnya dingin tanpa perasaan, lirikan matanya berkilat tajam. Sungguh keterlaluan! Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi hatinya seperti jatuh ke dasar lantai. Tubuhnya terasa lemas. Perempuan itu bergidik dengan aura menakutkan lelaki itu sekarang. Ia tak suka sosok Wataru ini. Walau kadang-kadang lelaki itu bisa bersikap hampir normal dan semangat sekali mempermainkannya, sosok ini, sosok satu ini, seperti gunung es yang sulit diraih. Jaraknya benar-benar sangat jauh untuk didekati. Misaki bertanya-tanya dalam hati: apakah ini sosok asli Toshio? Selama ia menjadi tetangganya, waktu-waktu yang dihabiskannya dengan banyak perempuan, semua percakapannya didominasi suara manja dan genit wanita-wanita yang sedang merayunya. Lelaki itu jarang sekali berbicara. Menggoda mereka? Dia tak pernah susah-susah melakukannya, para wanitalah yang melemparkan dirinya sendiri padanya. "Misaki! Batalkan saja kontrakmu dengannya. Kalau lima ratus juta, aku juga masih sanggup meminjamimu tanpa bunga, tanpa kontrak, dan tanpa embel-embel apa pun." Reiko berusaha bersikap tenang, ia menghempas rambutnya ke belakang dengan satu tangan. Matanya terpaut kuat pada Wataru. "Reiko-san...." Wataru tertawa lepas, setengah terdengar mengejek. "Boleh saja. Tapi jangan lupa bayar dendanya dua kali lipat. Plus, ganti rugi atas tindakan barbar hewan liar itu padaku." Ia menunjuk lukanya. "Semuanya aku taksir satu milyar lima ratus juta yen. Atau kau lebih suka kita bahas di kantor polisi?" Wataru tak berhenti sampai di situ. "Aku bisa, loh, melaporkan hal ini sebagai pelecehan seksual atau kekerasan seksual. Bukan begitu, Misaki? Seorang perempuan cupu kesepian berusaha merayu lelaki tampan, dan kalap ingin menggerayanginya. Siapa kira-kira yang akan dipercayai di antara kita berdua?" raut wajahnya berubah mengerikan. "Tiga milyar lima ratus juta yen. Apa kau bisa membayarku sebanyak itu?" Deg! Licik sekali manusia itu! gigi Misaki bergemelutukan menatap sang playboy. Ia seperti dipermainkan layaknya bola ping pong dan diinjak sesuka hati. Di matanya, Misaki seolah tidak dianggap manusia sama sekali! Hanya mainan seru seperti yang lainnya. "APA? KAU GILA, YA, WATARU??!!!" Kening Reiko mengernyit, lalu berbalik cepat pada Misaki yang membatu. "Misaki! Seberapa pentingnya lima ratus juta yen itu sampai kau mengikat kontrak dengan seorang iblis?" Seberapa penting? Tentu saja sangat penting! Kapan lagi ia mendapat uang sebanyak itu tanpa harus bekerja keras sampai mimisan? Tentu tak akan dilepasnya begitu saja. "Pertimbangkan baik-baik pilihanmu, Misaki. Aku tak tahu kau mau apakan uang sebanyak itu, dan aku tak mau tahu." Wataru menegaskan kata-katanya, raut wajah berubah menindas. "Tapi sepertinya ini peluang yang datangnya satu banding sekian dan kau tampak sangat membutuhkannya, bahkan menjilat ludah sendiri gara-gara uang sebanyak itu, kan? Gajimu sebagai penjaga mini market meski menabung seumur hidup pun tak akan bisa terkumpul sebanyak itu." Senyum bengisnya terpancar kuat. Jantung Misaki seperti ditancap pisau. Ia kembali mengingat awal percakapan mereka, betapa ia begitu kukuh menolak jadi 'perempuan bayaran'. Kini, ia malah terjerat di tangan sang iblis demi lima ratus juta yen! Jumlah itu jelas tak sedikit, tapi bukan berarti Misaki tak mampu menghasilkan uang yang banyak meski tak mencapai angka itu. Mengingat keadaan keluarganya, uang ratusan juta yen hasil royaltinya pun tak cukup. Misaki jika bisa dikatakan adalah orang kaya, namun di sisi lain ia miskin dengan hutang menumpuk untuk dibayar. Uang di tangannya seperti hantu. Seperti udara yang ia coba genggam. Ah... sakit sekali mendengar hinaan itu... Rasanya ingin menangis. Ia pun tak bisa berkata bahwa ia penulis terkenal dan sukses di hadapan kedua orang ini. Siapa yang akan percaya? Yang ada malah mungkin hanya akan jadi bahan olok-olok Toshio lainnya. Lagi pula, tak ada yang boleh tahu tentang dirinya lebih jauh. Jangan sampai! Ia tak mau ada orang asing masuk ke dalam hidupnya dan mengetahui sisi lain dari dirinya yang kelam dan kotor! Jika saja saat itu tagihan rumah sakit tidak meneleponnya di saat berdiskusi di awal-awal di kafe, ia tentu senang hati hanya ingin ditraktir makan saja sebagai gantinya. Misaki bungkam. Kata-katanya tersangkut di tenggorokan. Kepalanya tertunduk malu. Apa pun akan ia lakukan demi biaya rumah sakit ayahnya. Situasinya benar-benar terdesak. Tunggakan rumah sakitnya sudah berjalan dua bulan. Jumlahnya pun tak sedikit. Ayahnya bisa didepak dari ruangan intensif, sementara kondisinya butuh penanganan khusus. Penghinaan dan sikap semenang-menang Toshio akan ia tahan bagaimanapun juga saat ini. Mau tak mau.... Suka tak suka.... Ia harus bertahan! "Kenapa kau diam saja, Misaki? Katakan sesuatu!" desak Reiko tak sabar. Misaki mengangkat kepalanya, dan menatap tak berdaya pada sang playboy. Pertahanan lelaki itu tiba-tiba saja runtuh melihat ekspresinya. "Maaf! Ke depannya, aku akan lebih berhati-hati. Aku sesaat lupa diri dan bertindak di luar batas. Mulai sekarang aku akan menahan diri lebih baik lagi." Ia membungkuk ke arah Wataru. Terlepas semua perlakuan yang didapatnya, kata-kata lelaki itu memang benar. Harusnya ia tahu risiko yang harus ditanggungnya saat menerima tawaran tunangan palsu itu, termasuk dijadikan tameng olehnya. Derita apa yang bisa melukainya sekarang? Toh, ia telah mengalami derita yang hampir membuatnya gila dan terjun bebas dari gedung tinggi di masa lalu. "Misaki!" Reiko nelangsa melihat sikap pasrahnya. "Baguslah jika kau paham sekarang." Katanya enteng, hatinya entah kenapa terasa janggal. Sang palyboy menghindari kontak mata dengan siapa pun. Sejurus kemudian, dengan sinis berkata, "dan jangan lupa, pakai kacamatamu! Mukamu jadi terlihat jelek kuadrat. Sangat merusak pemandangan!" "Wataru-kun!" Reiko memelototinya. Misaki membisu. Ia tahu dirinya tak cantik. Tak usah diingatkan, ia juga mengerti! Lagi-lagi kepalanya tertunduk malu. Suara pintu diketuk begitu keras, disusul oleh teriakan seorang perempuan manja dan sok imut membelah ketegangan mereka. "Wataru-chan~! Aku datang, sayangku~! Apa kau di dalam?" Semua pandangan mereka tertuju ke dalam apartemen. "Aku sibuk. Jangan ganggu aku!" selepas berkata demikian dengan nada dingin dan datar, ia beranjak meninggalkan mereka berdua. "ANAK ITU!" geram Reiko. --------------   *Catatan Author 1. 1 miliar 500 juta yen (1,5 miliar yen), kira-kira sekitar 191 miliar rupiah. 2. 3 miliar 500 juta yen (3,5 miliar yen), kira-kira sekitar 446 miliar rupiah. 3. 500 juta yen, Kira-kira hampir 64 milyar rupiah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD