Bab 16 Roller Coaster

1704 Words
Penampilan lelaki itu sangat memikat. Habis kencan? Atau ingin pergi kencan? Wataru berpakaian casual dan sangat wangi—memakai kaos oblong hitam lengan panjang yang pas di badan, ada garis-garis merah segitiga yang saling bertemu di bagian  d a d a. Bawahannya berupa celana jeans biru gelap dipadu dengan ikat pinggang kulit berwarna cokelat. Jam tangan kulit tersemat di lengan kirinya. "Ada apa mencariku?" tanyanya ragu, matanya menghindari Wataru Duh, Toshio wangi sekali! Jantungnya malah tambah berdebar kencang. Misaki gugup seketika! Tubuhnya tak bisa digerakkan. Phobiaku, kah? Atau...? Tidak mungkin! sanggahnya dalam hati. "Kau ini amnesia atau pikun, sih?" ia menerobos masuk ruangan tanpa dipersilahkan. Kepalanya berbalik. "Jangan ngambek lagi soal amnesia, nanti kau cepat tua." Ia menyentil iseng dahi Misaki. "Dia kenapa, sih?" tangannya mengelus-elus tempat yang disentil Wataru barusan, cemberut. "Kau belum makan, kan?" ia memperlihatkan sekantong belanjaan makanan padanya. "Kau mau apa,sih?" Wataru tak menjawab pertanyaan itu, ia membeku memunggunginya. Kening Misaki bertaut. Kenapa lagi dia? keluhnya. "Misaki…" ujarnya lambat-lambat. "Ya?" "Itu punya siapa?" ia menunjuk topi di atas meja dengan raut wajah penuh aura membunuh. Kontan wajah Misaki memucat. "Itu topi milik temanku. Kenapa memangnya?" "Singkirkan topi itu dari hadapanku." Nada suaranya naik satu oktaf. "Apa?" Misaki kebingungan. "Buang ke tempat sampah! Jangan membuatku mengulangi perkataan terus!" kantung belanjaannya di hempaskan ke atas meja lesehan. Ia duduk bersandar di lantai, moodnya terlihat gusar. "Kau ini kenapa, sih, Toshio-san? Ini bukan milikku! Kenapa kau menyuruhku membuangnya!" buru-buru ia mengambil topi itu, menyembunyikannya di balik badan. "Siapa pemilik topi itu? Apa hubungannya denganmu? Kau mengundang pria lain ke apartemenmu sementara tunanganmu adalah tetanggamu sendiri? Berani sekali kau!" tatapannya tajam menusuk. "Toshio-san!" pekik Misaki. Halo? Logika macam apa itu? Apa dia juga amnesia? Atau karena dia playboy bej*t tak tahu diri? Semalam itu apa? Main sumo? gemas juga Misaki jadinya! "Kenapa berteriak? Aku tidak tuli!" sebelah kening sang playboy terangkat. "Kau mau apa kemari?" "HAAAAAAAH?? Bukankah sudah jelas? Aku datang mengunjungi tunanganku." "Apa?" Seenaknya saja dia berkata demikian setelah semua drama menegangkannya kemarin! Sudut-sudut bibir Misaki tertekuk memikirkan hal ini, ekspresinya jijik. "Pemilik topi itu laki-laki, kan? Apa kau suka padanya?" nada suaranya berubah lunak. "Apa? Kenapa aku harus menjawab pertanyaan konyol itu?" Misaki bersikukuh. "Sudah! Jawab saja!" suaranya kembali meninggi. "Dia cuma teman SMA-ku! Teman masa kecilku! Kenapa Toshio-san banyak ikut campur, sih? Aku, kan, tidak pernah ambil pusing dengan urusan Toshio-san!" Wataru diam mengamati. "Jadi maksudmu, kau tidak cemburu sama sekali pada kejadian semalam?" Deg! Perasaan Misaki tidak nyaman sekali. Rasanya ia ingin kabur dari tempat itu secepat mungkin! "Kau benar tidak cemburu sedikit pun?" wajahnya berubah dingin. "Kau sendiri, kan, yang bilang kalau status kita hanya tunangan palsu. Aku juga tak punya alasan buat cemburu." Ia menelan ludah gugup. Lelaki itu diam kembali. Ia mengamati Misaki dari ujung rambut sampai ujung kepala. Misaki merinding. "Kalau jadi tunangan sungguhan… apa kau akan cemburu?" satu tangannya diistirahatkan pada kakinya yang bertumpu pada lantai. Kaki satunya terjulur ke depan. Tubuhnya agak miring dengan tatapan mendongak ke arah Misaki, dingin tanpa emosi. PREDATOR! INSTING PREDATOR! Misaki tahu apa yang tengah terjadi pada playboy itu saat ini, merasa terancam dengan kehadiran pria lain yang berusaha menarik perhatian 'miliknya'. Sungguh penyakit gangguan jiwa bagi seorang playboy manapun! Tiba-tiba ia merasa gusar dan ingin membentaknya, namun alih-alih melakukan semua itu, hanya berkata dengan gugup. "Berhenti mempermainkanku, Toshio-san. Aku belum lupa kalau kau alergi pada tipe sepertiku." Wataru mendengus puas. Lalu gelak tawanya pecah memenuhi ruangan. Sialan...! makinya dalam hati. Misaki menggigit bibir, kesal dan malu. Dia itu manusia atau roller coaster, sih? Jantung dan perasaan Misaki naik-turun tiap kali berinteraksi dengannya. "Tolong jangan campuri kehidupan pribadi masing-masing."  Misaki duduk berlutut di depan meja dan meletakkan topi itu persis di samping belanjaan Wataru. "Aku serius menyuruhmu untuk membuangnya," tatapannya bagaikan laser yang ingin menghancurkan eksistensi topi itu. "Ja-jangan macam-macam! Ini topi kesayangan Eikichi!" Lelah sekali menghadapi playboy itu. Kali ini Misaki lagi-lagi tak mengerti mengapa ia memancarkan aura seperti iblis yang sedang murka. "Eikichi?" Dia menatap Misaki. Keningnya bertaut cukup lama. Tak ada kata-kata yang keluar sedikit pun. "Kenapa memandangku begitu?"  d a d anya mulai panas dipenuhi rasa jengkel. "Itu nama depannya, kan? Ternyata kau dekat sekali, ya, dengan teman masa kecilmu itu? Lebih memilih memanggil nama depan teman masa kecilmu itu ketimbang nama depan tunanganmu sendiri? Lucu sekali." Sindirnya tajam. GLEK! Cemburukah? Mustahil! Lelaki ini sulit untuk dibaca! Lantas, kenapa lagi, sih, dia itu? Misaki perang batin sesaat. "Kita hanya tunangan palsu satu sama lain. Pun juga kita baru kenal beberapa hari lalu. Rasanya kurang pantas langsung memanggil nama depan begitu saja." Ia meraih bungkus belanjaan. Bodoh amat belum dipersilahkan olehnya, perutnya lapar. "Apa kau menyukainya? Eikichi itu?" suaranya berubah tenang. Misaki tertawa kecil. "Eikichi? Tidak mungkin. Jangan konyol. Walau dia pernah melamarku, aku tidak tertarik sedikit pun padanya sebagai wanita." Wataru membeku. "Melamar?" Suasana berubah tegang. Misaki lupa. Tak seharusnya ia mengatakan hal ini pada siapa pun. Ingatan dirinya yang dilamar tiba-tiba oleh Eikichi saat berdiri di tepi gedung membuat perutnya bergejolak hebat. Itu bukan lamaran, lebih tepatnya sebuah bujukan agar tak terjun bebas dari gedung. "Dia pernah melamarmu?" "Tolong lupakan. Mari simpan urusan pribadi masing-masing saja." Misaki melumat roti dagingnya. Berusaha bersikap cuek. "Kapan dia pernah melamarmu?" tanyanya tak sabaran. "Toshio-san… Tolong hentikan! Jangan mempermainkanku dengan urusan pribadiku. Aku tak keberatan dan menahan semua perlakuan tak masuk akalmu selama ini. Tapi, jangan sentuh urusan pribadiku." Nada bicara Misaki berubah tegas dan serius. Ini cukup membuat Wataru kaget hingga bola matanya membesar. Senyum licik mengembang di wajah tampannya. "Kenapa? Apa kau menyesal menolak lamarannya?" pancingnya. Misaki tak berkata apa-apa. Wajah Wataru berubah gelap. Pandangannya merendahkan objek di depannya. "Jangan-jangan kau menyesal menolaknya dan kini berusaha menggodanya, ya? Apa kau tidak malu jadi orang ketiga?  Atau kau sudah jadi wanita selingkuhannya, hah?" "TOSHIO-SAN!" "Kenapa? Kau senang, kan, dapat perhatian dari pria di atas rata-rata sepertiku? Kau sudah tidur, ya, dengannya? Mau coba denganku, tidak? Nanti kau nilai sendiri siapa yang paling jago," ia menjilat bibir, ekspresinya sangat menggoda. TAS Di otak Misaki rasanya ada yang putus. Hinaan itu sungguh membuat dirinya terguncang. Samar-samar, sekelebat memori masa lalu menghantamnya bagai ombak. Meski tidak begitu jelas, sikap lelaki itu saat ini hampir sama dengan lelaki yang membuatnya ingin menghilang dari dunia untuk selamanya. Ah... Apa mungkin Toshio adalah kutukan yang dipilihnya secara sukarela. Terapi apaan? Lima ratus juta yen apaan? Apa dirinya sekarang bahkan benar-benar nyata? Misaki tertunduk muram. Merasa aneh, Wataru berdehem sekali. "Jangan-jangan, kau ini masih perawan, ya? Tradisional sekali," dengusnya setengah meledek, matanya menghindari tatapan Misaki yang spontan menegakkan kepala, tatapan perempuan itu  berkilat-kilat hendak mencabik-cabiknya. BRENGS*K SEKALI PLAYBOY JAHANN*M INI! maki Misaki membatin. "Cukup! Eikichi adalah pria baik-baik! Apa hakmu berkata seperti itu tentang Eikichi?! Kau tidak bercermin, ya? Amnesia juga?! Apa yang salah dengan berprinsip tradisional? Yang begituan, kan, memang seharusnya diberikan pada suami sah saja!" tangannya menggebrak meja. Ia menggertakkan gigi, gusar sekali orang yang telah menyelamatkan hidupnya di masa lalu dihina seperti itu. Terlebih dengan pola pikir playboy yang dibanggakannya itu. Menjijikkan! "KAU!" tangannya mengepal melihat reaksi Misaki, tak senang dengan reaksi MIsaki yang terlalu berlebihan di matanya. "Eikichi adalah orang istimewa bagiku! Jangan menghinanya seperti itu." Istimewa? Jadi benar dia punya rasa pada pria itu? pikir Wataru, kesal jadinya. "Melihat reaksi ini, jadi benar kau menyukainya?" "Toshio-san! Berapa kali harus aku jelaskan?! Kau ini kenapa, sih? Gila, ya?!" lagi-lagi, seperti de javu, Misaki mencondongkan badannya ke depan. "Menjauhlah dari pria itu. Aku tak mau kau ada hubungan apapun dengannya." Ia berkata demikian dengan wajah masa bodoh. "Kau bukan siapa-siapaku!" desisnya galak. Senyum liciknya muncul. "Apa aku mesti mengingatkanmu isi kontrak kita?" "KAU!" kepalan Misaki gemetar hebat. "Aku tidak memintamu. Ini perintah. Bu-dak." Sejurus kemudian ia mendorong kepala Misaki ke belakang. "Dan jauhkan muka super jelekmu itu dari wajahku." Tampang tak sukanya sangat terlihat jelas. Misaki meringis menahan sakit pada hidungnya yang tertekan kacamata. Lelaki itu berdiri, dan berjalan menuju tempat tidur Misaki. Ia menghepaskan tubuhnya, melipat kaki dan menumpu kepalanya dengan kedua tangannya sebagai ganjalan kepala. "Seenaknya saja dia..." gumam Misaki sebal. Ia menatap galak lelaki itu dari jauh seolah dengan begitu bisa memicu api ajaib yang tiba-tiba menghanguskannya begitu saja. "Berhenti bertingkah seperti anak kecil. Bangunkan aku pukul 4 sore. Kita akan bersiap-siap untuk pelajaran singkatmu. Jangan sampai membuatku malu pada acara reuni besok." Ia pun memunggungi Misaki. Siapa, ya, kira-kira bersikap seperti anak kecil? Keluhnya pada diri sendiri. Ingin sekali rasanya Misaki melempar isi kantongan belanjaan tepat ke arahnya. "Makan saja semua belanjaan itu. Dan jangan coba-coba berpikir untuk melemparnya ke arahku." Glek! Kakak dan adik sama saja! Mereka ini jangan-jangan keturunan cenayang, ya? ia kembali mengingat insting tajam Reiko. "Misaki…" katanya lambat-lambat dengan nada rendah. "Aku serius memerintahkanmu jangan ada hubungan apapun dengan pria itu. Jangan jadi orang ketiga. Nanti kau sendiri yang akan terluka. Dia sudah menemukan kebahagiaannya sendiri. Move on-lah..." "Hah?" Misaki mengernyitkan kening. Benar-benar pusing tujuh keliling dengan sikap aneh bin ajaib lelaki satu itu. "Jangan membuat dirimu jadi orang bodoh…" "Apa maksudmu, Toshio-san?" ia menggenggam erat roti di tangannya. "Kau pernah patah hati yang parah, ya?" Harusnya analisa Misaki tak salah. Ia cukup bisa membaca situasi ini mengingat menjadi penulis ia mesti mempelajari psikologis manusia cukup dalam. Wataru tidak menjawab pertanyaan itu. Ruangan itu sunyi sesaat. Dan Misaki kembali makan dengan perlahan. Matanya menatap sendu pada punggung Wataru. Rupanya begitu? Patah hati. Sumber masalah klasik seorang playboy. "Jangan coba-coba menyerangku saat tidur, ya! Aku memang playboy, tapi tidak tertarik pada perempuan yang tak berpengalaman." Jantung Misaki rasanya diiris sembilu. Baguslah kalau ia salah paham. Toh, sejak awal ia tak pernah bilang dia masih perawan. Bukankah ini bagus? pikirnya penuh perhitungan. Mulut lelaki itu tajam. Jika ia tahu dia sudah tak perawan, apa jadinya kelak? Semakin semena-mena pastinya dengan rantai lima ratus juta di lehernya. Dasar orang kaya biad*b! Biarkan saja begitu. Ia juga tak ada kewajiban meluruskan kesalahpahamannya. "Berhenti memandangku, hantu Jepang, nanti aku mimpi buruk, loh!" "Apa?!" Misaki menahan diri sekuat tenaga. Inikah yang dirasakan Reiko semalam? Diam-diam, tanpa dilihat oleh Misaki, ia tersenyum lega. "Bodoh." Ucap Wataru lebih kepada dirinya sendiri. Misaki yang tak melihat hal itu hanya mengunyah makanannya seperti titan yang sedang mengamuk, kedua matanya berkobar hebat pada punggung sang playboy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD