Bab 36 Lelang Dansa Pasangan (1)

1224 Words
Misaki mengamati cincin berlian tipis di jemarinya, cincin tunangan palsu yang diberikan oleh tunangan palsunya dengan cara dilempar begitu saja padanya saat berada di dalam mobil. Ia yakin cincin yang dikenakannya sekarang pasti sangatlah mahal. Dasar orang kaya! Sok sekali dia! Kesal juga dirinya memikirkan ada orang yang buang-buang uang dengan mudahnya seperti air di kamar mandi, sementara dirinya mesti menguras air mata, darah, dan keringat demi mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Dan... Ia memakai sebuah cincin mahal yang sama sekali tak ada artinya. Pertunangan mereka palsu. Tak ada rasa. Tak ada status. Tak ada pernyataan. Padahal, harusnya hal seperti ini dipakai karena alasan yang istimewa. Matanya terlihat sendu. Dengan pelan ia mengamati dirinya di depan cermin, di tubuhnya melekat jubah mandi putih bertekstur halus dan lembut. Dengan perasaan nanar ia meremas tangannya yang memakai cincin tersebut. Bagaimana bisa ia terlibat hal semacam ini? Sama sekali tak pernah terlintas di pikirannya sedikit pun. "Mungkin ini tidak buruk juga. Kapan lagi merasakan jadi tunangan seseorang meskipun palsu?" Misaki tersenyum miris. Ia tak akan bisa bertunangan dengan siapa pun dengan keadaan dirinya yang sekarang. Bermimpi mencintai seseorang pun rasanya tak layak baginya. Tangan kanannya meremas dadanya, nyeri sesaat menjalar tepat di jantungnya. Siapa yang mau menerimanya dengan masa lalu tak jelas macam dirinya? Apa yang sebenarnya ia rasakan pada kejadian di lift tadi? Hatinya terasa janggal sekali. Selama beberapa tahun belakangan ini, ia tak pernah merasakan hal ganjil begini di hatinya. Sesuatu yang ingin mendobrak keluar, tapi ada sesuatu yang mengganjalnya kuat sekali. Sangat kuat sampai ketika ia berusaha mencoba menggapainya di ujung pikiran, hanya kehampaan yang didapatkannya. Misaki menjadi bingung sendiri dengan rasa itu. Cinta, kah? Atau cuman efek adrenalin semata? Atau hatinya sudah rusak? Dipikir-pikir, hebat juga ia bisa menulis dengan kondisi hati begitu. Apa ia memang penulis bertalenta? Atau hanya sekedar beruntung? Sejak ia menulis sebagai terapi, ia memang menuangkan apa yang dirasakannya dalam cerita yang ditulisnya, tapi menuangkan rasa cinta? Hatinya seperti mati rasa. Itu salah satu alasan ia tak bisa membuat cerita romansa-komedi. Hanya bisa membuat romansa-tragedi dengan lebih banyak menguras emosi karena tragedi kehidupan, bukan karena percik-percik cinta yang hangat. "Akabane-san." Misaki berbalik, Ishikawa berdiri bersama seorang lelaki kemayu dengan dandanan nyentrik. "Apa ini yang mesti aku poles? Bagus sekali! Sepertinya nona sudah mandi, jadi aku bisa dengan cepat mengerjakan karya seniku. Uesugi-sama. Serahkan semuanya padaku!" gerakannya lembut, satu tangannya diarahkan ke d**a seraya menunduk memberi hormat. "Tolong, ya, Jane-san." Ishikawa tersenyum. "Serahkan semuanya padaku!" Ia bertepuk tangan dua kali, dan beberapa asisten memasuki ruangan dengan peralatan make up, satu gantung berbagai macam pakaian, sekumpulan set sepatu indah berkilau, dan beberapa perhiasan mewah. GLEK! Uesugi-san terlalu berlebihan! pekiknya dalam hati. Wajah Misaki suram bukan main. Dia tak suka mendapat perlakuan semacam itu. Kalau Toshio, sih, lain, soalnya dia b***k. Ia mengingat sekilas pada perlakuannya di studio rias sebelumnya tanpa bisa menolak sama sekali. "Uesugi-san?! Apa ini tidak berlebihan?" protesnya. "Tidak. Ini tidak berlebihan. Aku minta maaf dengan keamanan hotel ini yang begitu memalukan hingga menyebabkan kejadian tak menyenangkan menimpa dirmu." "Itu bukan salah, Uesugi-san!" Misaki panik sendiri. Lelaki itu tertawa kecil. Lagi. Entah untuk keberapa kalinya. Pria yang sangat ramah, meski matanya begitu dingin. Sungguh kombinasi yang aneh menurutnya. "Ayo! Sudah cukup bicaranya!" Jane bertepuk tangan lagi, berkata dengan nada yang begitu melambai, lalu memberi isyarat pada para asistennya agar bergerak cepat. "Kalau begitu aku berganti pakaian juga. Aku tunggu karya senimu, Jane-san." "OK! Jangan khawatir, Uesugi-san! Make up artist level kelas atas ini pasti membuat semua orang tercengang!" ia memajukan jempolnya, meliuk-liukkan tubuhnya dengan gaya yang genit. Ishikawa tertawa, lalu meninggalkan ruangan. Jane tersenyum, lalu berbalik pada Misaki yang duduk di depan meja rias kamar super mewah itu. "Nah! Akabane-chan! Mari kita lihat seperti apa dirimu ini!" ujarnya dengan nada tertarik. Firasat Misaki tidak enak. "Ha-halo... Jane-san..." sapanya dengan sudut bibir berkedut, wajah suram. *** Seorang wanita mengetuk pintu kamar yang tak jauh dari kamar Misaki tadi. Ishikawa baru saja selesai mengganti pakaiannya. "Uesugi-sama. Nona Akabane-san sudah siap." "Baik. Aku segera ke sana." Jane terlihat sumringah sekali. Ponselnya sama sekali tak berhenti mengeluarkan flash yang menghujani tubuh Misaki. Para asisten Jane bahkan terpana saking kagumnya hingga mereka ternganga tak karuan. "Bagaimana Jane-san?" Ishikawa muncul dari balik pintu. Bola matanya membesar, penuh dengan keterkejutan. Matanya nanar penuh kekaguman. Wajah lelaki tampan itu merona dalam hitungan detik. "A-Akabane-san...?" "Neeeee?! Uesugi-sama dapat berlian tersembunyi ini di mana? Apa dia pacarmu?" Jane heboh sendiri, tangannya masih sibuk memotret Misaki yang pasrah total. Lelaki kemayu itu tak seramah yang dilihatnya. Mirip-mirip Reiko jika sudah memegang peralatan make up. Namun, Jane lebih sulit dihadapi, kadang ia bersikap kemayu lembut nan ceria, di lain waktu begitu garang dan galak seperti preman. Aneh sekali orang-orang yang Misaki temui akhir-akhir ini. Lebih aneh daripada para pengunjung mini market yang selama ini dihadapinya. "Kurasa kini aku yakin kau memang tunangan Miyamoto," Ishikawa sulit melepas matanya dari sosok baru di hadapannya itu,"aku tak mengerti kenapa ia membiarkanmu berdandan seperti tadi jika ia bisa menunjukkan kiluan dirimu ini. Lebih mudah membuat orang-orang percaya jika penampilan Akabane-san seperti ini." "Uesugi-san... Apa tidak bisa dandanannya seperti sebelumnya saja?" Misaki melirik Jane yang kini bertampang garang, tidak terima perkataan Misaki. "Haaah... Jane-san bukan orang yang ramah, loh, kalau hasil kerjanya dibantah.," ia tersenyum santai. "Ta-tapi..." "Lelaki itu memang dewa bisnis, tapi bodoh sekali soal wanita," senyumnya kali ini berubah kecut. "U-Uesugi-san..." "Ayo, kita kembali ke ballroom! Sebentar lagi acara lelang akan dimulai." "Ta-tapi..." Misaki menggigit bibir ombrenya yang kini semerah ceri segar. "Tidak perlu cemas! Percaya dirilah! Tegakkan bahumu!" Ishikawa tersenyum, mengulurkan tangan bak pangeran di pesta dansa. Jane yang melihat adegan romantis ini langsung mengarahkan kameranya, wajahnya tampak puas diiringi pemikiran yang menggelitik di otaknya. "Couple~ of the year~!" katanya dengan nada lebay yang kemayu. *** Wataru duduk dengan perasaan gelisah. Keningnya tak berhenti mengkerut. Kemana perginya si jelek itu, sih? umpatnya dalam hati. Ia tak bisa menemukannya karena lampu ballroom segera dimatikan dan berganti menjadi pencahayaan malam untuk acara lanjutan. Suasana ballroom kini kembali formal. Pembawa acara pun begitu bersemangat dan ceria dengan hasil keputusan yang cukup memakan waktu tadi. Bulatan cahaya terus mengikuti ke mana pun si pembawa acara melangkah di atas panggung. "Baiklah! Keputusan sudah diambil! Dan untuk lelang amal kali ini akan ada beberapa macam! Yang paling menarik dari semua ide yang masuk adalah..." lelaki pembawa acara itu menggigit bibirnya dalam-dalam menahan kegirangannya sendiri, matanya tertawa." LELANG DANSA PASANGAN!" Ruangan itu kini penuh dengan bisik-bisik. Ide yang sangat di luar dugaan dan bikin siapa pun yang mendengarnya berdebar! Banyak pasang mata kini tertuju pada meja Wataru, mata yang penuh dengan hasrat, keinginan, dan rasa mendamba yang tertahan cukup lama. "Karena lelang amal kali ini untuk para korban gempa bumi dan tsunami di Asia tenggara, maka kami membutuhkan banyak dana dari para hadirin sekalian! Maka dari itu, sebagai kejutan dan membuat lelang ini istimewa, kami akan meminta pendapat dari para hadirin sekalian untuk merekomendasikan calon-calon pasangan untuk masuk pelelangan!" tangan kanannya menunjuk lantai dansa di depan. "Wataru, ke mana tunanganmu?" Matsuda melirik kursi kosong Misaki dalam keremangan. Wataru tak segera menjawab. "Ke toilet." "Oh. Aku hanya cemas, bagaimana jika kalian yang jadi pasangan lelang ini," ia terkekeh.,"kalian, kan, pasangan kontroversial di acara ini, khususnya di LIME Group saat ini. Jika ia menghilang di tengah-tengah acara, kan, bisa gawat untukmu, Wataru." Wataru hanya terdiam memandang kursi kosong Misaki melalui sudut matanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD