Bab 33 Reuni (3)

1373 Words
Misaki sangat menikmati hidangan itu sampai ketika ada beberapa orang yang berniat menghampirinya, tanpa sadar diberikan pelototan tajam karena merasa terganggu dan membuat mereka mundur tanpa disuruh. Tidak perlu akting segala saat ini, ia benar-benar ingin menikmati makanan yang jadi hiburan satu-satunya di acara membosankan itu. Kapan lagi bisa makan seenak dan sepuas sekarang? Gajinya sebagai karyawan mini market sudah sangat pas-pasan. Si playboy itu juga sudah menelantarkannya dengan sibuk berbicara soal ekonomi, bisnis, dan politik pada orang yang pernah dilihatnya di TV. Ia sempat iseng mencuri dengar, dan menjauh dari tempat itu karena tak mau pusing pada topik di luar ranahnya. Orang yang diajak berbincang kali ini adalah salah satu orang terkaya di bawah keluarga Miyamoto yang pernah Misaki lihat di internet. Pria itu tampak lebih tua dua-tiga tahun dari sang dewa bisnis, cerdas dan memiliki aura seekor beruang tegap. Rambut orange kemerahannya menambah kesan kuat dan berkelas dirinya yang dipadu dengan set jaket tuxedo satin merah gelap bermotif. Lelaki beruang itu salah satu orang paling berpengaruh di bidang ekonomi, terbukti setiap Misaki menonton berita, pendapat pria itu selalu diutamakan. Di sampingnya ada seorang wanita super cantik semampai. Rambut cokelat medium panjangnya digelung indah dengan hiasan jepitan bunga kecil berwarna merah muda di kedua sisinya, tubuhnya dibalut gaun semata kaki berwarna tosca gelap—atasanya berupa brokat berlengan sampai siku dan dari perut ke bawah berupa satin berlipat di bagian sisi tertentu, sedang di bagian belakangnya sedikit terbuka sehingga menampilkan punggungnya yang indah. Pembawaan perempuan ini begitu tenang, lembut, dan sangat sopan. Pacar? Istri? Semoga bukan tunangan palsu seperti dirinya. Sungguh malang nian jika begitu. Tunangan palsunya berbincang cukup lama dengan sosok satu ini. Pria terkenal itu tampak begitu akrab dan sesekali tertawa, lalu tangannya tak luput dari jemari yang dikaitkan pada tangan sang wanita tadi. Tak selang berapa lama, beberapa orang ikut dalam perbincangan itu. Mereka begitu hormat pada pria beraura beruang itu. Benar-benar orang penting sepertinya. Dan tak lupa, mereka juga begitu segan pada Wataru hingga merendahkan diri seperti pecundang dengan menyebut-nyebut segala pencapaian sang dewa bisnis selama ini, air liur mereka jelas terlihat! Dasar penjilat! Hidup sungguh tak adil! keluhnya dalam hati. Misaki berpikir demikian seraya melahap satu tusuk yakitori (sate ayam) dengan buas, tatapannya diarahkan pada Wataru hingga lelaki itu merinding tanpa alasan masuk akal di sana. "Dasar orang kaya…" kali ini, Misaki berjalan menuju meja dessert, matanya sudah terkunci pada pudding mousse cokelat, senyumnya terkembang lebar hingga melupakan semua kerisauan yang ada beberapa menit lalu. Sadako mini market itu menikmati hidangan tentunya dengan tetap menjaga imagenya. Ingin rasanya mengeluh, tapi karena hidangannya enak-enak, tak masalah ia menikmatinya sedikit demi sedikit. "Mohon perhatiannya sebentar! Karena ide yang masuk banyak yang menarik dan luar biasa, maka kami akan menambah setengah jam lagi untuk memutuskan pilihan terbaik dari para hadirin sekalian! Kami minta maaf! Tapi, jangan merasa kecewa! Reuni angkatan kita tak pernah membosankan! Kami persilahkan Ayumi Takada sang penyanyi terkenal untuk mempersembahkan beberapa lagu demi memeriahkan suasana malam ini!" Suara tepuk tangan memenuhi ballroom, Ayumi Takada adalah penyanyi solo yang sudah go internasional. Tidak heran ruangan itu begitu riuh mendapat hiburan kelas dunia gratisan. Dasar insting penulisnya, Misaki mendapat ide lagi. Ia hendak mengamati keadaan di atas panggung, karena terburu-buru membalikkan badan, sikunya menyenggol seseorang. Pudding mousse-nya menempel ke jas orang tersebut. "Gawat!" pekiknya tertahan. "Maafkan, aku! Maafkan aku! A-akan aku bersihkan! Gawat! Gawat! Gawat!" Misaki menaruh sisa hidangan ke meja, lalu dengan panik membersihkan pakaian lelaki itu menggunakan tangan kosong. Di sela-sela rasa panik dan takut jikalau Wataru melihatnya melakukan kesalahan, tanpa sadar karakter asli Misaki keluar total. "Menarik," ujar sang pemilik jas, tertawa kecil. Keringat dingin membasahi kedua pelipis sadako mini market itu. Apa yang telah ia perbuat? Mana sikap sok elegan dan sok dinginnya tadi? Kepalang basah, Misaki pun menghentikan aktingnya sejenak untuk minta maaf. Ia membungkuk dengan tulus. "Ma-maafkan aku. Baju anda jadi kotor." "Tidak apa-apa. Ini bukan masalah besar," tangannya membersihkan sisa-sisa yang ada, tapi jas yang dipakainya berwarna abu-abu hingga noda pudding itu sangat jelas terlihat oleh mata siapa pun. Kepala misaki ditegakkan. Lelaki yang disikutnya itu memiliki perawakan tinggi dan tegap. Rambut pendeknya pirang pucat. Wajahnya sangat tampan, intense, dan terlihat karismatik. Ia memiliki mata yang dingin, namun wajahnya luwes akan senyuman yang amat ramah. "Pangeran…" Misaki terpana hingga nyaris kehilangan kata-kata, bola matanya membesar takjub. "Apa?" Spontan ia menutup mulutnya, ketampanan dan kharisma pria itu membuatnya sejenak lupa diri. Tampan banget! Kerennya keterlaluan! Seperti karakter ikemen otome game* aja! pujinya membatin. "Ma-maaf sekali, tapi mari bicara di tempat lain!" Misaki meraih lengan lelaki itu dan menyeretnya ke balik tirai. "Kau menarik sekali, ya, Akabane-san," tutur kata lelaki itu dalam, lembut dan tenang, ia terkekeh kembali. "A-anda tahu nama saya?" "Siapa yang tidak tahu tunangan Miyamoto Wataru? Sudah tersebar ke seluruh penjuru ruangan dalam sekejap," ia menunjukkan ponselnya. PANTAS SAJA! pekik Misaki dalam hati, kesal. Kini masuk akal sudah semua tatapan tak nyaman dari seantero ruangan itu. "Aku benar-benar minta maaf!" Misaki kembali mencoba membersihkan sisa-sisa puding itu, tapi malah membuatnya kesal di setiap gosokan. "Tidak perlu. Ini hanya noda kecil," lelaki itu terkekeh. "Apanya yang noda kecil? Ini seukuran telapak tangan orang dewasa! Tidak bisa begini! Ayo ke luar ruangan dulu! Saya akan membersihkannya di toilet. Bisa-bisa nodanya sulit hilang jika tak segera diusap air. Pasti harganya mahal sekali!" Misaki mengamati keadaan di luar sana dari balik tirai. Bagus! Mereka semua masih terhipnotis oleh suara merdu Ayumi Takada. Wataru juga masih sibuk berbincang-bincang dengan orang yang sama di sudut ruangan lain. "Sungguh. Tidak perlu. Aku hanya perlu mengganti jas saja. Kau tak perlu repot-repot begini," imbuh lelaki itu, wajahnya sedari tadi senyam-senyum melihat tingkah tak terduga perempuan itu sejak mengawasinya tak jauh dari meja hidangan. Sadako mini market itu terlalu sibuk mengamati keadaan, tak mendengar suara lelaki itu yang tenggelam dalam keriuhan para penonton. "Ok! Tak ada yang memperhatikan kita! Ayo, keluar!" Lelaki itu menurut saja dengan perlakuan semena-mena Misaki, senyumnya begitu tenang dan  menyejukkan di belakang sang wanita yang tergesa-gesa sibuk memimpin jalan dalam keadaan panik. Di sudut terjauh, sepasang mata lentik penuh dendam memperhatikan tingkah laku kedua tamu itu. Bibirnya tersenyum jahat, dan dengan gerakan jemari kiri di udara, ia dan beberapa perempuan lain berjalan keluar mengikuti mereka. *** Di dalam toilet perempuan. "Akabane-san. Apa tidak apa-apa aku masuk ke sini?" lelaki itu tampak khawatir, ia mengamati Misaki yang sibuk menggulung lembaran tisu, kemudian membasahinya sedikit. "Tidak apa-apa. Tak ada orang, kok. Tolong buka baju anda," perintah Misaki polos. "Apa?" Hening. Air muka Misaki menjadi pucat pasi dalam sekejap. Dia tadi ngomong apa, sih? "A... a-a-a... a-a-a... a-anu... i-itu.. maksudnya tolong lepas jasnya biar saya bersihkan." Misaki salah tingkah hebat. Satu tangannya menutupi pipinya yang dipalingkan secara mendadak, wajahnya merah seperti kepiting rebus. Lelaki itu lagi-lagi tertawa kecil. Segera ia tersenyum lembut, "aku mengerti, Akabane-san." Misaki menghela napas panjang, tangannya menerima jas tersebut. Dengan hati-hati ia mulai membersihkan, tangannya gemetar bukan main. Hal ini menarik perhatian lelaki tadi. "Tidak perlu takut begitu. Jas kotor bisa dicuci, kok. Lagi pula aku masih punya banyak koleksi jas lain." "Bukan begitu. Selain ini pasti mahal. Jika lelaki itu tahu aku mengacau hari ini, bisa-bisa ia mengamuk tiada ampun sepulang nanti," bibir bawahnya digigit, mata sibuk fokus pada noda di jas. "Lelaki itu?" DEG! Tangannya berhenti menggosok. Senyum dipaksakan terlihat di wajahnya. "Bukan apa-apa. Aku salah bicara. Lupakan saja. Daripada itu, apa kemeja anda terkena pudding juga?" Tangan lelaki itu memeriksa kemeja putihnya, harusnya, sih, baik-baik saja. "Namaku Uesugi Ishikawa." "Ya?" Lelaki itu tersenyum sangat ramah, "namaku Uesugi Ishikawa, Akabane-san. Panggil saja Ishikawa." "Eh?" Misaki terbengong cukup lama menatap lelaki itu. ***    --------   NOTE Sebuah permainan otome atau otome game (**ゲーム otome gēmu, secara harfiah "game perawan"), kadang-kadang dikontrak ke otoge, adalah permainan video berbasis cerita yang ditargetkan untuk wanita. Umumnya salah satu tujuan, di samping tujuan plot utama, adalah untuk mengembangkan hubungan romantis antara karakter pemain wanita dan salah satu dari beberapa karakter laki-laki. Genre ini paling mapan di Jepang, dan sebagian besar terdiri dari novel visual dan permainan simulasi; terutama sim kencan dan permainan simulasi kehidupan. (sumber: wiki) ______________________ Halo! Nat-chan here! Khusus untuk lagu Lem*n dari Kenshi Yon*zu, saya mendengarkannya saat mengetik chapter ini sampai chapter 35. Terima kasih sudah membaca! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD