Bab 32 Reuni (2)

1061 Words
Dari semua pertanyaan yang bisa Misaki pikirkan, kenapa pertanyaan rendahan macam itu keluar dari mulut perempuan itu? Buat apa ia melakukan riset sampai nyaris kejang-kejang dan setengah mati curi-curi kesempatan membaca email keluar Toshio sampe matanya sakit hanya demi sebuah pertanyaan merendahkan begitu? Ditambah lagi, semua percakapan sejauh ini, sang playboy yang mengambil alih. Misaki hanya jadi boneka pajangannya saja, sama seperti yang dikatakannya sewaktu berdansa dulu. Kesian sekali kalau ada perempuan yang benar-benar menikah dengan lelaki itu. Misaki miris memikirkannya. Sang playboy hendak membalas hal itu, namun Misaki tersenyum ramah. Kali ini, ia yang meremas tangan tunangan palsunya, lelaki itu sampai membeku sesaat. "Hal itu adalah hal pribadi antara pasangan saja. Pertanyaan semacam ini seperti orang yang tidak berpendidikan saja. Sangat. Tidak. Pantas. Di mana sopan santun anda?" Satu tangannya dilekatkan pada bibir bawah, matanya melirik malu-malu ke arah Wataru. Semua orang di meja itu cukup terkejut, malu sendiri mendengarnya. "Perempuan ini!" nada suaranya tertahan, kekesalan merangkak naik ke wajahnya yang cantik. Lalu berdiri meninggalkan meja itu, uring-uringan. "Biarkan saja dia. Itu salahnya sendiri suka cari gara-gara," lelaki tinggi kurus sebelumnya kembali berkomentar. "Gin benar. Dia memang dari dulu begitu. Merepotkan saja. Maafkan dia Akabane-san. Kau memang beda dari wanita yang pernah dikencani Wataru. Rumor itu pasti kerjaan orang yang ingin menjatuhkan dewa bisnis kita." Matsuda, dengan korsase mawar merah meneguk minumannya. Ia lelaki dengan pembawaan yang lembut, santai, dan elegan, memakai blazer hitam dengan dalaman kemeja putih polos. "Akabane-san. Ini sedari tadi mengangguk pikirkanku: Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" ujar Ryo ragu-ragu. Ia adalah pria dengan tubuh sedikit gemuk dan sedikit pendek dari Gin, rambutnya ditata rapi dan sedikit klimis. Kursinya berada di dekat Wataru, sorot matanya melempar tatapan penuh tanda tanya pada Misaki. Hah? Misaki keheranan. Wataru pun tak kalah heran. Apakah ada yang pernah melihatnya bekerja  di mini market? Harusnya ia berdandan sesuai ajaran Reiko agar tak terekspos sehingga tak ketahuan siapa dirinya yang sesungguhnya. Sia-sia semua jerih payah wanita cantik itu pada dirinya. Ia tak sempat menelepon meminta bantuan gara-gara omelan lelaki itu membuatnya hanya bisa fokus dicaci maki sejak berangkat dari apartemen sampai akhirnya ke hotel acara diadakan. Misaki tak ingat apa dia pernah berdandan seperti sekarang ini, tapi satu hal yang ia yakini bahwa dandanan tak biasanya ini cukup membuat dirinya tak dikenali siapa pun. Dia, kan, juga sudah tak dandan bertahun-tahun lalu. Jadi, meski tak didandani ala Reiko, persentase ada yang mengenalnya itu kecil sekali. Apa yang dicemaskannya sebenarnya? "Ryo. Hentikan godaanmu itu. Dia tunangan Wataru. Perusahaan keluargamu minta dihancurkan, ya!" kelakar perempuan berambut hitam pendek, ia mengenakan gaun berleher halter biru gelap di sebelah kiri Matsuda. "Aku tidak sedang menggodanya. Rasanya aku pernah melihatnya entah di mana. Tapi, dandanannya lebih natural dan ringan, tidak seperti ratu gothic suram seperti ini." "Jaga mulutmu, Ryo!" tegur perempuan itu, matanya mengawasi reaksi Wataru. "Maaf! Maaf! Tapi, aku tak mungkin melupakan kecantikan yang langka seperti Akabane-san. Riasannya memang lain dari yang lain, walau begitu dia sangat cantik, Wataru." "Terima kasih," jawab Wataru singkat. Misaki diam saja. Tak mau berkomentar yang tak perlu. Bisa-bisa dia keceplosan kemudian melakukan kesalahan. Pertunjukan boneka porselennya tetap dipertahankannya mati-matian. "Aku yakin pernah melihatnya entah di mana," kepalanya dimiringkan, terlihat bingung. "Mungkin orang yang mirip saja. Kau, kan, bergelut di dunia fashion. Makanan sehari-harimu adalah wajah-wajah cantik, mungkin semuanya sudah sama di matamu," Matsuda tergelak. "Benar juga. Bisa jadi begitu. Bukankah Akabane-san baru pulang dari luar negeri setelah beberapa tahun, kan?" Gin tidak kalah hebohnya. "Tapi!" Ryo akhirnya mengalah setelah pembawa acara kembali naik ke pangggung, tak ada yang meladeninya. Cukup membosankan sebenarnya bagi Misaki berada di acara itu, tak tahu harus bersikap bagaimana. Minder sekali rasanya. Ini diperberat dengan aktingnya yang penuh tuntutan dari sang Casanova. Sang pembawa acara mengumumkan sesuatu yang membuat semua hadirin bertepuk riuh rendah. Apa yang dilewatkannya? Misaki terlalu larut dalam dunianya hingga tak memperhatikan sekitar. "Untuk lelang amal tahun ini, kita akan meminta saran dari semuanya. Mohon berikan saran yang paling menarik dan unik dari para hadirin sekalian. Kalian akan diberikan selembar kertas oleh para pelayan, silahkan tuangkan ide seunik apa pun. Setelah kertas dikumpul, semuanya akan disaring selama tiga puluh menit, tentunya selama menunggu akan disediakan hiburan dan makan-makan sesi kedua! Ok! Selamat menikmati semuanya! Tunjukkan kreativitas kalian, ya!" Lelang amal? Oh. Tidak heran, sih. Semuanya yang hadir di sini adalah orang-orang elit dan terpandang. Puji Misaki membathin. Kertas-kertas yang telah ditulis akhirnya dikumpulkan dalam satu toples kaca besar bundar. Misaki tak tahu harus menulis apa, jadi ia iseng saja menulis: lelang dansa pasangan. Mereka mau yang unik dan lain dari biasanya, kan? Misaki terkikik gemas memikirkan ide ini. Kalau dipilih, pasti luar biasa. Kalau tidak, toh, dia tak rugi apa-apa. *** Tiga puluh menit itu digunakan oleh Wataru untuk melanjutkan bincang-bincangnya dengan orang-orang di ruangan itu. Bukan dia, sih, yang menyapa duluan, tapi mereka yang jelas-jelas memiliki agenda tersembunyi mengajukan diri. Setiap mata yang melirik Misaki, pada akhirnya akan buka suara dan penasaran. Percakapan mereka rata-rata seperti saat bertemu tuan Kobayashi tadi. Ada yang kagum, iri, sampai ngiler melihat Misaki. Lalu memuji betapa hebat dirinya menaklukkan dewa bisnis itu. Adegan romantis yang bikin dia merinding setengah mati sampai nyaris kehilangan pijakan, juga tak luput dari aktivitas itu. Wataru menangkap kebosanan Misaki, jadi ia menyuruhnya untuk bersantai saja ke meja hidangan seorang diri. Tak lupa memperingatkannya untuk tetap menjaga figurenya. Cerewet sekali dia! Omel Misaki dalam hati. Hidangan sebelumnya tidak membuat Misaki kenyang. Ketika melihat limpahan makanan di meja hidangan, air liurnya hampir menetes. Itu baru makanan yang diimpikannya! Sambil menjaga image-nya, ia berjalan pelan ke sana dengan suasana hati yang diam-diam begitu riang gembira Semua sibuk dengan perbincangannya masing-masing, kesempatan bagus buatnya untuk mencicipi semua makanan tanpa diperhatikan oleh siapa pun! Rugi sekali jika ia tidak menikmati makanan yang banyak itu sementara diperlakukan semena-mena oleh lelaki itu! Oh, tidak bisa! Sesekali ia tak mau rugi! Mata Misaki tertawa memikirkan hal itu. Di saat tangannya sibuk bergerak antara meja hidangan, piring, dan mulut. Tanpa disadarinya, dari sudut ruangan tak jauh dari sana, seorang pria terkekeh melihat tingkah konyolnya yang kadang-kadang tanpa sadar lepas dari mode Akabane Merry akibat takjub merasakan kelezatan makanan di pesta itu.  -----------  NOTE Halo! Nat-chan here! :) Penulis mengetik bab ini sambil mendengar 3 buah lagu dari Kenshi Yon*zu, yaitu Los*r, Ori*n, dan Lem*n. Such a nice songs! P.S Nama penyanyi dan lagunya disensor aja, ya! Mbah gugel pinter, kok! Hahaha!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD